Memiliki Rumah Layak bagi MBR, Kini Bukan Mimpi Lagi

Sinergi Disnaker Kabupaten Malang, BTN Kantor Cabang Malang, BPJS Ketenagakerjaan Cabang Malang serta developer property setempat membuat mimpi MBR memiliki rumah akan segera menjadi kenyataan.

Memiliki rumah yang layak tentu menjadi impian semua pekerja termasuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kalangan MBR khususnya pekerja di sektor informal selama ini relatif tidak dilirik kalangan pengembang dan perbankan bahkan cenderung diabaikan. Namun itu dulu, hari ini, para pekerja informal dan kelompok MBR lainnya layak tersenyum, karena memiliki rumah layak bukan lagi impian.

Oleh:
Wahyu Kuncoro, Wartawan Bhirawa

“Kami bersinergi dengan BTN Kantor Cabang Malang, BPJS Ketenagakerjaan Cabang Malang serta developer property untuk memenuhi kebutuhan rumah pekerja informal,” ujar Kepala Disnaker kabupaten Malang, Drs Yoyok Wardoyo MM, Jumat (20/1).

Menurut Yoyok, ide melakukan sinergi menghadirkan perumahan layak untuk MBR baik pekerja formal maupun pekerja informal tersebut terinspirasi dari statement Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Arfiansyah Noor beberapa saat lalu saat ulang tahun Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi).

Dalam statement Wamenaker tersebut kata Yoyok, disebutkan sekitar 76 persen pekerja sektor informal belum memiliki rumah yang layak. Ini yang mendasarinya untuk berupaya mewujudkan Rumah Bersubdisi bagi pekerja.
“Kemudian kami menindaklanjuti dengan mencari terobosan yang menjadi inovasi dari Disnaker untuk mewujudkan rumah idaman bagi pekerja formal dan informal. Bagi pekerja migran Indonesia (PMI) atau pekerja pabrik misalnya,” bebernya gamblang.

Selanjutnya, untuk merealisasikan hal itu, pihaknya bertindak cepat dengan menggandeng instansi-instansi yang terlibat. Developer property yang dipilih juga atas rekomendasi. “Kami sudah sosialisaskan kepada para human resource development (HRD) berbagai perusahaan yang berada di wilayah Pakis, Karangploso, Singosari dan Lawang,” terang pria ramah tersebut.

Menurutnya, pengembang selain PT Bhavana Mitra Abadi diharapkan memberikan fasilitas dan kemudahan dalam memberikan rumah bagi pekerja informal atau PMI di luar negeri. Program ini lanjutnya, mendorong karyawan untuk mendapatkan rumah.

“Program ini merupakan komitmen kami untuk mulai ikut memperjuangkan rumah idaman bagi pekerja. Selanjutnya, saya berusaha menggandeng Apersi dan akan dilakukan bertahap hingga terwujudkan semua memiliki rumah,” tegasnya. Kepala BTN Kantor Cabang Malang Surasta menjelaskan pihaknya siap mendukung program sinergi lintas instansi yang disebut program piloting.

“Kami berharap dengan hadirnya program tersebut dapat memberikan dorongan untuk meningkatkan produktivitas kerja bagi karyawan. Karena ada kewajiban berupa cicilan rumah sehingga user lebih giat lagi dalam bekerja,” kata Surasta.

Apabila program ini berhasil, selanjutnya BTN akan menggandeng organisasi yang menaungi PMI, Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati). “Harapan kami nanti menjadi program nasional, hal ini perlu kita bangun,” ujar Surasta.

Lebih lanjut menurut Surasta, dunia perbankan saat ini sekarang ini masih banyak yang fokus bisnisnya melayani sektor formal. Padahal, menurut Surasta sektor informal potensinya juga sangat besar. Untuk itu, perseroan terus melakukan inovasi membuat berbagai skema agar layanan perbankan bisa dinikmati pekerja informal, khususnya penyaluran kredit.

“Untuk pembiayaan rumah khususnya rumah subsidi sekitar 93 persen (dinikmati oleh pekerja formal), sedangkan sektor informal baru 7%. Untuk itu BTN terus mencari skema yang bisa mempermudah pekerja informal bisa menikmati pembiayaan dari BTN,” jelas Surasta.

Menurut Surasta, salah satu skema yang ditawarkan pemerintah dan BTN dalam pembiayaan rumah untuk pekerja informal adalah Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT). “Dengan produk ini, pekerja informal hanya perlu menabung di BTN selama tiga bulan, setelah memenuhi syarat maka mereka bisa mengajukan permohonan KPR BP2BT,” jelas Surasta lagi.

BTN Siapkan Skema Khusus SSO
Dikonfirmasi terpisah, Direktur Consumer BTN Hirwandi Gafar menembahkan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk akan menyiapkan program bagi kelompok rumah subsidi bernama Staircasing Shared Ownership (SSO). Melalui skema tersebut, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) bisa memiliki hunian dengan biaya awal yang lebih terjangkau dan menyesuaikan kemampuan ekonomi.

Menurut Hirwandi Gafar Staircasing Shared Ownership (SSO) merupakan perpaduan antara skema sewa dan kepemilikan. SSO dapat digunakan untuk memiliki hunian yang berbentuk bangunan bertingkat seperti rumah susun.
“Staircasing Shared Ownership juga menjadi jawaban agar pembiayaan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah tidak selalu membebani APBN. BTN siap mendukung skema ini, sehingga mempermudah masyarakat Indonesia untuk memiliki rumah,” ujarnya lagi.

Menurutnya saat ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah banyak mendukung perumahan bagi MBR, melalui program subsidi bunga, subsidi uang muka, fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan, dan bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan. Hadirnya SSO, lanjut Hirwandi, akan menjadi opsi metode baru yang tidak membebani Kementerian PUPR dan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

“Skema ini juga membuat dana yang ada bisa dipakai untuk menyediakan lebih banyak perumahan bagi masyarakat khususnya yang berpenghasilan rendah,” ucapnya. Adapun skema SSO, satu hunian dapat dimiliki oleh dua pihak, yakni masyarakat dan pemilik gedung. Pada tahap awal, masyarakat yang mau memiliki hunian tersebut, dalam menyewa terlebih dahulu.

Pada tahap berikutnya, MBR dapat mengambil skema KPR untuk memiliki hunian yang ditinggalinya. Nantinya, perubahan skema dari sewa ke KPR tersebut akan menyesuaikan dengan peningkatan ekonomi masyarakat tersebut.

Pakar properti dan perumahan dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Dr Machsus Fawzy menjelaskan KPR subsidi yang disalurkan pemerintah memiliki beberapa skema di antaranya KPR BP2BT yang bisa memungkinkan diakses oleh kalangan pekerja informal.

Selama ini pembiayaan perumahan dari perbankan hanya menyasar kalangan pekerja formal. Hal ini tidak mengherankan karena pekerja formal memudahkan bank melakukan taksasi maupun melihat kemampuan mencicil debitur melalui slip gaji yang diterbitkan perusahaan.

Di sisi lain, pekerja informal yang jumlahnya jauh lebih besar tidak memiliki akses karena dianggap tidak bankable padahal banyak dari kalangan pekerja informal yang memiliki kemampuan mencicil cukup besar. Segmen pekerja informal hingga saat ini masih terus dicarikan cara untuk bisa mengakses pembiayaan bank untuk membeli rumah.

Lantaran itu, jelas Machsus, pihaknya mengapresiasi langkah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama PT Sarana Multigriya Finansial Persero (PT SMF) Memorandum of Understanding (MoU) pembentukan Sekretariat Ekosistem Pembiayaan Perumahan.

Menurut Machsus, ekosistem pembiayaan perumahan dibentuk untuk dapat bersama mencari solusi atas permasalahan-permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan perumahan untuk masyarakat.
“Penyediaan perumahan dihadapkan pada tantangan yang besar untuk menyelesaikan 12,71 juta backlog rumah tangga. Sementara para pemangku kepentingan dalam perumahan sangat banyak, diantaranya ada Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, BP Tapera, Bank Pelaksana penyalur pembiayaan perumahan, dan juga pengembang penyedia perumahan. Sehingga dengan dibuatnya ekosistem ini sebagai sekretariat bersama dapat menyeleraskan langkah agar hasilnya lebih optimal,” kata Machsus.

Sekretariat Ekosistem Pembiayaan Perumahan jelas Machsus diharapkan dapat menjadi fasilitator sarana koordinasi dan kolaborasi antar anggota ekosistem pembiayaan perumahan, sehingga para pemangku kepentingan di bidang perumahan dapat semakin solid dalam mengembangkan berbagai inisiatif dan inovasi pembiayaan perumahan.

“Salah satunya dalam perluasan akses Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) kepada hunian vertikal di wilayah perkotaan melalui skema Rental To Own (RTO) dan Staircasing Shared Ownership (SSO). Jadi para pekerja mandiri atau komunitasnya bisa memperoleh rumah dengan lebih mudah,” kata Machsus. Machsus berharap agar sekretariat ekosistem pembiayaan perumahan dapat melihat semua permasalahan dengan jernih, terutama dalam berinovasi di bidang pembiayaan. [why]

Tags: