Kesiapan Guru Menyongsong Asesmen Nasional

Oleh:
Sri Hartati, S.Pd
Guru SMPN 16 Surabaya.

Ada hal yang baru terkait dengan evalusi pendidikan bagi siswa. Direncanakan pada semester 2 di tahun 2021, siswa dari SD sampai SMA dan yang sederajat akan menghadapi Asesmen Nasional yang di dalamnya terdapat: Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), survei karakter serta survei lingkungan belajar. Sementara UN dipastikan ditiadakan.

Asesmen ini dipakai sebagai pemetaan untuk mengetahui kekurangan yang ada, untuk selanjutnya dilakukan perbaikan-perbaikan yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi nyata dalam pembentukan dan pengembangan skill dan kecakapan hidup hakiki yang dapat dijadikan sebagai bekal hidup, membangun manusia seutuhnya. Membekali siswa Indonesia untuk dapat menyelesaikan masalah sebagai individu, warga Indonesia dan dunia.

AKM, survei karakter dimaksudkan sebagai pembentukan manusia yang unggul yang dapat bersaing di era abad 21. Asesmen ini tidak dimaksudkan untuk pemeringkatan sekolah. Siswa tak terbebani atau takut seperti halnya akan menghadapi UN. Siswa nantinya akan dipilih secara acak untuk mengikuti AKM dan survei karakter. Guru dan kepala sekolah pun terlibat dalam pelaksanaan survei lingkungan belajar.

AKM, survei karakter dan lingkungan belajar, terdiri dari soal-soal yang mengukur kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter. Guru diperkenalkan bentuk soal AKM sebagai gambaran bagaimana mengelola proses pembelajaran ke depannya dan bagaimana melakukan penilaian dengan bentuk soal AKM.

Untuk kelas 11 dilaksanakan pada Bulan Maret 2021. Namun sebelum pelaksanaannya dilaksankan simulasi dan gladi bersih. Semua sekolah harus ikut. Namun tidak semua siswa wajib mengikutinya. Akan dipilih secara acak. Untuk kelas 8 SMP akan dilaksanakan setelah pelaksanaan di tingkat SMA di bulan dan tahun yang sama.

Konsep AKM merupakan asesmen untuk mengukur kemampuan minimal yang dibutuhkan siswa. Materi dinilai meliputi literasi, numerasi, dan penguatan pendidikan karakter. Literasi adalah kemampuan bernalar menggunakan bahasa. Literasi itu bukan hanya kemampuan membaca, literasi adalah kemampuan menganalisis suatu bacaan serta kemampuan memahami konsep di balik tulisan tersebut. Sedangkan numerasi ialah kemampuan menganalisis dengan menggunakan angka-angka. Ini adalah hal yang akan menyederhanakan asesmen kompetensi mulai 2021.

Literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk: menggunakan berbagai macam angka dan simbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari. Menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dan sebagainya) lalu menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan.

Kemampuan numerasi secara sederhana, dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung di dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya di rumah, pekerjaan, dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat juga sebagai warga negara. Atau kemampuan untuk menginterpretasi informasi kuantitatif yang terdapat di sekeliling kita. Kemampuan ini ditunjukkan dengan kenyamanan terhadap bilangan dan cakap menggunakan keterampilan matematika secara praktis untuk memenuhi tuntutan kehidupan. Kemampuan ini juga merujuk pada apresiasi dan pemahaman informasi yang dinyatakan secara matematis, misalnya grafik, bagan, dan tabel.

Secara terbatas AKM ini telah diujicobakan pada guru. Sesaat setelah menghadapi AKM, banyak teman yang kaget sekaligus menyuarakan pemikiran tentang tes kali ini. Rasanya wajar saja. Ini tak lepas bahwa soal-soal yang disodorkan terasa sangat holistik dan penuh kontemplatif. Butuh penalaran kelas tinggi dalam menyelesaikan soal-soal tersebut. Dalam tes AKM yang telah dijalani guru beberapa saat lalu, sedikit banyak guru tahu apa yang ada dalam benak Mas Menteri tentang arah pendidikan Indonesia di eranya nanti itu mau dibawa ke mana.

Ini tak lain, nilai subtantif dari keberadaan guru mata pelajaran sepertinya akan bergeser pada guru yang menjadi “penyebar virus” 3 kompetensi yang holistik bagi eksistensi manusia yang hakiki. Tidak lagi terpetak-petakkan pada kemampuan guru yang sudah memfosilized saat ini. Misalnya, guru Matematika, selama ini terpatri -karena tugas dan jobdisc- yang harus mengajari anak tentang Matematika dan tetek bengek-nya. Ada rasa sedikit shock, mampukah mengajarkan tentang kemampuan berliterasi. Demikian sebaliknya, guru Bahasa Indonesia mengeluh berat ketika disodori soal yang berkaitan dengan beresensi kemampuan berhitung secara logika.

Untuk soal yang berkaitan dengan pembentukan dan penguatan karakter, rasanya tak ada suara keluhan tentangnya. Ini bisa dipahami, bagaimanapun, karakter sebenarnya telah ada di setiap insan. Tinggal kita menumbuhkembangkannya dalam implementasi nyata.

Pendeknya, bentuk soal AKM yang diperkenalkan kepada guru, tidak terbatas hanya untuk guru mata pelajaran yang di UN-kan saat ini, akan tetapi untuk semua guru mata pelajaran. Artinya bentuk soal AKM merupakan bentuk soal lintas kompetensi, lintas bidang dan/atau lintas mata pelajaran. Tidak lagi membedakan mata pelajaran secara signifikan akan tetapi melihat sebuah kompetensi sebagai gambaran utuh dari persilangan berbagai mata pelajaran. Mata pelajaran yang ada akan menjadi alat atau medium untuk membentuk kompetensi tersebut.

Diperlukan petunjuk lanjutan yang lebih riil untuk memahami seutuhnya tentang grand desain Menteri Pendidikan dalam menahkodai bahtera kehidupan pendidikan di negeri ini. Memang diperlukan sosialisasi yang lebih komprehensif untuk penerapan AKM agar berjalan secara efektif. Sejauh ini, masih optimisme tinggi bahwa grand desain itu akan membawa angin perubahan yang revolusioner. Konsep Menteri Pendidikan yang membawa keberhasilan dalam pengembangan usaha berbasis TIK di bawah naungan perusahan Go Jek-nya, membuat kita menaruh optimisme dan keniscayaan yang sangat besar.

Jika disandingkan dengan UN, ada yang bisa dibandingkan dan digeneralisasi. Ada juga yang tidak bisa. Secara umum ada karakteristik tertentu yang menjadikan AKM survei karakter dan lingkungan belajar ini menjadikan satu keniscayaan dengan harapan yang besar untuk bisa membawa pendidikan di Indonesia untuk lebih maju. Salah satu indikatornya adalah perbaikan peringkat siswa kita untuk dapat bersaing dalam menghadapi soal-soal yang membutuhkan high order thinking skills (HOTS) yang merupakan ciri khas dari PISA.

———— *** ————

Tags: