Maaf, SMA/SMK Tidak Gratis Lagi

Reni Astutik

Reni Astutik

Oleh :
Reni Astuti
Anggota DPRD Surabaya Fraksi PKS ; Anggota Banggar, Anggota Komisi D

Peralihan wewenang mengelola pendidikan menengah SMA/SMK sudah mulai berjalan efektif. Kepala sekolah pun telah dilantik Gubernur Jatim yang menandakan kini mereka telah menjadi personel di bawah naungan pemerintah provinsi. Tapi maaf, SMA/SMK di Surabaya dengan ini akhirnya tak lagi gratis. Ini adalah konsekuensi yang harus diterima dari amanah menjalankan UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Keterbatasan dana menjadi salah satu alasan yang cukup bisa dimaklumi. Sebab, pemprov juga harus mengelola dan menganggarkan SMA SMK dan lemabaga pendidikan khusus yang tersebar di 38 kota/ kabupaten se Jatim. Namun, bukan berarti tidak ada perjuangan untuk tetap mempertahankan pendidikan gratis. Mulai dari gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) hingga memelas kepada Gubernur Jatim agar mendapatkan tugas pembantuan. Sayang, semua usaha belum mendapat hasil seperti yang diinginkan. Lalu, apa benar usaha untuk mewujudkan pendidikan gratis itu benar-benar sudah buntu?
Sekolah gratis bukan satu-satunya perkara yang dipersoalkan.Karena dari peralihan ini, nasib GTT dan PTT juga sedang dipertaruhkan. Jika selama ini sudah memenuhi UMK melalui sokongan APBD Kota Surabaya, bagaimana ke depan. Harapan agar tingkat kesejahteraan tidak menurun dan tidak adanya pemutusan hubungan kerja menjadi hal terpenting untuk mendapatkan perhatian dan solusi terbaik. Lalu, apa benar usaha untuk menjaga kesejahteraan GTT-PTT benar-benar sudah buntu?
Dalam kalimat pengandaian, jika Pemkot Surabaya tidak semata-mata mengejar kewenangan, maka sejumlah alternatif masih bisa dilakukan. Tekadnya jelas, menyelamatkan pendidikan tetap gratis dan kesejahteraan GTT-PTT. Karena itu, kiranya perlu dalam tulisan ini saya mengingatkan kembali sejumlah alternatif pendanaan yang memungkinkan APBD Surabaya tetap bisa berpartisipasi aktif.
Pertama, Bantuan Keuangan Khusus (BKK). Saat konsultasi ke kemendagri tgl 21 Nopember 2016 diperoleh penjelasan jika mekanisme ‘bantuan keuangan khusus’ bisa dilakukan agar kebijakan sekolah gratis tetap berlanjut dan penggajian GTT-PTT bisa terpenuhi sebagaimana yang sudah berjalan hingga akhir tahun 2016. Disampaikan dalam kesempatan tersebut bahwa BKK bisa diberikan dari pemkot ke pemprov. BKK ini diatur dalam Permendagri 21 tahun 2011 tentang perubahan kedua permendagri 13 tahun 2006, pasal 47 ayat 1 dan 3 :
Di dalam permendagri 31 tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2017, mekanisme BKK juga diatur. Khususnya bagaimana mengalokasikan anggaran BKK pada APBD Surabaya sebagai pemerintah daerah yang membelanjakan maupun pada APBD Pemprov Jatim sebagai pemerintah daerah yang menerima pembiayaan.
Melalui belanja BKK yang dianggarkan di APBD Surabaya, pemprov bisa menjamin kebijakan sekolah gratis tetap berjalan. Pemkot, DPRD Surabaya, walimurid dan komite sekolah juga masyarakat luas bisa melakukan pengawasan agar kebijakan sekolah gratis tetap berlanjut saat kewenangan pengelolaan di tanganprovinsi.
Kedua, Bantuan Khusus Siswa Miskin (BKSM). Jika BKK bisa melanjutkan kebijakan sekolah gratis bagi semua siswa SMA/SMK baik siswa dari keluarga maupun siswa dari keluarga tidak mampu, formulasi BKSM menggratiskan biaya sekolah hanya untuk siswa dari keluarga tidak mampu atau siswa miskin.
Berdasar data pendidikan tahun 2016, jumlah siswa SMA/SMK Negeri dan swasta total sebanyak 126.178 anak. Dengan asumsi siswa dari keluarga tidak mampu sebesar 10% maka ada12.618 anak dari keluarga miskin yang membutuhkan intervensi pendanaan dari pemerintah. Dana yang dibutuhkan untuk 12.618 anak diperkirakan sebesar Rp45 Milyar. Dengan rincian, setiap anak dibantu Rp 300 ribu per bulan untuk keperluan iuran sekolah dan kebutuhan personal semisal seragam, transportasi dan buku.
Dalam beberapa kesempatan Pemprov Jatim menyampaikan bahwa siswa dari keluarga tidak mampu akan digratiskan. Namun kuota anggaran untuk siswa Surabaya belum secara detail diketahui berapa banyak siswa dari keluarga tidak mampu yang akan digratiskan.
Sebagaimana program bidikmisi Kemendikbud yang belum bisa mengcover semua mahasiswa/ mahasiswi warga Surabaya dari keluarga tidak mampu, yang dengan itu kemudian Pemkot Surabaya juga menganggarkan bantuan dana kuliah di APBD Surabaya tahun 2017 sebesar Rp12,3 miliar. Maka seharusnya Pemkot Surabaya juga menganggarkan pendanaan pendidikan SMA SMK bagi siswa dari keluarga tidak mampu. Pendanaan ini sebagai bentuk perlindungan hak memperoleh pendidikan bagi warga tidak mampu. UUD 45 pasal 31 ayat 1 berbunyi “setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan” dan pasal 34 ayat 1 berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Apalagi visi kota Surabaya 2016-2021 “Kota Sentosa yang berkarakter dan berdaya saing global berbasis ekologi”. Hal ini tentu membutuhkan Sumber daya manusia yang berkualitas dan itu tidak terlepas dari terjaminnya anak-anak Surabaya mengenyam pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sehingga diharapkan zero APS (AngkaPutusSekolah 0%) tercapai.
Anggaran Pendidikan SMA SMK
Persetujuan bersama DPRD dan Kepala Daerah atas Rancangan Perda APBD 2017 telah dilakukan dalam rapat paripurna DPRD, Kamis 30 Nopember 2016. Dalam rancangan Perda APBD 2017 penganggaran pendidikan menengah SMA SMK masih diformulasikan dalam bentuk BOPDA sebagaimana tahun sebelumnya ketika Pemkot Surabaya mengelola SMA SMK.
Pemprov Jatim menindak lanjuti dengan turunnya suratno. 188/23837/013/2016 perihal ‘Penyampaian Hasil Evaluasi terhadap Raperda Kota Surabaya tentang APBD TahunAnggaran 2017’.Terkait anggaran untuk sekolah menengah, dinyatakan ‘apabila penyediaan anggaran dimaksud untuk pengelolaan SMA SMK maka dilarang untuk dianggarkan dalam Raperda tentang APBD Kota Surabaya Tahun Anggaran 2017, sebagaimana UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa manajemen pengelolaan SMA SMK menjadi kewenangan Pemprov. Terhitungmulaitanggal 1 Januari 2017 berlaku efektif beralihnya kewenangan dan penganggaran pengelolaan SMA/SMK ditangan pemprov, termasukgaji PNS.
Hingga batas waktu penetapan pada 31 Desember 2016, Perda APBD Surabaya 2017 tidak menganggarkan pendanaan SMA SMK berdasar UU 23 tahun 2014, namun tetap dianggarkan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya yang bisa dipastikan tidak dapat direalisasikan/dicairkan kecuali kewenangan pengelolaan kembali ke Pemkot Surabaya.
Waktu yang tersedia hingga batas akhir penetapan Perda APBD 2017 tidak dioptimalkan untuk merumuskan formulasi pendanaan SMA SMK melalui APBD Surabaya jika kewenangan pengelolaan di Pemprov. Walikota Surabaya lebih memilih memanfaatkan waktu yang semakin pendek dengan terus berupaya ke Pemerintah Pusat agar Surabaya diberi kewenangan untuk tetap mengelola pendidikan menengah SMA SMK.
Kebijakan Berisiko
Kebijakan anggaran seperti itu beresiko karena berpijak kepada sesuatu yang tidak pasti kapan UU 23 tahun 2014 melalui dikabulkannya gugatan ke MK mengalami perubahan dimanaPemkot Surabaya kembali memiliki kewenangan mengelola SMA SMK. Jikapertimbangannya adalah untuk ‘njagani’ kalau gugatan ke MK dikabulkan, dasarnya tidak kuat karena prinsip penganggaran APBD tidak bisa mengacu kepada pijakan hukum yang belum pasti. Jika pun gugatan ke MK dikabulkan, UU 17 tahun 2003, PP 58 tahun 2005, permendagri 13 tahun 2006 dan perubahannya, membolehkan pemerintah daerah melakukan kebijakan Mendahului Perubahan Anggaran Kegiatan (MPAK). Saat Pemkot Surabaya memiliki kewenangan mengelola kembali, melalui MPAK Pemkot bisa menganggarkan kembali BOPDA SMA SMK sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.
Untuk memenuhi harapan warga kota agar kebijakan sekolah gratis tetap berlanjut seharusnya formulasi BKK menjadi pilihan. Jika tidak maka bisa dipastikan kebijakan sekolah gratis untuk semua siswa tidak bisa berlanjut di Surabaya, juga bantuan operasional untuk sekolah swasta tidak ada lagi.Gaji GTT PTT pun belum ada kepastian.
Dengan tidak dianggarkannya BKSM, jaminan pendidikan untuk siswa miskin tidak ada di APBD Surabaya tahun 2017. Resiko yang paling dikhawatirkan adalah jika ada warga kota Surabaya yang tidak bisa duduk dibangku SMA SMK karena kendala ekonomi, sementara intervensi bantuan dari APBN melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan BKSM Provinsi tidak bisa mengcover semuanya, maka APBD Surabaya tidak bisa menyentuhnya untuk membantu siswa miskin tersebut. Angka Putus Sekolah yang saat ini mendekati 0% dikhawatirkan merangkak naik.
Kualitas Pendidikan Surabaya Harus Lebih Baik
Dalam perbincangan dengan walimurid saat menggali pendapat “Apa harapannya jika di kelola Pemprov?”, diantara jawabannya adalah “sekolah gratis saja kualitas pendidikan di Surabaya berjalan baik, apalagi jika nanti harus berbayar, jangan sampai kualitas pendidikan malah menurun”. “Bagaimana jika sekolah negeri nanti berbayar?”, diantara jawabannya “jangan ada perbedaan biaya antara sekolah negeri, jangan sampai muncul pandangan ada sekolah orang kaya dan sekolah orang miskin”.
Upaya Pemkot Surabaya dalam menangani urusan pendidikan SMA SMK selama ini patut diapresiasi. Berbagai prestasi dan penghargaan yang diraih oleh siswa, sekolah, guru, kepala sekolah, mulai tingkat kota hingga internasional. Trend naik lulusan SMA masuk Perguruan Tinggi dan trend naik lulusan SMK di dunia kerja. Program dan kegiatan dibuat tidak hanya untuk mengejar keunggulan akademis namun juga memperkuat pendidikan karakter dan menggali berbagai potensi kecerdasan siswa. Bidang keagamaan, seni budaya, olahraga, lingkungan, literasi, sosial, pramuka, dan bidang lainnya. Pelajar diberi kesempatan luas untuk berekspresi dan berkreasi positif untuk membentengi ancaman bahaya narkoba, sex bebas dan kriminalitas anak. Begitu juga dalam pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 100% di 2016, Surabaya mendapat apresiasi dari Kemendikbud. Meskipun disisi lain beberapa kekurangan tentu masih ada untuk terus dilakukan upaya evaluasi dan perbaikan diantaranya peningkatan mutu pembelajaran dan capaian nilai UN yang perlu untuk ditingkatkan dengan semangat ‘Jujur harus, Prestasi Oke’.
Saat kewenangan pengelolaan SMA SMK beralih ke Pemprov, menjadi tantangan dan keharusan bagi Pemprov untuk melanjutkan pengelolaan SMA SMK di Surabaya agar semakin baik dan maju, program dan kegiatan yang sudah teruji berjalan baik semestinya bisa dilanjutkan. Kemajuan merupakan keniscayaan harapan semua orang, terutama bagi siswa, guru dan walimurid. Semoga harapan ini terwujud.
————– *** —————-

Rate this article!
Tags: