Mengembangkan Razia Narkoba di Sekolah

Karikatur Narkoba3INI “kemajuan” atau kemunduran? Setidak-tidaknya sarkasme seperti itu bisa mencuat ketika membaca berita tentang razia narkoba di sekolah-sekolah. Badan Narkotika Kabupaten (BNK) di sejumlah daerah di Jatim, belum lama ini melakukan razia di sejumlah sekolah, karena disinyalir narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya telah beredar di kalangan pelajar. Tim BNK terdiri atas personel Satuan narkoba Polres, Satpol PP, dan Dinas Pendidikan. Mereka mendatangi sekolah, menggeledah tas, dompet, dan saku para siswa di tiap kelas. Para siswa tidak dapat “mempersiapkan diri” dengan menyembunyikan atau membuang barangnya seandainya mereka membawa, karena operasi dilakukan secara mendadak. Bahkan guru pun tidak ada yang diberi tahu.
Tim BNK memang tidak menemukan sebutir pun narkoba di SMA dan SMK yang menjadi sasaran operasi. Tetapi didapatkan telepon seluler (ponsel) sejumlah siswa yang berisi foto-foto porno, dan lembaran gambar porno sampul MP3. Bagaimanapun, membawa gambar-gambar tersebut ke sekolah sudah patut dipersoalkan dari sisi disiplin, karena bisa membias ke perilaku yang lain. Namun tidak ditemukannya narkoba tentulah melegakan para orang tua siswa. Masalahnya, apakah operasi itu dapat dijadikan representasi tentang “wajah” sekolah kita mencakup berbagai daerah lainnya, yang betul-betul aman dari kemungkinan menjadi salah satu lini dalam jejaring peredaran obat-obatan terlarang ?
Pada satu sisi, operasi tim BNK ke sekolah hakikatnya mengindikasikan sebuah ungkapan keprihatinan bersama. Dengan kalimat lain, bukankah penggeledahan ke sekolah-sekolah dapat diartikan bahwa lembaga pendidikan memang menjadi salah satu lalu lintas peredaran yang rentan dan potensial? Bukan hanya SMA dan SMK, karena kita juga sering mendengar kabar sekolah setingkat SMP sudah terlewati distribusi barang haram itu. Artinya, kenakalan siswa pun bisa membawa bias yang berpotensi ke arah tindak kejahatan, dengan ancaman hukuman dan masa depan yang berat. Yakni ancaman pidana yang tinggi, di samping keterancaman masa depan akibat penggunaan narkotika sebagaimana yang sudah sering digambarkan.
Kalau operasi ke sekolah dianggap sebagai terapi, bagaimana kita mendudukkannya dalam konteks menyikapi penggunaan narkoba secara preventif? Kita tidak menyimpulkan efektivitas upaya tersebut, karena sekolah bukan satu-satunya jalur distribusi. Mereka yang menggunakan anak sekolah tentu juga makin paham tentang peta kerawanan operasi, sehingga bisa memodifikasi lalu lintas narkoba dengan tetap menumpang para pelajar. Potensi untuk tergiur, tergoda, baik sekadar sebagai coba-coba, aksi gagah-gagahan, bahkan mungkin yang sudah ketagihan bisa muncul dan berkembang di lingkungan mereka. Pemetaan seperti inilah yang tetap menyadarkan kita mengenai pentingnya upaya-upaya lain di samping operasi.
Ancaman hukuman berat, yang dalam Ilmu Hukum Pidana disebut sebagai ultimum remidium atau obat terakhir, jelas memuat tujuan untuk menimbulkan efek jera bagi para calon pelaku. Di Indonesia, sudah banyak contoh hukuman mati untuk para pengedar narkotika kelas kakap. Upaya hukum tersebut memang harus didukung, karena hanya dengan pola penjeraan seperti itulah kita berupaya membangun jalan untuk menyelamatkan generasi muda kita dari peluang-peluang jangkauan peredaran narkoba. Maka, segala lini benar-benar harus dijaga dan dipagari. Yang lebih utama dengan secara terus-menerus mengampanyekan dan menanamkan sikap berupa ketahanan diri dari godaan-godaan dalam “tawaran” bias-bias pergaulan.
Jaringan pedagang narkoba tidak akan pernah mempertimbangkan aspek apa pun bagi angkatan muda kita, kecuali hanya menyikapinya secara bisnis. Kita boleh terperangah mendapati temuan polisi yang beberapa kali membongkar pabrik ekstasi di sejumlah daerah. Artinya, bahaya itu dari hulu sampai hilir terus menebar ancaman di sekitar kita: bagi anak-anak kita, saudara kita, dan lingkungan kita. Operasi BNK di sejumlah daerah-daerah yang lain, diharapkan makin dilengkapi dengan berbagai bentuk sosialisasi yang mendorong ke arah pembentukan internalisasi sikap menolak narkoba. Melawan narkoba merupakan peperangan yang tidak mungkin ditunda-tunda, simultan, dan menjadi tanggung jawab bersama.

                                                                                           —————— 000 —————–

Tags: