Laboratorium Manajemen Sumber Daya Manusia

kinerja-rendahDiasuh  Tim BDK Surabaya
Dr. H. Muchammad Toha, M.Si.
Aziz Fuadi, S.Sos., M.S.M.
Harian Bhirawa bekerja sama dengan Laboratorium Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Balai Diklat Keagamaan Surabaya menerima konsultasi tentang  manajemen SDM, mulai dari perencanaan, penempatan, pengembangan sampai dengan pemberhentian karyawan. Laboratorium ini juga mengupas tentang masalah-masalah lain yang berkaitan dengan issue Manajemen SDM, seperti motivasi, kepuasan kerja, konflik, stress kerja dan masalah lain yang dihadapi karyawan.  Kirimkan surat anda melalui email ke bdk_surabaya@kemenag.go.id. Surat juga bisa dikirim ke email: harian_bhirawa@yahoo.com dengan subjek surat “Laboratorium Manajemen SDM”. Kami akan dengan senang hati menjawab surat yang anda kirimkan dan memecahkan masalah yang Anda hadapi.
Mengatasi Anggota Tim yang Berkinerja Rendah
Pertanyaam:
Bapak Pengasuh, saya Santi dari Gresik, saya adalah seorang PNS pada sebuah kementerian. Lembaga tempat saya bekerja  seringkali membentuk tim untuk menyelesaikan pekerjaan yang bersifat sementara. Pada tim tersebut terdapat ketua, wakil ketua, sekretaris dan 2 orang anggota dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Sayangnya, seringkali anggota tim tidak menjalankan fungsinya sesuai dengan tanggung jawabnya sehingga saya dan teman saya tidak jarang memback up pekerjaan tersebut. Celakanya, saya dan teman saya yang tergolong masih yunior di tempat saya bekerja menjadi sasaran empuk dari mereka yang berkinerja rendah dalam tim. Kami tidak bisa menolak tanggung jawab tersebut karena pada akhirnya atasan kami menyuruh kami menyelesaikan pekerjaan yang terbengkelai. Bagaimana pengasuh mengatasinya?
Jawab:
Ibu Santi, tim dibentuk untuk menghasilkan kinerja yang tinggi dibandingkan dengan jika pekerjaan dikerjakan secara individu. Maka idealnya dalam sebuah tim akan terjadi sinergitas kinerja. Namun dalam praktiknya, tidak semua tim yang dibentuk akan menghasilkan kinerja yang tinggi. Seringkali tim hanyalah sebuah nama namun realitanya adalah kerja kelompok di mana masing-masing anggota yang ada di dalamnya mengerjakan pekerjaan yang bersifat individual sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dalam kelompok tersebut. Padahal kerja tim bukanlah kumpulan kerja individual dalam sebuah kelompok, melainkan kerja yang dilakukan secara integratif dalam sebuah kelompok.  Karenanya, roh kerja tim masih belum didapat. Apalagi ada anggota tim yang berkinerja rendah atau tidak berkinerja. Maka tujuan pembentukan tim tak akan tercapai.
Pemilihan Anggota Tim
Sebelum tim dibentuk, idealnya perlu ada seleksi anggota tim. Anggota dipilih berdasarkan kompetensinya dan kemauannya untuk  ikut berperan dalam tim, sehingga anggota tim yang ada dimungkinkan mampu bekerja sama dengan kinerja yang tinggi.  Namun,  dalam lingkungan kerja,  seringkali sesuatu yang ideal itu  tidak terjadi. Selalu  saja ada masalah dalam tim yang dibentuk. Mulai dari anggota yang tidak berkinerja, perbedaan pandangan, komitmen yang rendah terhadap tim hingga timbulnya kinflik internal dalam tim
Pada masalah yang dihadapi ibu Santi, terdapat masalah penting dalam tim yang perlu dipecahkan; yaitu anggota yang berkinerja rendah, masalah senioritas anggota dan kurang tegasnya pemimpin dalam mengatasi masalah tim.  Masalah tersebut bisa pengasuh jelaskan sebagai berikut.
Meningkatkan Kinerja Anggota Tim
Ketika terbentuk tim dengan anggota sesama rekan kerja yang telah dikenal sebelumnya, maka terdapat keleluasaan dari anggota untuk menunjukkan sikap dan perilakunya. Sedangkan jika antar anggota tim belum mengenal perilakunya satu dengan yang lain maka diperlukan proses adaptasi dan sosialisasi. Sebenarnya terdapat nilai tambah  yang menjadi modal sosial bagi tim jika anggota tim sudah saling kenal yaitu lancarnya komunikasi anggota dalam tim sehingga mereka mudah bekerja sama. Namun efek negatifnya adalah bagi mereka yang kurang mempunyai komitmen terhadap tim,  mereka akan menampilkan sikap dan perilaku kontra  produktif secara terang-terangan. Apalagi anggota tersebut termasuk pegawai yang tergolong lebih senior yang secara psikologis mempunyaai keleluasaan dalam menunjukkan sikap dan perilaku tersebut. Maka bagi anggota yang lebih yunior ada perasaan canggung untuk mengingatkannya  sehingga mereka akan bertoleransi terhadap ketidakproduktifan anggota yang lebih senior.
Untuk mengatasinya, pada saat awal terbentuk tim maka perlu dibuat aturan bersama dan komitmen untuk ikut bertanggung jawab terhadap keberhasilan tim. Ketua tim perlu menggali dari anggota apa ide-ide yang bisa disumbangkan untuk keberhasilan tim. Perlu juga dijelaskan implementasi aturan pada tataran teknis dan akibat jika aturan tersebut dilanggar. Ketika aturan telah terbentuk dan disepakati, dibuat prosedur dan standar kerja  yang menjadi pedoman bagi anggota tim dalam menjalankan tugasnya. Perlu juga pembahsan tentang mekanisme pembagian kerja, penyelesaian masalah ketika terjadi konflik dalam tim atau penggantian peran jika anggota tim tidak mampu menjalankan tugasnya akibat kondisi yang tidak disengaja.
Jika aturan telah terbentuk, terdapat komitmen bersama dan setiap anggota telah memahami bagaimana bekerja dalam tim, maka biasanya pekerjaan tim akan mampu diselesaikan sesuai dengan rencana. Namun, pada kenyataannya selalu saja ada pengecualian sehingga munculnya tim yang tidak ideal dengan satu atau dua orang anggota yang tidak berperan menjadi fenomena yang senantiasa  ada. Jika hal itu terjadi maka anggota tim perlu membicarakan masalah tersebut secara bersama-sama. Ketua tim perlu menjelaskan secara terus terang  bahwa tim tidak akan berkinerja tinggi jika  anggota ada yang tidak berkinerja. Ia juga perlu menanyakan secara terbuka apa masalah yng dihadapi anggota sehingga anggota terrsebut berkinerja rendahb atau bahkan tak berkinerja.
Bagaimana jika yang berkinerja rendah adalah ketua tim karena ia dipilih berdasarkan senioritasnya? Jika hal itu terjadi maka harus ada anggota yang menjadi peran pengganti dari ketua tim yang mampu mengendalikan dan mengelola tim agar sukses dalam menjalankan tugasnya. Dibutuhkan kesadaran dan komitmen tinggi bahwa tim harus berhasil meskipun ketua tim tak mampu menjalankan tugasnya. Maka sisa anggota yang berkinerja tinggi perlu membagi peran agar pekerjaan tim tak terbengkelai dengan mengoptimalkan kinerja pada tiap individu. Soliditas antar sisa anggota yang berkinerja menjadi kunci bagi sinergitas kinerja agar tim mencapai keberhasilan.
Perlunya Ketegasan dari Pemimpin
Pembentukan tim untuk menangani masalah tertentu tak lepas dari peran pemimpin yang ada pada sebuah lembaga. Selain sebagai sosok yang mampu merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan dan mengawasi kinerja bawahannya, ia harus mampu mempengaruhi bawahannya agar mereka berkinerja dengan baik.  Misalnya meskipun secara umur dan lama bekerja ia lebih yunior dibandingkan bahwannya namun, posisinya sebagai pemimpin mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk  mengelola bawahannya agar berkinerja dengan baik, apakah pekerjaan yang berbentuk tim ataukah yang bersifat individual. Karenanya, perlu ketegasan seorang pemimpin dalam  bertindak demi keberhasilan lembaga. Ketegasannya dalam mengambil sikap akan menjadi catatan tersendiri bagi bawahan sehingga ia tidak akan dipandang bawahan sebagai pemimpin yang tidak punya sikap atau bahkan lemah. Sekali saja pemimpin terlihat lemah dalam mengambil  sikap, hal itu akan menjadi celah bagi bawahan untuk mengambil alih wewenang tersebut.  Meskipun secara yuridis bawahannya tidak mengambil alih wewenang tersebut, bisa jadi secara de facto wewenangnya telah diambil alih, yang dibuktikan dengan lebih percayanya bawahan terhadap rekan kerja dan mengikuti kemauan rekan kerja dibanding pemimpinnya.
Bagi seorang pemimpin, menghadapi bawahan yang lebih senior akan menjadi kendala tersendiri. Terkadang sikap ego dari  bawahan yang lebih senior  akan muncul sebagai bentuk penolakan terhadap kepemimpinannya. Sikap yang selalu berseberangan, protes, tidak menyetujui kebijakan pemimpin bahkan pertentangan biasanya akan ditunjukkan oleh mereka yang senior. Maka diperlukan tingkat pemahaman yang tinggi terhadap perilaku tersebut agar dalam mengambil keputusan, seorang pemimpin tak akan terjebak pada konflik dengan mereka sehingga justeru melupakan essensi dari tugas dan fungsi  lembaga yang dipimpinnya. Di samping itu, tetap menjaga hubungan interpersonal yang baik dengan bawahan.

                                                                                                 ————- *** ————-

Tags: