Koperasi Bagi Lansia : Alternatif Kesejahteraan Usia Senja

Oleh :
Zaenal Abidin, S.Sos., M.Si.
Dosen Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Muhammadiyah Malang
Tim Muhammadiyah Senior Care (MSC) Jawa Timur

Koperasi dalam perkembangan di Indonesia sejatinya menjadi roh utama ekonomi kerakyatan. Namun, demikian dalam kondisi eksisting perkembangan koperasi belum lagi mengarah pada nilai dasar ekonomi kerakyatan. Tidak sedikit koperasi-koperasi yang hadir saat ini tumbuh sebagai ezart capitalism (kapitalisme semu), berharap dapat memberikan solusi keuangan tetapi kendala jaminan dan bunga yang cukup besar per bulan mencapai lebih dari 2% atau lebih, mustahil ini data diakses kelompok lemah dan rentan, tak terkecuali bagi Lansia. Berdasarkan data BPS (2020) jumlah koperasi aktif di Indonesia mencapai 127.124 unit, jumlah ini meningkat dari tahun 2019 sejumlah 123.048 unit. Artinya kenaikan 4.076 unit koperasi di Indonesia menjadikan lahan baru dalam pengembangan ekonomi di Indonesia. Menariknya lagi berdasarkan data Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (2020) ada 5 (lima) provinsi dengan pembagian SHU Koperasi Simpan Pinjam tahun 2020 antara lain:
No Provinsi Jumlah SHU (Rp. Juta)
1. Jawa Timur 1.320
2. DKI Jakarta 1.050
3. Jawa Barat 751,6
4. Jawa Tengah 642,99
5. Bali 507,34

Melihat potensi koperasi yang sangat besar untuk tumbuh dan berkembang di Indonesia, maka sangat mungkin diakses Lansia. Keberhasilan suatu negara dalam memberikan nilai kualitas hidup rakyatnya yang sering digambarkan sebagai Welfare State (Negara Kesejahteraan). Negara dengan kualitas hidup rakyat yang baik seperti negara-negara Skandinavia di Eropa Utara seperti Denmark, Swedia, Norwegia, Finlandia dan Islandia. Kualitas hidup yang baik, selama ini salah satu instrumennya adalah kebahagiaan (happines) dalam sebuah kehidupan di suatu negara. Hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas usia dan produktifitas usia manusia.
Di Asean Indonesia berada di peringkat 6 setelah Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia dan Singapura. Para lansia di negara-negara dengan kebahagiaan yang memuaskan terlayani dengan baik dalam aspek kesehatan, rekreasi dan layanan sosialnya. Negara yang bahagia berdampak pada kualitas masyarakat serta harapan hidup manusia semakin tinggi. Kesepahaman dalam memberikan kuantitas dan kualitas layanan bagi lansia tidak dapat dilakukan secara parsial akan tetapi harus komprehensif dan holistik. Hasil Susenas tahun 2015, sebagian besar penduduk lansia penduduk lansia mengalami sakit tidak lebih dari seminggu, yaitu lama sakit 1-3 hari sebesar 36,44% dan 4-7 hari sebesar 35,05%. Sementara itu, peduduk lansia yang menderita sakit lebih dari tiga minggu masih cukup besar (14,5%) (Pusdatin kemenkes RI,2017:6).
Selanjutnya, program TNP2K (2017) dalam upaya menjamin perlindungan sosial bagi lansia bahwa penduduk lansia Indonesia, akan bertambah 23 % pada tahun 2050 dengan usia 80 tahun ke atas bertembah dengan cepat. Saat ini jika digolongkan secara usia lansia, maka lansia muda (60-69 th) sejumlah 5,2%, lansia madya (70-79 th) 2,4% dan lansia tua (>80 th) 0,8 %, (Susenas, 2015). Dari jumlah tersebut Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi pemeringkat pertama daerah dengan jumlah lansia terbanyak, kemudian Jawa Tengah dan disusul Jawa Timur. Sebagian besar 40 % penduduk lansia di Indonesia adalah dari rumah tangga dengan sosial ekonomi terendah. Problem-problem lansia yang penulis jumpai selama ini meliputi :
1. Kurangnya layanan dasar bagi lansia
2. Minimnya pemahaman keluarga dalam layanan lansia
3. Gizi lansia yang rendah
4. Akses bagi lansia dalam hal kesehatan, sosial, spiritual sangat kurang
5. Sebagian besar dari keluarga yang tidak mampu.
6. Bekerja ke ladang dengan resiko tinggi (jatuh, kelelahan, meninggal, sakit).
7. Memiliki usaha produktif namun terkendala dengan modal, akses permodalan, ketidakmampuan menjangkau pemasaram baik langsung maupun digital
Hari tua bagi lansia sebagian yang produktif dengan beberapa lapangan kerja paling banyak adalah di perkebunan, peternakan, kehutanan industri pengolahan, bangunan/kontrsuksi, transportasi dan pergudangan, jasa dan perdagangan (TNP2K,2017). Meskipun skema perlindungan sosial telah dilakukan namun hanya menjangkau 30.000 lansia miskin pada tahun 2016 dengan total bantuan 200.000/bulan dalam program ASLUT (Asisten Lanjut Usia) sedangkan PKH yang kategori > 70 tahun, mencapai 150.000 peserta PKH dengan bantuan 200.000/bln/jiwa.
Fakta yang tidak bisa dibantahkan dengan pelbagai permasalahan lansia, bahwa data Sensus BPS (2020) jumlah Lansia cukup besar yakni 9,78 % dari 270,20 juta penduduk artinya setara dengan 26,4 juta jiwa, namun demikian dalam data Sensus 2020 usia 60-64 tahun masih digolongkan usia produktif, hal ini kontraproduktif dengan aturan klasifikasi usia Lanjut. Sehingga, dimungkinkan ada 15%-20% lansia yang produktif. Berdasarkan identifikasi permasalahan Lansia di atas, perlu mencoba memberikan beberapa alternatif permodalan bagi Lansia:
1. Bekerja sama dengan koperasi yang sudah mapan dan telah memiliki good corporate governance (GCG) baik serta pro terhadap isu-isu kelanjutusiaan.
2. Membuat koperasi Lansia secara mandiri dan integrative
Pada poin ke 1, manajerial koperasi yang telah mapan dan GCG baik, akan mampu menelaah celah dan trend problem permodalan dan permasalahan pendampingan anggota koperasi yang memiliki usaha. Pada alternatif poin 2 di atas, dapat dilakukan dengan sangat eksklusif namun lebih mudah mengarahkan sesuai dengan kebutuhan dari Lansia. Hemat penulis, adalah mixing approach dari 2 alternatif tersebu dapat diakselerasi lebih cepat, mudah, terukur dan tetap ada unsur kehati-hatian.
Skema yang dikembangan dengan pola mixing antara lain mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Manajemen koperasi yang solid, akuntabel dan amaanah serta berwawasan Kelanjutusiaan.
2. Skema pembiayaan berbasis kelompok,.
3. Dana yang digulirkan untuk permodalan kelompok adalah maksimal 50 % akumulasi dana kelompok (sumbangan pokok dan wajib), sisa dana 50 % dioptimalkan oleh koperasi sebagai tabungan produktif untuk Lansia.
4. Dana pada poin 3 digunakan untuk kegiatan usaha ekonomi produktif kelompok lansia (jasa, perdagangangan, peternakan, pertanian, maupun produksi).
5. Kegiatan usaha pada poin 4 wajib dilakukan pendampingan team koperasi dan pengembangan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) kelompok.
6. Pola pembiayaan atau permodalan koperasi dengan kelompok Lansia bukan bersifat debitur-kreditur namun kemitraan produktif-supportif.
7. Sumber Daya Manusia koperasi perlu memandang program permodalan ini sebagai social entrepreneurship yang nilai dasarnya menyelesaikan problematika sosial dengan sentuhan kewirausaahan tanpa eksploitasi.
Melihat peluang, tantangan serta problem Lansia sebagaimana hal di atas khususnya dalam pengembangan permodalan UEP Lansia, sangat menarik untuk dicoba sebagai bagian dari ikhtiar kemanusiaan. Mengurai permasalahan Lansia, dengan pendekatan ekonomi dan sosial bukanlah hal yang menakutkan ataupun mudah, akan tetapi menjadi tantangan tersendiri dengan jumlah dan potensi Lansia di Indonesia saat ini. Satu Langkah “gila” dalam menyelesaikan masalah Lansia di Indonesia, akan menjadi seribu jalan terbaik menuju Lansia bermartabat dan bermanfaat.

———- *** ————

Tags: