Kiprah Pesilat kembar Asal Magetan

Tak Direstui Orang Tua, Jadi Pemicu Meraih Prestasi
Surabaya, Bhirawa
Meraih juara tidak semudah membalikkan tangan, butuh pengorbanan besar dan keja keras karena medali emas dan juara ditempa dari keringat, darah dan air mata.
Gerakan kedua pesilat yang tampil di acara Seksi Wartawan Olarhaga (SIWO) Award 2018 di Pendopo Magetan begitu lincah. Jurus-jurus yang ditampilkan membuat para undangan begitu tegang.
Bahkan Bupati Magetan Suprawoto yang duduk di kursi paling depan harus menghela napas karena ada beberapa jika terjadi sedikit kesalahan bisa membuat keduanya cidera. Namun pertunjukkan sekitar 3 menit itu berjalan lancar dan kedua pesilat itu memberikan hormat pada tamu undangan.
Usai pamer kemampuan dihadapan bupati dan undangan yang terdiri dari pengurus KONI Jatim, atlet, pelatih dan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim, keduanya bergegas menuju belakang pendopo untuk beristirahan menikmati segarnya air mineral dan menyeka keringat yang membasahi wajah dan tubuhnya.
Saat diperhatikan kedua wajah pesilat itu sangat mirip, ya..mereka adalah pesilat kembar andalan Pengkab Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Magetan Donny Firman Syah dan Denny Firman Syah.
Prestasi yang digapai pesilat asal SMAN 2 Magetan itu cukup bagus, yakni meraih juara I di Kejurnas, peringkat II Kejurprov di Lamongan dan beberapa prestasi lainnya.
Baik Donny maupun Denny mengaku senang dengan olahraga beladiri asli Indonesia ini, walaupun awalnya keduanya tidak mendapat restu dari orang tua untuk menekuni pencak silat.
Namun anak kandung dari pasangan Sudarto dan Semi ini tidak menyerah untuk terus berlatih walau dengan sembunyi-sembunyi. “Ibu dan bapak tidak setuju saya berlatih pencak silat karena olahraga ini identik dengan perkelahian,” kata Donny.
Tapi hobi dan keinginan mengalahkan segalanya, keduanya tetap berlatih di Perguruan PSHT Magetan. “Kalau berangkat latihan tetap pamit ke orang tua, walau tidak diizinkan kami tetap berangkat,” kata Donny-Denny yang menekuni silat semenjak duduk di bangku sekolah dasar itu.
Latihan keras keduanya akhirnya menuai hasil dan pintu restu dari kedua orang tuanya terbuka begitu Donny-Denny berhasil meraih juara di Porkab Magetan 2014.
“Awalnya kami berlatih untuk nomor tanding, namun pelatih menyuruh kami berlatih seni dan syukurlah bisa meraih prestasi, Semanjak meraih juara Porkab bapak dan ibu akhirnya merestui kami berlatih pencak silat,” kata remaja kelahiran 30 Mei 2014 itu.
Restu yang diberikan orang tua membuat Donny-Denny semakin semangat berlatih dan hasilnya prestasi berhasil diraih. Kini keduanya memiliki obsesi bisa meraih prestasi lebih tinggi, yakni juara di Porprov hingga PON. “Kalau bisa juara dunia seperti Sarah Tria Monita,” harapnya.
Ditemui ditempat yang sama, sang Pelatih Eko Gindo melihat potensi Donny-Denny masih bisa dikembangkan. Namun mereka harus berlatih keras agar mampu bersaing dengan pesilat Jatim terutama di nomor seni.
“Tehnik mereka masih harus diasah agar bisa semakin lebih bagus lagi,” katanya.
Sementara itu atlet paralayang Jafro Megawanto dan pesilat Sarah Tria Monita masing-masing meraih penghargaan atlet terbaik putra dan putri tahun 2018 pilihan Seksi Wartawan Olahraga Persatuan Wartawan Indonesia (SIWO PWI) Jatim. Sedangkan pelatih terbaik diraih Edy Suhartono, pelatih tim nasional pencak silat.
Pengumuman sekaligus penyerahan penghargaan tahunan dalam rangkaian Hari Pers Nasional 2019 tingkat Jatim itu berlangsung di Pendopo Kabupaten Magetan, Jumat.
Jafro Megawanto dan Sarah Tria Monita adalah peraih medali emas pada ajang Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang, selain juga prestasi lainnya di sejumlah kejuaraan nasional dan internasional.
“Penghargaan ini menjadi motivasi bagi saya untuk berprestasi lebih baik lagi ke depannya,” kata Jafro, atlet asal Kota Batu, usai menerima penghargaan. {Wawan Triyanto]

Rate this article!
Tags: