Mahasiswa Unesa Rancang Pengembangan Psikomotorik siswa SLB

Tim PKM skim Pengabdian Masyarakat Unesa sukses raih medali Emas dalam kategori Poster dengan inovasi Anti Salting “Painting Stone dalam Circuit Training” di PIMNAS ke 31 akhir Agustus lalu.

Buat Inovasi Painting Stone, Raih Medali Emas Pimnas
Surabaya, Bhirawa
Perguruan tinggi diharap dapat berperan dalam menangkap persoalan yang terjadi di masyarakat. Ide-ide solutif dan inspiratif dapat ditawarkan dalam lingkungan masyarakat.
Hal itulah yang kemudian mendorong tim program kreatifitas mahasiswa (PKM) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) untuk membuat media pembelajaran Media Paint Stone dalam Circuit Training bagi anak-anak dengan tuna netra.
Tim yang beranggotakan Febryansah Gilang Aris Pradana, Desy Trihandayani, Ida Alfa Neri, Dimas Andrean, Bela Safrina membutuhkan waktu selama lima bulan dalam penelitiannya. Alhasil, inovasi Painting Stone yang dibuat nya pun lolos di Pekan Ilmian Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke 31 dan mendapatkan medali emas kategori poster.
Dikatakan ketua tim, Febryansah Gilang Aris Pradana media pembelajaran Antisalting “Media Stone dalam Circuit Training” di rancang untuk mengembangkan keterampilan psikomotorik siswa SLB A YPAB Surabaya.
Khususnya bagi siswa tuna netra. Media pembelajaran ini menggunakan batu coral putih yang dilukis dengan berbagai gerakan antisalting secara timbul. Agar bisa diraba tuna netra.
“Kami isi dua sisi batu coral ini dengan menggunakan cat timbul. Sisi A bergambar gerakan olahraga antisalting yang akan diterapkan pada circuit training. Dan sisi lainnya ada keterangan bertuliskan Braille. Kalau mereka nggak ngerti di gambarnya, mereka bisa baca keterangannya dibalik batu coral,” ungkap dia.
Tercetusnya ide tersebut, dijelaskan laki-laki yang akrab di sapa Gilang ini karena selama penelitian yang dilakukan di SDLB YPAB Surabaya, persoalan yang ditemukan adalah minimnya pemberlajaran jasmani dan olahraga. Hal tersebut juga disebabkan karena tidak adanya media pembelajaran yang diajarkan kepada siswa. Selain itu guru olahraga juga tidak ada.
“Jadi itu berakibat ke siswa. Mereka kurang aktif dan kurang bergerak. Padahal (olahraga) ini penting untuk menjaga kebugaran tubuh mereka,” lanjut mahasiswa semester 7 Fakultas Ilmu Olahraga (FIO) ini.
Dalam perancangan media pembelajaran anti salting ini, pihaknya telah menerapkan sebanyak delapan kali pertemuan. Hasilnya, terjadi peningkatan psikomotorik siswa setelah dialkukan pre test dan post test. Di mana sebelumnya terukur 40 persen, setelah dilakukan post test naik hingga ke nilai 70,16 persen.
“Selain itu kami lihat kemandirian siswa. Di mana siswa tidak lagi bergantung pada guru dan cenderung melakukan sendiri. Instruksi yang ada di paint stone dilakukan sendiri hingga gerakan meraba dalam circuit training juga dilakukan sendiri,” jabarnya.
Circuit training sendiri, sambung dia, yaitu salah satu bentuk latihan tubuh yang terdiri atas beberapa gerakan. Seperti gerakan berjalan zig zag, merangkak, melompat, menggiring bola, menangkap bola, hingga mengambil dan meletakkna benda. Satu gerakan dilakukan selama 30 detik sampai 5 menit dan beralih ke gerakan yang lainnya. Sehingga membentuk suatu urutan latihan. Masing-masing post dalam circuit training meliputi tiga level dengan gerakan antisalting yang berbeda-beda. Jika siswa belum bisa menerjemahkan apa yang tergambar di paint stones mereka bisa mengulangi selama 4 kali.
“Media ini untuk kelas 3 sampai 5 SD. Tapi bisa juga dikembangkan untuk siswa SMP atau SMA LB,” urainya. Gilang berharap usai media pembelajaran bisa diterapkan di SDLB YPAB, baik guru maupun tenaga pendidik bisa mengajar dengan mandiri. Sebab, pelaksanaan telah disosialisasikan ke guru dan siswa. Selain itu, pihaknya juga memberikan pelatihan pembelajaran dan pelatihan dalam pembuatan painting stones.
“Jadi guru bisa membuat sendiri. Bisa mengajak siswa untuk olahraga,” pungkas dia.
Sementara itu, pendamping tim PKM Unesa, Lorry Dwi Juniarisca menuturkan ada beberapa unsure yang harus diperbaiki bahkan mengarah pada pengembangan anti salting paint stone yang dibuat oleh mahasiswa bimbingannya. Seperti pematenan dari instruksi gerak.
“Kami harap bisa mengembangkan yg paten. Sehingga seluruh Indonesia bisa menerapkan ini. Dan tidak terbatas dari uji post. Sehingga ada pengembnagan lanjutan,” katanya.

Tawarkan Bebas UKT hingga Bebas Skripsi
Komitmen Unesa dalam mendorong mahasiswanya untuk menciptakan ide-ide inovatif dan inspiratif dibuktikkan dengan berbagai hal. Mulai pendampingan tim PKM yang maju di PIMNAS hingga tawaran “bebas skripsi”.
Diungkapkan Rektor Unesa, Prof Nurhasa, saat ini Unesa tengah fokus dalam peningkatan inovasi. Khususnya menumbuhkan kesadaran akan pentingnya PKM. Utamanya PIMNAS yang semakin tinggi kompetitor dan kualitas inovasinya. Karena itu, semua perguruan tinggi di Indonesia berlomba-lomba untuk membuat lompatan agar mahasiswa dapat menyiapkan proposal yang berkualitas.
“Unesa telah melakulan beberapa strategi agar sukses PIMNAS. Kebijakan rektor tentang bebas skripsi bagi mahasiswa yang lolos PIMNAS diharapkan ampuh melecutkan semangat mahasiswa Unesa untuk berprestasi melalui PKM,” jelas dia.
Di samping itu, lanjut dia, juga ada reward berupa bebas UKT (uang kuliah tunggal) dan tabanas bagi yang mendapatkan medali. Karenanya, ia meminta agar mahasiswa Unesa aktif dan semangat dalam menulis PKM yang berkualitas.
Dukungan moril berupa, pendampingan dari tim penalaran Unesa juga dihadirkan. Baik sebelum, saat maupun pasca PIMNAS berlangsung. Semantara itu Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan dan Alumni FIO Unesa, Abdul Hafidz merasa bangga karena FIO dapat meloloskan dua PKM. Hal ini membuktian bahwa FIO juga bisa berprestasi bukan hanya pada hal olah raga yang mengandalkan otot. Melainkan juga jago dalam kepenulisan ilmiah.
“Kami memegang teguh bahwa mempertahankan lebih berat dibanding meraih. Jadi saya berupaya mendorong mahasiswa saya untuk terus belajat lebih baik lagi,” tuturnya. [ina]

Tags: