Masih Suka Ngajar setelah 40 Tahun Lebih ‘Menghakimi’

Rektor Unair Prof Nasih (paling kanan) setelah mengukuhkan secara resmi Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Prof Dr Mohammad Saleh (dua dari kanan) sebagai guru besar FH Unair, Sabtu (12/12).

Rektor Unair Prof Nasih (paling kanan) setelah mengukuhkan secara resmi Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Prof Dr Mohammad Saleh (dua dari kanan) sebagai guru besar FH Unair, Sabtu (12/12).

Wakil Ketua MA Prof Dr Mohammad Saleh Resmi Jadi Guru Besar FH Unair
Kota Surabaya, Bhirawa
Lama menjadi hakim tak lekas membuat Prof Dr Mohammad Saleh lupa dengan latar belakangnya yang juga seorang akademisi. Bahkan setelah 40 tahun lebih mengisi hari-hari dengan aktivitas menghakimi peradilan, Saleh tetap harus ke kampus. Menjadi Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
Menjadi seorang hakim agung tentu bukan pekerjaan mudah dan biasa. Risikonya besar, setiap putusan akan selalu ada yang kalah dan menang. Yang kalah biasa menghujat, memaki, sampai melakukan kekerasan fisik. Begitulah kesan yang disampaikan Prof Dr Mohammad Saleh yang kini duduk sebagai Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) bidang yudisial. Sabtu (12/12) lalu, dia resmi menjadi guru besar.
“Saya senang mengajar. Saya suka membagikan pengalaman saya itu kepada mahasiswa dan memotivasi mereka untuk menjadi hakim yang baik. Saya selalu bilang, jadi hakim itu risikonya besar,” papar suami Sri Murti Rahayu ini.
Saleh memang bukan orang yang baru terjun di dunia pendidikan. Mengajar sebagai dosen sudah dia lakukan sejak 1970-an. Perjalanan karir Prof Saleh dimulai ketika ia lulus dari FH UNAIR pada 1970. Setelah lulus, ia diangkat menjadi asisten dosen di FH UNAIR. Kemudian pada 1971 diterima menjadi Cakim di Pasuruan. Di sana, ia juga menyalurkan passion-nya di bidang pendidikan dengan menjadi dosen di IAIN Sunan Ampel Pasuruan sepulang kerja di PN Pasuruan.
Ayah dari tiga anak ini juga pernah mengajar di beberapa universitas di Indonesia, di antaranya UB, Unmuh Malang, Universitas Merdeka, Widyagama, dan Universitas Tarumanegara Jakarta. Baginya menjadi hakim adalah pekerjaan dan menjadi pengajar adalah hobi. Ia pun berharap, setelah pensiun dari hakim agung ia bisa mengabdikan dirinya di dunia pendidikan.
Pada pengukuhannya sebagai guru besar, peraih gelar Doktor di Unpad ini menyampaikan orasi ilmiah berjudul ‘Problematika Titik Singgung Perkara Perdata di Peradilan Umum dengan Perkara di Lingkungan Peradilan Lainnya’.  Orasi itu diangkat lantaran kegelisahannya melihat sejumlah persinggungan antara kewenangan peradilan.
Sebagai contoh, persinggungan antara Pengadilan Negeri dengan Pengadilan Niaga, putusan Pengadilan Negeri Bandung memutuskan suatu aset dengan SHM Nomor 1175/Kelurahan Geger Kalong adalah milik penggugat dan tidak ada hubungannya dengan aset Si Pailit. Sementara Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta memutuskan bahwa tanah dan bangunan dengan SHM Nomor 1175/Kelurahan Geger Kalong adalah aset debitor pailit. Putusan Pengadilan Niaga ini berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU. Dengan adanya dua putusan yang berbeda tersebut, maka putusan Pengadilan Negeri Bandung tidak dapat dilaksanakan. Untuk itu, masyarakat yang mencari keadilan bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung sehingga mendapatkan keputusan final.
Rektor Unair Prof Dr M Nasih mengatakan, pengangkatan Prof Saleh sebagai guru besar didasarkan pada keilmuwan dan pengalaman yang melekat padanya. Praktik dan teori tentang hukum sudah sangat melekat pada sosok Saleh.
“Beliau pantas menerima anugerah guru besar ini. Harapannya beliau bisa turut membangun Indonesia melalui aspek hukum,” papar Nasih.
Kesan serupa juga diungkapkan Ketua MA Prof Dr Hatta Ali. Dia berharap koleganya itu bisa mengabdikan dirinya dengan baik. Saleh sebagai hakim yang sudah lebih dari 40 tahun ini bisa mengembangkan pengalamannya dengan dengan teori di kampus. “Pengalamannya menjadi hakim sangat dibutuhkan untuk bisa menyatukan antara teori dan praktik,” ungkap Hatta Ali.
Pengacara tenar Hotman Paris Hutapea juga hadir dalam pengukuhan tersebut. Hotman yang telah mengenal Prof Saleh selama 20 tahun pun mengatakan, bahwa Saleh pantas menerima penghargaan ini. “Cocok. Pengalamannya sudah lama. Universitas butuh guru besar yang benar-benar ahli praktisi,” pungkasnya. [Adit Hananta Utama]

Tags: