Mempertahankan Megengan

PWNU Jatim menggandeng anak-anak yatim piatu untuk membagikan sebanyak 1.440 kue apem dalam rangka megengan menyambut Nisfu Syakban, Sabtu (20/4) petang.

Ramadhan 1441 Hijriyah, sudah terasa, namun bagai kehilangan magnitude karena pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Megengan sebagai persiapan (perilaku) bulan Ramadhan, menjadi hari ke-prihatinan mendalam. Tradisi kirim doa dan sedekah makanan untuk arwah (leluhur dan kerabat) tetap dilakukan di mushala dan di masjid. Tetapi dilaksanakan secara terbatas, serta istighotsah dalam tempo singkat. Tetap afdhal, dan tidak mengurangi kemanfaatan pahala kebaikan.
Magnitude bulan Ramadhan di Indonesia, sedang menghadapi suasana baru wabah pandemi CoViD-19. Beragam spanduk menyambut bulan puasa, yang ditebar di berbagai lokasi juga diselingi saran beribadah di rumah. Mal, perkulakan dan tempat perbelanjaan lain nampak sepi. Toko dan stand pakaian tutup. Kecuali lapak baru kuliner yang mulai tumbuh di jalan sekitar permukiman. Namun juga akan terbatas, tidak melayani makan di tempat, hanya cash and carry.
Suasana Ramadhan di Indonesia memang berbeda dengan negara lain yang dihuni warga muslim. Terdapat pergerakan sosial budaya paling panjang. Dimulai dengan adat megengan masyarakat mempersiapkan spirit dan suasana kebatinan. Terutama ziarah ke makam. Biasanya pula, masjid dan mushala menyelenggarakan megengan diikuti warga masyarakat sekitar. Ini sekaligus menjadi penyambung silaturahim antar rakyat. Juga antara yang masih hidup dengan leluhur yang telah meninggal.
Adat Megengan, berasal dari kata meng-agung-kan bulan yang dianggap paling suci, keramat dan penuh berkah. Megengan hanya terjadi selama kira-kira tiga hari dipenghujung bulan (Jawa) Ruwah (kalender Arab bulan Sya’ban). Tidak terdapat pra-mudik (sehari), untuk mendatangi kuburan leluhur. Diyakini, menjelang Ramadhan, seluruh arwah memperoleh “rehat” alam kubur dan boleh “pulang” menjenguk keluarganya yang masih hidup.
Karena itu yang masih hidup mestilah berlaku saleh. Pada zaman teknologi komunikasi saat ini, megengan hanya berisi pesan melalui media sosial (medsos). Berisi permohonan maaf kepada kerabat dan sahabat. Juga puluhan jenis stiker. Juga puluhan jenis gambar stiker lucu di-posting. Walau terasa prihatin, masih diiselingi humor tentang lockdown. Bersyukur, karena di Indonesia tidak mengenal lockdown. Hanya PSBB, dan dalam status “Darurat Bencana Non-alam.”
Megengan bukan sekadar tradisi. Melainkan juga ajaran kaidah agama, sebagai kesiapan menyambut Ramadhan. Bahkan dipersiapkan dua bulan sebelumnya (sejak bulan Rajab). Sebagai tanda kesiapan mental menyambut Ramadhan, berlatih memperbanyak sedekah. Karena itu 3 hari menjelang bulan puasa, terdapat budaya ater-ater. Yakni, dibuat hidangan berupa kue tradisional dan buah (kadang dengan nasi dan lauk-pauk). Hidangan diantar ke rumah tetangga terdekat, tak terkecuali yang sedang bermusuhan.
Di Indonesia, Ramadhan bukan sekedar aspek pencerahan spiritual. Melainkan berfungsi eskalasi perekonomian paling besar, sejak dua abad silam. identik dengan puncak bulan berbelanja. Sektor usaha ritel, kebutuhan makanan dan minuman (mamin) sampai perbankan biasa memperoleh berkah keuntungan berlebih selama bulan Ramadhan. Identik dengan periode puncak belanja selama setahun.
Tetapi untuk pertama kali dalam sejarah, saat ini bulan puasa tidak disertai belanja pakaian. IMF memperkirakan dampak pewabahan CoViD-19, merupakan resesi ekonomi terburuk global sejak masa Malaise (tahun 1930 silam). Depresi besar ekonomi dunia saat itu terjadi selama 10 tahun. Diawali kebangkrutan Amerika Serikat (AS), disusul ambruknya perekonomian kawasan Eropa. Disusul Perang Dunia I, yang semakin menguras sumber daya.
Keprihatinan pewabahan pandemi global dalam bulan Ramadhan tahun ini dapat menjadi muhasabah (introspeksi), sekaligus “jeda” perburuan materi keduniaan. Tradisi megengan tetap bisa dilakukan dengan meingkatkan ke-dermawan-an sosial. Misalnya, menyediakan makanan, dan minuman tradisional menyehatkan. Serta masker gratis. [*]

Rate this article!
Mempertahankan Megengan,5 / 5 ( 1votes )
Tags: