KLH Inventarisasi Emisi Beban Pencemaran Udara

1339428956133942_aPemprov Jatim, Bhirawa
Sampai saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup RI bersama-sama dengan beberapa pemerintah kota di Indonesia menginisiasi kegiatan inventarisasi emisi (emission inventory) beban pencemaran udara di beberapa kota di Indonesia.
Kota-kota tersebut diantaranya adalah Palembang, Surakarta, Surabaya, Malang, Denpasar, Jogjakarta, Batam, dan Banjarmasin.
Tujuan akhir dari kegiatan inventarisasi emisi beban pencemaran udara adalah agar Pemerintah Kota di Indonesia dapat menjadikan hasil inventarisasi emisi tersebut sebagai dasar (baseline) untuk pengambilan kebijakan dan strategi pengendalian pencemaran udara perkotaan.
Dikatakannya, dengan menurunkan pencemaran udara dari transportasi berarti menurunkan pula emisi GRK. Artinya, manfaat yang diperoleh melalui pengelolaan transportasi yang baik antara lain menurunkan kepadatan atau kemacetan lalu lintas,  meningkatkan pelayanan transportasi umum bagi masyarakat, mengurangi pencemaran udara dan menurunkan emisi GRK atau mengurangi dampak perubahan iklim.
“Pendekatan Environmental Sustainable Transportation mutlak harus kita implementasikan saat ini dan ke depan,” kata Deputi II Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan KLH, Karliansyah, Rabu (18/9) di Surabaya.
Untuk mengantisipasi persoalan-persoalan pencemaran udara perkotaan di Indonesia, KLH mendorong kebijakan agar semua kota-kota di Indonesia memiliki baseline beban pencemaran udara, yang dihasilkan melalui kegiatan inventarisasi emisi.
“Kondisi ini tentu tidak bisa serta merta dapat dilakukan di seluruh Indonesia, sehingga harus ada tahapan-tahapan yang terencana dengan baik, mengingat total jumlah kota di Indonesia mencapai hampir 100 kota, belum ditambah dengan kota kota ibu kota kabupaten,” katanya.
Rata-rata emisi partikel halus dari sektor transportasi (sumber bergerak) menyumbang sebesar 50%-70% dari total emisi partikel halus dan sekitar 75% dari total emisi gas-gas berbahaya terhadap kesehatan. Sektor transportasi merupakan kontributor terbesar pencemar udara dan Gas Rumah Kaca (GRK) di perkotaan.
Sumber emisi pencemar partikel halus lainnya adalah industri, rumah tangga, komersial, dan lain-lain. Sedangkan emisi GRK dari sektor transportasi di perkotaan adalah sekitar 23% dari total emisi GRK dari seluruh sumber.
Pada tahun 2050, diperkirakan jumlah kendaraan akan berjumlah 2 kali lipatnya dari kondisi saat ini. Kondisi ini harus menjadi perhatian yang sangat serius bagi kita. Penurunan emisi pencemaran udara dari sektor transportasi harus menjadi prioritas bagi pemerintah kota.
Terkait dengan GRK,  Jatim juga diprediksikan semakin meningkat. Dari hasil presentase Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jatim  emisi GRK 2011 naik sebesar 86,03 persen dari tahun 2010 dan kenaikan tahun 2012 sebesar 1.065,38 persen dari tahun 2011.
Emisi GRK terbesar dihasilkan dari sektor energi sebesar 99,78 persen, sektor proses industri dan penggunaan produk (IPPU), sektor AFOLU (agriculture, forest, and other land use), 0,06 persen, dan sektor limbah 0,02 persen.
“Solusi pencegahan GRK lebih besar diantaranya melakukan pengelolaan sistem jaringan dan tata air, rehabilitasi hutan dab lahan, pemberantasan pembalakan liar, hingga pencegahan deforestasi dan pemberdayaan masyarakat. Apalagi, kawasan konservasi mangrove sangat baik dalam membantu penurunan emisi GRK ini,” kata Kepala BLH Jatim, Indra Wiragana SH.  [rac]

Keterangan Foto : Kepala BLH Jatim, Indra Wiragana.

Tags: