Melancarkan Tunjangan Guru

xnewss_karikatur guruSyukur, TPP (Tunjangan Profesi Pendidik) sudah dicairkan mulai hari ini. Tetapi belum semua guru bisa segera menerima TPP, karena masih diutamakan guru PNS. Padahal sebenarnya guru swasta, terutama guru madrasah sudah menunggu-nunggu. Bahkan TPP guru PNS pengajar agama masih terkatung-katung tak menentu selama beberapa tahun. Terhadap guru agama PNS, pemerintah masih  “menunggak” sampai trilyunan rupiah.
Secara umum, kesadaran kependidikan saat ini sudah sangat baik, termasuk sistem pembinaan profesi dan penghasilan yang memadai. Kesejahteraan makin meningkat. UU 20 tahun 2003 pasal 40 ayat (1) huruf a, mengamanatkan kepantasan tingkat penghasilan dan jaminan kesejahteraan guru. Pada pasal 40 ayat (1) pula (huruf c), guru diberi hak meningkatkan karir sekaligus tuntutan pengembangan kualitas kompetensi.
Bahkan UU Sisdiknas, pasal 41 ayat (3) yang secara tekstual berbunyi : “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.” Artinya bukan hanya guru yang mesti ditingkatkan, melainkan juga lembaga sekolah.
Bahkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, pemerintah (dan pemerintah daerah) memiliki kewajiban. Yakni beban kewajiban untuk menyelenggarakan dan memfasilitasi kompetensi tenaga pendidik. Berdasarkan pasal 12 ayat (2) huruf d, PP itu, pemerintah menyeleggaraan UKG (Uji Kompetensi Guru). Kelak, sertifikasi hasil UKG akan menjadi syarat mengurus TPP guru.
TPP merupakan alokasi anggaran bersumber dari APBN, dengan nomenklatur dana transfer daerah. Alurnya, dari kas negara langsung ke kas daerah kabupaten dan kota. Tetapi selama beberapa tahun pencairannya lambat. Sampai ada yang mengendap menjadi sisa anggaran, mencapai Rp 6 trilyun lebih. Pada sisi lain ironisnya, terdapat kekurangan realisasi TPP sebesar Rp 4,3 trilyun lebih. Konon penyebabnya pada birokrasi di Pemerintahan Kabupaten dan Kota.
Banyak Pemkab dan Pemkot menunda pencairan TPP! Ini aneh, karena TPP sangat diharapkan, dan selalu ditanyakan (oleh guru-guru) kapan turun? Padahal pada saat pencairan pengurusan administrasinya tidaklah gratis. Guru penerima TPP manut saja tunjangannya dipotong biaya administrasi. Seharusnya, nominal TPP guru setara gaji pokok tahun sebelumnya. Tetapi setelah dipotong biaya-biaya, termasuk pajak penghasilan, terasa kecil.
Namun apapun saat ini guru (PNS) memiliki penghasilan cukup memadai, dibanding pekerjaan lain. Apalagi dengan jam kerja sebatas setengah hari (tak lebih dari 360 menit) per-hari. Jika ditotal selama sepekan, tak sampai 30 jam seminggu. Bandingkan dengan jam kerja PNS (kedinasan lain) rata-rata mencapai 36 jam seminggu. Selain gaji, juga diberikan tunjangan profesi. Bahkan dalam kenaikan pangkat, guru lebih cepat dibanding PNS lain. Jika dibanding tenaga pendidik non-PNS, maka guru negeri dalam posisi cukup  “dimanjakan.”
Kondisi berbeda dialami guru-guru non-PNS di sekolah swasta. Rata-rata masih bernasib mengenaskan. Lebih lagi guru madrasah swasta, di daerah terpencil pula. Sehingga seharusnya guru sekolah negeri wajib meningkatkan diri, dalam hal kompetensi maupun citra mentalitas. Misalnya, sudah banyak keluhan orangtua murid, bahwa guru sekolah negeri masih ngobyek berjualan buku LKS. Atau, banyak guru negeri suka ngelencer (walau lepas jam mengajar) belanja ke mal pada saat PNS lain masih sibuk bekerja.
Padahal UU Sisdiknas pasal 40 ayat (2) huruf -a mengamanatkan beberapa kewajiban keniscayaan. Dinyatakan,: “Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.” Namun sangat sedikit guru yang mampu memenuhi amanat itu. Lebih lagi saat ini guru memiliki pesaing dari lembaga bimbingan belajar. Tutor, terkesan lebih cerdas (kompeten) dalam keilmuan dan lebih melayani.

———- 000 ———-

Rate this article!
Tags: