Komisi E Sebut Ada Keterlambatan Memberikan Edukasi

Suli Da’im

Upaya Menurunkan Kasus Stunting di Jatim
DPRD Jatim, Bhirawa
Masih tingginya kasus stunting di Jatim diperlukan penanganan dari semua pihak, peran Pemkab, Pemkot maupun Pemprov Jatim harus aktif untuk memberikan edukasi ke masyarakat mengenai perlunya gizi bagi balita.
Menurut Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Suli Daim, jumlah stunting di Jatim cukup besar. Oleh sebab itu perlu adanya pendalaman dan pengkajian untuk mencari titik permasalahan kasus kondisi tinggi badan anak lebih pendek dibanding tinggi badan anak seusianya.
“Jumlah ini (Stunting, red) cukup besar, semestinya Polindes atau Posyandu bergerak. Jadi, mulai ibu mengandung sampai bayi berumur dua tahun harus sudah mendapat perhatian tentang pertumbuhannya,” katanya saat dikonfirmasi, Minggu (25/8) kemarin.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengungkapkan bahwa kasus stunting di Jatim, faktor utamanya adalah kekurangan asupan gizi. Disamping itu juga masih kurangnya pemahaman masyarakat akan nilai gizi kepada balita. “Faktor utama stunting adalah kekurangan asupan gizi. Pemahaman masyarakat akan nilai gizi balita juga kurang,” paparnya.
Berdasarkan data Dinkes Jatim, jumlah kematian ibu di Jatim pada 2017 mencapai 529 orang per seratus ribu kelahiran hidup. Kemudian pada 2018 berkurang sedikit menjadi 522 orang. Adapun pada 2019, tepatnya hingga 19 Juli 2019, mencapai 263 orang. Suli menganggap ada keterlambatan informasi dalam memberikan edukasi kepada masyarakat. “Ada keterlambatan memberikan edukasi pada masyarakat,” ungkapnya.
Pihaknya meminta Dinkes Jatim melakukan upaya maksimal berkoordinasi dengan Dinkes di kabupaten/kota se-Jatim. “Karena sesungguhnya peran kepala daerah Bupati atau Wali Kota menjadi peran utama untuk memberikan perhatian,” pintanya.
Sementara, Dinkes Jatim melakukan penilaian dan evaluasi terhadap kinerja 12 kabupaten/kota lokus stunting. Kepala Dinkes Jatim, Dr dr Kohar Hari Santoso mengatakan bahwa upaya penurunan stunting telah banyak dilakukan, baik oleh Pemkab maupun Pemprov melalui dua intervensi.
Intervensi itu, kata dr Kohar yaitu gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi gizi sensitif untuk mengatasi penyebab tidak langsung. “Dari 12 kabupaten/kota lokus stunting, mereka mempresentasikan kinerja dan capaian-capaiannya untuk dinilai oleh tim panelis dan akan di evaluasi dengan harapan penanganan stunting bisa betul-betul seksama,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kunci utama keberhasilan dalam penanganan stunting adalah komitmen dari Bupati/Wali Kota untuk OPD dan masyarakat, terutama pada kebijakan penganggarannya.
Seperti diketahui Jumlah stunting di Jatim masih cukup tinggi. angka prevalensi Stunting hasil Risiko Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018 mencapai angka 32,7 persen. Angka ini lebih tinggi dari prevalensi stunting nasional yakni sebesar 30,8 persen. [geh]

Tags: