Memperkuat Korps Bhayangkara

foto ilustrasi

“Biar lambat asal selamat.” Begitu tamsil pepatah, untuk meng-ungkap kemanfaatan menyelesaikan pekerjaan yang tertunda. Terasa sesuai untuk peringatan hari Bhayangkara (1 Juli) ke-71. Karena pada ulangtahun Kepolisian RI, seluruh anggota Polri dalam suasana kerja keras meng-amankan arus balik lebaran. Lebih lagi pada detik-detik menjelang hari ulangtahunnya, Polri bagai menerima “kado” yang tak di-inginkan. Dua anggotanya ditikam teroris lone wolf, di dekat markas besar kepolisian.
Serangan terhadap kepolisian makin kerap terjadi. Di Polda Sumatera Utara, sampai terjadi korban jiwa anggota Polri. Maka memperingati hari Bhayangkara tahun ini, patut dijadikan momentum “memperkuat” Polri. Sekaligus membangun citra Polri sebagai garda terdepan korps keamanan dan ketertiban masyarakat. Pembangunan citra, bukan sekadar retorika, melainkan dengan kinerja penegakan hukum lebih berkualitas.
Banyak Mapolres, dan pos-pos polisi disatroni. Terutama menjadi incaran gerakan teroris yang geram dengan kinerja Polri yang makin bagus. Sudah banyak teroris tertangkap sebelum beraksi. Termasuk kelompok radikal di Surabaya dan Lamongan. Tetapi banyak komunitas radikal “bersembunyi” di balik perundang-undangan. Sehingga tidak bisa dibubarkan. Padahal realitanya, kelompok radikal selalu memperluas jaringan. Bergerilya merekrut anggota.
Maka tidak bisa tidak, seluruh jajaran kepolisian mestlah lebih meningkatkan rasa aman jajaran internal. Pemerintah (presiden) berkewajiban meningkatkan keselamatan anggota Polri, melalui seragam peralatan operasional. Masuk dalam SOP (Standard Operational Prosedure). Walau konsekuensinya dengan menambah anggaran operasional kepolisian. Pada sisi lain, tingkat kesejahteraan polisi mestilah lebih terjamin, dengan remunerasi yang halal.
Penegakan hukum menjadi beban utama Polri, sesuai amanat konstitusi. Walau bukan “malaikat,” dan bukan pula Superman, polisi mengemban tugas cukup berat. UUD pasal 30 ayat (4) secara spesifik menyebut “kepolisian negara RI sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum.” Beban kenegaraan yang cukup berat.
Harus diakui, sebagai garda terdepan urusan kamtibmas dan penegak hukum, polisi mestilah berbenah. Tugas terasa makin berat, karena rasio jumlah polisi masih sangat kurang. Gajinya juga kurang memadai, peralatan sarana tugasnya pun masih minimalis. Bahkan sering, dukun membantu tugas kepolisian karena alat deteksi tak memadai. Ini tentu tidak profesional, bisa berpotensi penyelewengan wewenang.
Polisi, secara umum masih menjadi pengharapan masyarakat. Hanya sebagian kecil yang berlaku bagai “duri dalam daging,” seperti aparatur lain. Rentan menghadapi sangkaan tindak pidana korupsi. Karena sistem yang busuk, dan penegakan hukum yang kelewat genit (tidak independen). Maka seluruh pejabat bisa masuk bui. Orang baik-baik (dan polisi yang baik) sekalipun. Tetapi banyak pula Jenderal polisi berbadan kurus, tidak memiliki rekening gendut. Juga banyak pula jenderal polisi aktif dalam dakwah keagamaan.
Kenyataannya, sangat mudah membidik aparat negara (dan kepolisian) untuk di-“tipikor”-kan. Pejabat dan perwira kepolisian (mulai mabes sampai Polsek) bisa habis karena tren “tipikorisasi.” Tindak pidana korupsi (tipikor) menjadi “hantu” paling menyeramkan seluruh penyelenggara negara. Sudah banyak perwira polisi (antaralain berpangkat Komjen dan Irjen) masuk bui.
Sebagai garda terdepan penegakan hukum, polisi wajib menjamin seluruh proses hukum merupakan hal lazim dan inti ke-profesi-an. Termasuk upaya Pra-peradilan (dan PTUN) terhadap kinerja polisi. Karena setiap tersangka memiliki hak sejak awal. Yakni, berupa bebas dari penganiayaan fisik maupun psikis. Hak tersangka sebagai warga negara, dijamin konstitusi (UUD), setara dengan tugas kepolisian yang berdasarkan UUD.
Polisi seyogianya lebih meningkatkan kerjasama dengan masyarakat. Program silaturahim dengan tokoh masyarakat, akan membantu polisi menunaikan tugasnya dengan dukungan partisipasi publik.

                                                                                                                         ———   000   ———

Rate this article!
Tags: