KPPU Pantau Daging, Farmasi dan Perbankan

 Para-komisioner-KPPU-saat-bertekad-pelototi-soal-Daging-farmasi-dan-perbankan.


Para-komisioner-KPPU-saat-bertekad-pelototi-soal-Daging-farmasi-dan-perbankan.

Surabaya, Bhirawa.
Menapaki awal tahun monyet 2016 , Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU) beretekad memplototi persoalan daging, farmasi dan perbankan, alasannya karena persoalan tersebut paling banyak mewarnai kehidupan masayarakat di tahun 2015, tekad mulia dari KPPU tersebut tercetus pada acara perbincangan yang dihadiri para komisioner KPPU dan sejumlah wartawan pada Jumat (22/1) di RM Ria Jl M.Duryat Surabaya. Kebijakan pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian bersama 13 perusahaan besar perunggasan untuk memusnahkan sekitar 6 juta parentstock broiler (induk dari bibit ayam broiler) telah mengakibatkan kerugian sebesar Rp 2 triliun per bulan.
Demikian, komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Nawir Messi membuka persoalan daging yang pertama, akibat kebijakan tersebut lanjutnya, harga daging ayam broiler dalam beberapa bulan terakhir mengalami lonjakan yang cukup tinggi. Bahkan dalam pengamatan KPPU, dalam dua bulan terakhir, harga ayam broiler naik menjadi Rp 39 ribu hingga Rp 43 ribu per kilogram. Ada kenaikan sekitar Rp 18 ribu hingga Rp 19 ribu per kilogram atau hampir dua kali lipat dari harga normal. Padahal produksi daging ayam broiler yang terserap pasar bisa mencapai 23 juta ton per tahun.
“Kapitalisasi pasar per tahun mencapai Rp 57 triliun hingga Rp 60 triliun per tahun untuk daging ayam broiler. Jadi jumlah kenaikan harga yang jatuh ke konsumen mencapai Rp 4,7 triliun per bulan. Jika kenaikan tersebut diakibatkan oleh berbagai faktor, misal kenaikan harga pakan dan lain sebagainya, maka ongkos regulasi yang dibebankan ke konsumen mencapai sekitar Rp 2 triliun per bulan,” ujarnya.
Untuk itu, menurutnya KPPU telah mengirimkan surat rekomendasi kepada Pemerintah pusat untuk mencabut aturan tersebut. Dan menurutnya, respon pemerintah cukup bagus. “Sepertinya ada respon positif. Harapan kami kebijakan itu akan segera dicabut sehingga harga daging ayam akan berangsur turun,” katanya.
Dijelaskan Messi, pemusnahan Parentstock broiler tersebut telah mengakibatkan berkurangnya jumlah indukan dari bibit ayam. Dampak selanjutnya, jumlah DOC (Day Old Chick) Broiler atau bibit ayam berkurang sehingga produksi ayam menjadi berkurang juga. Kebijakan ini awalnya diambil sekitar 4 bulan yang lalu, saat harga ayam broiler mengalami penurunan yang cukup tajam hingga di level Rp 15.000 per kilogram di tingkat peternak.
Namun dalam pelaksanaannya, kebijakan tersebut justru mengakibatkan harga bergerak naik cukup tinggi. “Saat ini yang dimusnahkan masih sekitar 4 juta ekor per bulan. Bisa dibayangkan, berapa kerugian yang akan dibebankan ke konsumen saat pemusnahan mencapai 6 juta ekor perbulan, seperti yang ditetapkan,” katanya.
Untuk itu, pencabutan aturan tersebut sangat penting karena dilihat dari waktu yang sama, harga daging sapi naik 40% hingga 45% dan harga beras juga naik. Dan hal ini akhirnya menjadi penyumbang terbesar naiknya jumlah orang miskin di Indonesia. “Semuanya ini mengindikasikan, ada yang tidak beres dalam pasar pangan dalam negeri. Dan kalau diteruskan, harga ayam broiler akan semakin naik tajam dan lebih memberatkan konsumen. Bisa-bisa harganya mencapai Rp 50 ribu per kilogram,” tegasnya.
Dengan harga yang cukup tinggi, maka akan ada banyak rumah tangga yang tidak bisa mengakses daging ayam. Padahal ditengah kisruhnya harga daging sapi, daging ayam broiler ini menjadi alternatif masyarakat untuk dapatkan protein hewani. “Maka ancaman selanjutnya adalah lost generation akan terjadi di Indonesia,” ungkapnya.
Sementara itu, hal lain yang akan dipelototi KPPU di awal 2016 ini adalah persoalan obat , karena KPPu merasa masyarakat masih belum menikmati sebagaimana yang diharapkan, salah satu contohnya adalah harga obat generik yang diharapkan pemerintah murah bagi masyarakat agar bisa terjangkau terutama bagi mereka yang kurang mampu , namun kenyataannya obat generik di Indonesia harganya termahal ke dua di dunia. – suntuk itulah KPPU Kantor Perwakilan Daerah (KPD) Surabaya mulai memusatkan sasaran atas kegiatan usaha farmasi di wilayah hukumnya. Selain penindakan dan penyelidikan terhadap 6 kegiatan sepanjang 2015, KPPU KPD Surabaya menempatkan konsentrasi usaha farmasi sebagai prioritas penyelidikan, bersama komoditas pangan.
“Tahun 2016, kami mulai melakukan penyelidikan, utamanya pada usaha farmasi dan pangan,” ungkap Anggota KPPU KPD Surabaya Bidang Pencegahan, M. Hendry Setyawan mendampingi Kepala KPPU KPD Surabaya, Aru Armando saat merilis kinerja KPPU KPD Surabaya sepanjang 2015 atau per semester II/2015 di Kantor KPPU KPD Surabaya,
Meruntut data yang dirangkum, bilangan yang menguap akibat mahalnya obat yang tidak memberikan pilihan konsumen mencapai kisaran Rp 52 triliun. Sementara, pada tahun ini, angka tersebut melambung sekitar 11% dari total nilai sebelumnya hingga menjadi Rp 56 triliun.
“Dari total semua itu, tiga negara masing-masing India, China dan Thailand memberikan kontribusi sekitar Rp 36 triliun. Lalu bagaimana dengan Indonesia sendiri? Ini yang sedang kami selidiki,” jelas Hendry.
Menurutnya, selama ini, usaha farmasi belum tersentuh kebijakan yang bisa mengakomodir kebutuhan konsumen, khususnya pasien pengguna obat dan alat medis pengobatan. Sebab, indikasi ‘permainan’ yang bisa berujung kartel obat-obatan dan alat kedokteran/medis tengah ‘merasuki’ pemilik regulasi.
“Ini yang sedang kami koordinasikan untuk dilakukan penyelidikan, apakah memang ada indikasi obat mahal, atau melanggar UU Nomer 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,” papar Hendry.
Selain itu, Hendry memandang, keberadaan usaha farmasi dan obat-obatan termasuk alat kedokteran, tidak mampu memberikan posisi tawar atau pilihan kepada konsumen. Bahkan, pasien kesulitan untuk menentukan obat pilihannya, maski dari sisi harga relatif mahal dan sulit dijangkau.
“Kami meminta Menkes, agar apotek yang menjual obat bisa memberikan tawaran atau pilihan obat kepada pasien. Kami juga akan koordinasikan terkait kebijakan usaha farmasi kepada Kemendag,” yakinnya.
Pada saat bersamaan, Kepala KPPU KPD Surabaya, Aru Armando tertantang dengan seluruh kegiatan yang berbasis kinerja untuk penegakan hukum dalam persaingan usaha tidak sehat. Ia tetap mendukung dengan segala upaya pencegahan, meski secara wilayah yang mencakup Jawa Timur, Bali, NTB dan NTT cukup luas dengan perbandingan terbatasnya personel dan minimnya anggaran.
“Kami selalu maksimalkan kinerja. Tapi, kalau dari segi kualitas, personel kami sudah cukup mumpuni,” jamin Aru. Dam tidak kalah pentingnya adalah adanya Indikasi praktik kartel suku bunga dasar kredit kini sedang diselidiki nya. Adanya dugaan praktik kartel yang dilakukan kelima bank didasarkan pada fenomena selama ini, di mana jika suku bunga acuan [BI rate] naik, maka suku bunga dasar kredit perbankan sangat cepat naiknya. Sebaliknya, pada saat suku bunga acuan turun, tidak terjadi hal serupa, di mana suku bunga dasar kredit perbankan tidak ikut turun.
Muhammad Nawir Messi komisioner KPPU pusat yang ditemui pada kesempatan yang sama menyatakan, adanya indikasi praktik kartel di perbankan nasional ini menghambat dunia usaha di dalam negeri. Untuk itu KPPU akan melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap kelima bank ini.
Menurutnya, langkah KPPU ini merupakan perintah langsung dari Presiden Joko Widodo yang ingin tingkat suku bunga pasar perbankan bisa turun di angka 4 sampai 6 persen.
Di antara kelima bank ini termasuk juga bank bumn serta dari bank swasta. Kendati demikian, pihaknya enggan membeberkan bank mana saja yang termasuk pelaku praktik kartel suku bunga kredit.
Nawir menuturkan bahwa suku bunga dasar kredit bank di Indonesia masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara asean lainnya seperti Singapura sebesar 3 persen, Malaysia dan Vietnam di level kisaran 5 sampai 6 persen. Sementara di Indonesia suku bunga dasar kredit bisa mencapai level dua digit, antara 11 sampai 12 persennya . [ma]

Tags: