Membina Timnas Belia

Timnas U-16, baru saja meraih podium tertinggi sepakbola tingkat Asia Tenggara piala (AFF Championship), bagai penglipur dahaga juara. Selanjutnya diperlukan pembinaan lebih sistemik mengangkat harkat ke-sepakbola-an yunior. Kelompok umur di bawah 21 tahun, patut memperoleh perhatian lebih. Berbagai prestasi menunjukkan pengharapan. Termasuk timnas Indonesia U-14 yang pernah menjadi runner-up kejuaraan dunia.
Gothia Cup, tahun 2013, merupakan ajang prestasi kelas dunia. Di kota Gothenburg, Swedia, diselenggarakan piala dunia sepakbola generasi penerus, U-10 sampai U-19. Even internasional ini disebut-sebut sebagai “obor” spirit dunia sepakbola. Sekaligus potret per-sepakbola-an masa depan, 5 sampai 10 tahun mendatang. Indonesia mengirim tiga tim “garuda belia,” U-14, U-16 dan U-19. Ternyata, U-14 sukses meraih runner-up (setelah kalah dalam adu penalti oleh tim dari Slovenia).
Piala sepakbola di kota Ghotia ini diselenggarakan dengan nama kotanya, Gothia Cup. Sudah berlangsung sejak tahun 1975 lalu, namun beberapa kali penyelenggaraan terkendali cuaca (dingin). Even ini merupakan turnamen usia muda terbesar di dunia, diikuti puluhan negara dan ribuan pemain. Pemerintah dan kerajaan Swedia agaknya, berkomitmen merutinkan Gothia Cup, sekaligus memakmurkan sektor ke-pariwisata-an.
Prestasi (runner up U-14 Gothia Cup), diukir oleh tim hasil seleksi Liga Kompas Gramedia (LKG). Di dalamnya terdapat peran ASIOP (Akademi Sepakbola Inti-Nusa Olah Prima Asia Pacifik-INTI). Lembaga ini merupakan sekolah sepakbola yang bermarkas di lapangan A Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Dalam catatan prestasi, sekolah sepakbola ini pernah menjadi runner-up turnamen Manchaster United PC di Indonesia, setelah kalah tipis 1-0 dari tim Jawa Timur.
Sebelum melangkah ke final, pada pertandingan sebelumnya (17 Juli), ASIOP mengalahkan tim tuan-rumah (Sandakens Sorfors SK) dengan skor telak 7-0. Pada pertandingan itu, pemain remaja (masih kelas 2 SMP) berbakat Reza M Ilham, mencetak hat-trick, memborong tiga gol. Tetapi pada adu penalti (dalam final U-14), Reza malah gagal menyarangkan bola ke gawang tim Slovenia. Tetapi kegagalan meraih podium tertinggi terobati dengan terpilihnya Muhammad Firman sebagai pemain terbaik.
Prestasi sebagai runner-up piala (dunia) Gothia Cup seolah-olah menjadi pengharapan. Itu setelah timnas senior berkali-kali tersungkur di berbagai even tunggal (sepakbola) internasional. Lebih lagi sistem kompetisi (LSI dan LPI) saat itu, belum akur benar. Begitu pula divisi utama (serta divisi yang lebih bawah), belum menunjukkan potensi rill. Sistem kompetisi secara umum masih terbelit banyak masalah: pendanaan, pembinaan berkelanjutan, sampai ke-administrasi-an dan politik dependensi parpol.
Sesungguhnya prestasi sepakbola diluar timnas senior, masih cukup memadai. Banyak remaja telah terekam bakatnya. Juga ketetapan (hati) sebagai pemain sepakbola profesional, mestilah memperoleh perhatian sepadan. Nama-nama seperti Muhammad Firman, dan Reza M. Ilham, patut memperoleh apresiasi. Serta bakat penjaga gawang timnas U-14 yang tak pernah kebobolan sampai adu penalti dalam final Gothia Cup (Ryan Ardiansyah) patut memperoleh pembinaan lanjutan.
Realitanya, pada timnas U-16, terdapat delapan “alumni” timnas peraih runner-up Gothia Cup. Empat diantaranya menjadi pilar terpenting timnas U-16 dalam AFF Championship. Yakni, satu bek (Yudha Febrian), serta tiga gelandang (Andre Oktaviansyah, Amanar Abdillah, dan M Supriadi). Terbukti masih padu di lapangan tengah. Maka nama-nama lain se-alumni Gothia Cup, patut ditelisik, untuk membentuk timnas lebih kokoh.
Timnas U-16 yang sukses pada piala AFF Championship, akan diandalkan pada kejuaraan tingkat Asia, di Malaysia, September mendatang. Jam terbang (sering bertanding), akan menjadi bekal strategis, selain mutualisme antara pelatih tim dengan anak asuhnya.

——— 000 ———

Rate this article!
Membina Timnas Belia,5 / 5 ( 1votes )
Tags: