Kunci Penyediaan Air Bersih Warga Keputih Ada di Kelurahan

Kepala Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) II Surabaya Ardi Rahendro menunjukkan peta batas wilayah yang ada di Kelurahan Keputih, Surabaya, Kamis (22/9) kemarin. [gegeh bagus setiadi]

Kepala Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) II Surabaya Ardi Rahendro menunjukkan peta batas wilayah yang ada di Kelurahan Keputih, Surabaya, Kamis (22/9) kemarin. [gegeh bagus setiadi]

Komisi C DPRD Surabaya Desak Pihak Bersalah Harus Dihukum
Surabaya, Bhirawa
Tidak dapatnya warga Keputih Timur Surabaya dalam mengakses air bersih merembet kepada permasalahan tanah. Pasalnya, pemasangan pipa PDAM tidak bisa dilakukan lantaran tanah tersebut diklaim milik PT Pakuwon Jati Tbk. Sengketa tanah ini pun berimbas kepada warga yang berjumlah 200 Kepala Keluarga (KK). Sudah 17 tahun warga yang mayoritas nelayan ini harus gigit jari.
Kedua belah pihak, yakni warga dan PT Pakuwon Jati Tbk sama-sama mengklaim  telah memegang sertifikat tanah setelah melalui proses jual beli. Proses jual beli tanah inipun dipastikan ada pihak Kelurahan Keputih yang mengetahui dan menyaksikannya.
Hal ini dipertegas Badan Pertanahan Negara (BPN) II Surabaya yang mencakup 15 wilayah kecamatan, termasuk Kecamatan Sukolilo, Kelurahan Keputih.
Kepala Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) II Surabaya Ardi Rahendro mengatakan proses jual beli tanah tidak perlu melalui perantara siapapun.
“Hanya saja, ketika akan diajukan sertifikat memerlukan data-data dari pihak kelurahan. Nah, supaya aman biasanya mereka pasti mengajak aparat kelurahan sebagai saksi. Karena tetap akan diminta saat mengurus sertifikat,” katanya.
Ardi melanjutkan, pasti ada proses jual beli antara warga dengan pihak PT Pakuwon Jati Tbk. BPN memastikan proses jual beli tanah tersebut diketahui oleh pihak kelurahan. Selain itu, ada kuitansi disertai segel dan juga ada riwayat tanah yang dikeluarkan kelurahan yang disebutkan dibeli oleh pembelinya. “Kalau tidak sesuai, ya mana mungkin. Itu berarti nyerobot tanah orang, kan,” ujarnya.
BPN II Surabaya juga telah mengetahui data sertifikat PT Pakuwon Jati Tbk. Pihaknya telah mengembalikan sesuai data ukur ketika sertifikat tanah diterbitkan.  Pengembalian ini setelah ada penunjukan batas selesai dan kegiatan pengembalian batas, tugasnya yakni menunjukkan batas sesuai sertifikat.
“Tanda batas tetap menjadi tanggung jawab pemilik tanah untuk memasang dan memelihara. Kalau tanda batas itu ada yang hilang, kan bukan tanggung jawab kami lagi. Karena sudah menjadi tanggung jawab pemilik untuk memelihara tanda batas yang sudah ditetapkan,” jelasnya.
Ia membeberkan, setiap bidang tanah yang kebetulan berada di pinggir sungai belum tentu tanah negara. Terkecuali tanah timbul secara otomatis menjadi tanah negara. “Sepanjang data itu ada di kelurahan dan menyatakan itu milik perorangan, ya milik perorangan. Jadi tidak otomatis bidang yang ada di pinggir sungai itu tanah negara,” katanya.
Tanah timbul, dikatakan Ardi yakni tanah sedimentasi mengeras dan tidak dilewati air lagi, sehingga oleh masyarakat dimanfaatkan untuk tanam tumbuh. Dan itu pasti tidak ada datanya di buku leter C, kelurahan atau di buku kerawangan.
“Ketika di rapat kemarin, kami sudah menyampaikan apakah tanah disekitar bantaran sungai itu tanah negara, mereka tidak bisa menjawab. Karena sepanjang data itu di kelurahan ada, berarti ada,  jadi kuncinya di kelurahan,” pungkasnya.
Ia juga tidak memastikan, dalam hal ini BPN , sempadan sungai itu termasuk wilayah yang diklaim PT Pakuwon Jati Tbk atau tidak. “Karena ya itu tadi, sertifikatnya sudah keluar,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sungguh memilukan nasib warga Kota Surabaya yang ada di kawasan Keputih Timur Pompa Air, Kelurahan Keputih Sukolilo. Hanya ingin mendapatkan air bersih, warga harus merogoh koceh hingga ratusan ribu per bulannya. Padahal penghasilan warga yang mayoritas nelayan ini tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan air bersih. Namun, demi kesehatan dan kebutuhan sehari-hari, mereka rela menanggungnya.
Kendalanya, tanah yang ditempati warga bukan tanah milik Pemkot Surabaya. Tanah itu milik Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur. Padahal warga juga sudah memegang izin pemakaian tanah sempadan saluran Keputih Kejawan itu dari Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur nomor 503.593.1/0011/111.3/2016.  Namun di lain pihak, PT Pakuwon Jati Tbk juga sudah mengantongi sertifikat di objek yang sama.
Sementara, Anggota Komisi C (Bidang Pembangunan) DPRD Kota Surabaya Vinsencius Awey menegaskan bahwa seharusnya Dinas PU Pengairan Provinsi yang melakukan inisiasi pengajuan kepada BPN untuk melakukan pengukuran kembali atas lahan milik negara yang diduga telah disertifikasi oleh pihak pengembang.
“Hal itu untuk membuktikan status sah kepemilikan lahan dan sekaligus mencari tahu kebenaran proses awal lahan yang semula milik negara, tapi herannya di kemudian hari menjadi milik pengembang (PT Pakuwon Jati Tbk, red),” katanya saat dikonfirmasi.
Kalau di kemudian hari, lanjut Awey, ditemukan ada banyak pihak yang membantu sebuah proses yang salah, menurutnya, maka harus diproses sesuai hukum yang berlaku. “Harus diseret ke ranah hukum agar menjadi pembelajaran yang berharga kepada semua pihak untuk tidak mengambil yang bukan miliknya,” ujarnya.
Terkait tidak bisanya warga mengakses air bersih, menurut Awey yakni PDAM harus memberikan layanan bantuan air bersih melalui kendaraan PDAM keliling. Ia berharap, Pemkot Surabaya menginisiasi pertemuan antara Dinas PU Pengairan Provinsi, BPN, PDAM dan pihak pengembang Pakuwon untuk menuntaskan persoalan tersebut.
“Janganlah menunda lagi, bagaimanapun warga berhak memperoleh bantuan layanan air bersih PDAM. Sehingga segala kepentingan bisa cepat dituntaskan agar masyarakat dapat terlayani dengan baik,” harap Awey.
Sementara, Manajer Sekretariat dan Humas PDAM Surya Sembada Kota Surabaya Ari Bimo Sakti mengatakan bahwa PDAM Surya Sembada memang sangat berhati-hati dalam hal pemasangan pipa tersier di lahan milik instansi lain atau pihak swasta. “Masalahnya risiko tuntutan hukum. Karena itu kami sangat berhati-hati,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Apa yang terjadi di Keputih Timur Pompa Air adalah salah satu contohnya. Hasil survei lapangan PDAM Surya Sembada, masih ada lebih dari 600 rumah di Surabaya yang tidak teraliri air karena tanah yang ditempati milik Dinas PU Pengairan atau berada di sempadan sungai. Permukiman yang belum mendapat pasokan air bersih ini antara lain di Perak Utara, Dupak, Kalisari, Karah, dan beberapa daerah lainnya.
“Tapi dari data itu, tidak seluruhnya karena masalah izin dari PU Pengairan. Ada juga yang memang belum mengajukan,” katanya.

Misteri Sertifikat Pakuwon
Kasie Pengendalian dan Pengawasan Ruse Rante Dinas Pengairan Provinsi Jatim mengakui kalau lahan itu dulunya merupakan kewenangan provinsi, setelah otonomi daerah pengelolaan diserahkan Kota Surbaya. Kendati demikian, asetnya masih dalam kewenangan provinsi.
Pada 1999, ada lahan yang dekat dengan rumah pompa air itu dan kini terdapat permukiman warga itu sudah mendapatkan izin pemanfaatan dari Dinas PU Pengairan Jatim . “Setelah itu , sempat tidak diperpanjang, tahun lalu kemudian diperpanjang kembali. Awalnya memang ada 30 KK  dan sekarang menjadi 120 KK,” jelasnya.
Selanjutnya pada 2015, lahan tersebut yang kini ditempati warga itu sudah disertifikatkan Pakuwon.  “Ternyata dalam sertifikatnya itu, hampir semua lahan disertifikatkan. Yang jadi masalah, di belakang rumah itu ada tiga atau empat patok yang sudah ketemu. Batas BPN batas tanah negara dengan tanah tambak masyarakat. Masih untung ada patoknya,” katanya.
Dikatakannya meskipun ada batas patok yang masih ada, sayangnya Pakuwon sudah menyertifikatkan lahan itu termasuk sempadan sungai. “Ketika kita ingin mengetahui kreteg desa, anehnya dari lurah tidak mau membukanya kreteg desa tersebut. Untungnya ada warga yang sudah mencopy kreteg desa, termasuk surat lurah lama yang menunjukkan kalau tanah itu tanah negara,” paparnya.
Ia pun juga mempertanyakan pada BPN terkait sertifikat seluruh lahan di wilayah tersebut. “Tidak semua tambak masyarakat itu merupakan tambak masyarakat. Padahal ada lahan yang merupakan aset dalam kewenangan provinsi,” katanya.
Dijelaskan juga, ketika diukur melalui patok,  lahan permukiman hingga sempadan sungai saat ini sekitar 40 meter dari bibir sungai. Diperkirakan total luasan 4.000 m2 dengan luasan bervariasi dari bibir sungai. “Ada yang  30 meter dan ada 40 meter, namun rata-rata 40 meter,” ujarnya.  [geh.rac]

Tags: