Laras Harus Digendong Menuju Ruang Ujian

Dya Ayu Larasati, siswa SMKN 1 Sidoarjo ini harus digendong ayahnya saat akan mengikuti UNBK sesi kedua di lantai dua kemarin.

Dewan Pendidikan : Infrastruktur UNBK Tak Ramah Siswa Inklusi
Dindik Jatim, Bhirawa
Layanan khusus seharusnya bisa diperoleh siswa inklusi dalam mengikuti proses pembelajaran. Tak terkecuali dalam pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) yang telah memasuki hari kedua kemarin, Selasa (3/4). Sayang sekali, tidak semua sekolah dapat memenuhinya.
Seperti yang terjadi di SMKN 1 Sidoarjo, Dya Ayu Larasati harus digendong orangtuanya untuk sampai ke tempat ujian di lantai dua. Laras, siswa jurusan teknik gambar bangunan tersebut mengalami kesulitan untuk berjalan dengan normal sejak masih kecil. Dari halam sekolah, dia didorong ayahnya menggunakan kursi roda. Untuk naik ke lantai dua, Laras digendong ayahnya.
“Memang komputernya ada di atas, jadi harus naik. Sejak kecil kondisinya sudah seperti itu. Sebenarnya bisa saja naik sendiri, tapi jalannya harus mundur,” tutur Achmad Bibit ditemui usai mengantar putrinya.
Bibit mengaku, setiap hari harus mengantar anaknya ke sekolah. Selain mengikuti ujian, Laras juga harus naik ke lantai dua saat mengikuti praktikum sekolah. “Kalau turun dia bisa turun sendiri sambil duduk,” kata Bibit.
Laras mengaku telah terbiasa dengan kondisi tersebut. Tak jarang dia naik tangga sendiri dengan cara mundur seperti yang dikatakan ayahnya. Namun, saat itu dia ingin digendong agar lebih cepat sampai ke lantai dua sehingga tidak ketinggalan ujian pada sesi kedua. Sayangnya, jadwal ujian Laras ternyata diundur lantara pada sesi pertama mengalami keterlambatan.
“Lutut saya itu kaku kalau dipakai untuk jalan, rasanya sakit kalau kena tekanan. Makanya waktu istirahat sekolah saya lebih sering di kelas. Karena belum tentu ada yang bisa membantu jalan,” tutur dia. Untuk turun dari tangga, lanjut dia, teman-temannya biasa membantu menurunkan kursi rodanya dari lantai dua. “Tapi saya turunnya sendiri sambil duduk. Kata teman-teman saya berat,” tuturnya lalu tertawa.
Selama mengikuti ujian, Laras mengaku tidak merasa ada kesulitan yang berarti. Kalau pun ada soal-soal yang sulit, dia memilih tetap mengerjakan sesuai kemampuannya. “Kelasnya sudah pakai CCTV, jadi kita maksimalkan kemampuan sendiri. Toh saya juga gak pernah nyontek,” tutur dia.
Sementara itu, Anggota Dewan Pendidikan Jatim Nuryanto menganggap sekolah telah memperlakukan siswa tersebut secara tidak manusiawi. Dewan Pendidikan Jatim turut prihatin dengan perlakuan sekolah terhadap siswa inklusif yang seharusnya mendapat layanan khusus. Sekolah yang semacam itu, kata dia, adalah sekolah yang seolah-olah inklusi namun layanannya tidak diperhatikan sehingga ramah kepada semua jenis siswa.
“Seharusnya pihak sekolah sejak awal menyiapkan infrastruktur UNBK yang sesuai dengan kondisi siswa inklusi tersebut,” tutur mantan Kabid TK, SD dan Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim tersebut.
Keprihatinan Dewan Pendidikan Jatim tersebut cukup mendasar. Sebab, dalam standar prosedur operasional UN, peserta ujian yang menyandang disabilitas membutuhkan layanan khusus atau berbeda. Termasuk bagi peserta ujian yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Saiful Rachman menuturkan, sekolah harus menyiapkan fasilitas bagi siswa inklusi. Tidak hanya lokasi pelaksanaan UNBK saja, melainkan seluruh lingkungannya juga harus mendukung. “Memang perlu perlakuan secara khusus, tapi bukan hanya soal ujiannya di lantai dua saja. Lingkungannya juga, mulai parkir sampai dengan jalan dan koridor sekolah,” pungkas Saiful. [tam]

Tags: