Komitmen Maksimal Lindungi PMI, BP2PMI Awali Sosialisasi UU 18/2017 dari Jatim

Pemprov, Bhirawa
Pemerintah terus berupaya memberikan perlindungan secara maksimal terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI). Hal ini seiring dengan diluncurkannya Undang- Undang No 18/2017 tentang Pelindungan PMI.
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak menuturkan, Pemprov sangat berkomitmen terhadap upaya perlindungan PMI sebagaimana amanat UU No. 18/2017. Komitmen tersebut dibuktikan dengan membuka kran informasi memperkuat informasi terkait regulasi PMI kepada seluruh kepala daerah.
Langkah itu dilakukan sebagai landasan agar para pahlawan devisa negara asal Jatim dapat terlindungi. Menurut Emil, sosialisasi UU No. 18/2017 ini penting agar semua elemen masyarakat bisa lebih memahami peran masing-masing dalam memberikan perlindungan bagi PMI. “Apalagi dalam pasal 39-42 telah dibagi perannya untuk pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga desa,” ujarnya.
Lebih lanjut Emil Dardak memaparkan, komitmen Pemprov Jatim terhadap perlindungan PMI dibuktikan dengan dianggarkannya program sertifikasi kompetensi di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Prov. Jatim. Melalui APBD Provinsi Jatim Tahun Anggaran 2021, jelas Emil, telah dianggarkan program Bantuan Pelatihan dan Sertifikasi Kompetensi Bagi Calon Pekerja Migran Indonesia sebesar Rp. 7,9 Miliar.
Fokus sasarannya ditujukan kepada calon pencari kerja yang berminat bekerja ke luar negeri dan calon pekerja migran warga miskin. Kepada kelompok sasaran tersebut, akan dibantu pelatihan di 10 Balai Latihan Kerja (BLK) milik Pemprov Jatim dengan total baru mampu membantu pelatihan sebanyak 851 orang dan bantuan sertifikasi kompetensi kepada 1.500 orang.
Sementara itu, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdhani mengatakan, Jatim merupakan kantong terbesar PMI di Indonesia. Karena itu, upaya untuk memberikan perlindungan dan keberpihakan terhadap PMI dan keluarganya.
“Kami mengapresiasi karena Jatim telah menganggarkan pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi PMI. Mudah-mudahan ini bisa menular untuk daerah-daerah lainnya di Jatim,” jelas Benny saat membuka Kick Off Sosialisasi UU No. 18/2017 tentang Pelindungan PMI di Jatim, Kamis, (18/3).
Menurut Benny, berdasarkan data Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (SiskoP2MI) Jatim memiliki penempatan terbesar PMI dengan jumlah penempatan sebanyak 177.016 PMI selama lima tahun terakhir. Disusul Jawa Tengah 148.562, Jawa Barat 138.466, NTB 71.559 dan Lampung 49.505 PMI.
Dari penempatan tersebut, Kabupaten di Jatim yang terbanyak menempatkan PMI adalah Ponorogo (sebanyak 10.067 PMI); Blitar (9.206 PMI); Malang (8.857 PMI), dan Tulung Agung (7.116 PMI). Benny mengatakan, dengan adanya UU No. 18/2017 tentang Pelindungan PMI merupakan bentuk perubahan fundamental untuk PMI dan keluarganya.
“Untuk PMI yang ilegal tidak terhitung dalam sistem karena ini bisnis kotor untuk mendapat keuntungan yang besar. Pelakunya itu-itu saja secara jumlah kecil tetapi dibackingi oleh oknum-oknum yang memiliki atribut kekuasaan,” tegas Benny.
Benny menegaskan, tidak boleh lagi ada pihak-pihak yang terlibat dalam human traficking karena itu kejahatan yang luar biasa. Dan siapapun yang terlibat salam kejahatan perdagangan manusia adalah musuh republik. “PMI ilegal ini terjadi karena minimnya informasi yang diterima masyarakat. Sehingga ketika mereka didatangi langsung dengan janji pekerjaan yang baik mudah tertarik,” jelas Benny.
Hingga saat ini, lanjut dia, pemerintah masih menerapkan moratorium untuk sektor domestik informal di Timur Tengah sejak 2015 lalu. Hal ini karena resiko terhadap eksploitasi, kekerasan fisik, kekerasan seksual, pembayaran sesuai kontrak kerap terjadi. “Kejadian itu mayoritas dialami oleh sektor informal. Maka untuk sektor informal negara tidak ada rencana untuk membuka kembali. Pemerintah mungkin akan mendiskusikan kembali untuk PMI dengan skil tertentu,” jelas Benny. [tam]

Tags: