Menguatkan Pendidikan Kepribadian di Sekolah

Oleh :

Ulin Yudhawati, SSi, MPd
Guru SMAN 15 Surabaya

Dalam waktu dua tahun terakhir, data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sekitar 202 anak berhadapan dengan hukum akibat terlibat tawuran. Sementara, data Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia juga merilis temuan surveinya terkait pengguna narkoba secara keseluruhan yang ternyata 24 persen diantaranya adalah pelajar. Bukan itu saja, masih hangat dalam ingatan kita adalah perilaku siswa yang berbuat tindakan yang melanggar norma kesopanan terhadap seorang guru.
United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia telah mengumumkan secara resmi laporan pembangunan manusia Indonesia 2016. Dalam laporan tersebut, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada di peringkat 113 dari 188 negara di dunia.
Berbagai informasi yang menghiasi berita keseharian mencerminkan realita generasi bangsa yang belum sepenuhnya tertata sesuai visi pendidikan. Visi tersebut adalah lahirnya sumber daya manusia (SDM) yang siap berkompetisi/bersaing secara global menghadapi era pasar bebas. Sehingga pemantapan penguasaan sains, teknologi, keterampilan dan keahlian menjadi fokus yang utama diiringi dengan kepribadian yang andal. Oleh karena itu, pendidikan kepribadian perlu dikuatkan agar jiwa pembelajar seimbang dengan kemampuan intelektual.
Tujuan akademis yang hanya menitikberatkan target utama dalam pelaksanaan pendidikan bisa menjadi kendala utama. Karena hal ini dapat berakibat materi drill membudaya, prestasi akademik siswa menjadi target, motivasi belajar kurang mendapatkan perhatian bahkan perilaku yang kurang bahkan tidak mencerminkan budaya Indonesiapun bisa makin menjamur. Padahal generasi matang secara emosional sangat dibutuhkan.
Untuk itu diperlukan gerakan pendidikan yang memberdayakan dan menghidupkan pola penguatan pendidikan kepribadian secara alamiah. Sekolah sebagai tempat pembelajaran dan pendidikan dalam mendapatkan ilmu pengetahuan, tingkah laku dan kepribadian yang baik. Sinergi peran sekolah tidak hanya sebagai wahana belajar akademik tetapi juga menyatu dalam penguatan pendidikan kepribadian. Pendidikan kepribadian merupakan pendidikan dengan proses dinamis di dalam diri siswa yang terus menerus dilakukan terhadap sistem psikofisik (fisik dan mental) sehingga terbentuk pola penyesuaian diri yang unik atau khas terhadap lingkungan.
Menurut Sutirna (2013:9) manusia dengan pendidikan (lingkungan sekolah) memiliki hubungan yang sangat penting dalam rangka mengembangkan segala potensi diri untuk masa depan serta menumbuhkembangkan kepribadiannya. Salah satu ruang di sekolah tempat menempa, menimba ilmu dan mewujudkan penguatan pendidikan kepribadian adalah kelas. Di dalam kelas inilah peran guru sangat menentukan dalam pembinaan kepribadian siswa. Karena di samping guru berperan sebagai pengajar, guru juga berperan sebagai pendorong dan pengarah serta bertanggung jawab untuk melihat segala yang terjadi pada diri siswa sehingga perilaku keseharian siswa dapat selalu dipantau dan diawasi. Guru yang membentuk dan mengembangkan kepribadian anak didiknya selayaknya harus memahami keberadaan setiap individu sebagai wujud utuh. Dan di dalam kelaspun dibutuhkan sinergi awal antara guru dan siswa agar proses pembelajaran menyatu dengan ruh pendidikan kepribadian.
Hal ini sejalan dengan Undang-undang (UU) Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sehingga nantinya mampu menjadi generasi bangsa yang membanggakan dan berpotensi penerus cita-cita perjuangan bangsa.
Langkah awal menguatkan pendidikan kepribadian di kelas adalah memulai pembelajaran melalui pikiran bawah sadar siswa. Pikiran bawah sadar dalam kegiatan belajar sangat penting karena menyimpan berbagai memori, emosi, harga diri serta kebiasaan. Jika siswa bersemangat dan senang ketika belajar sesuatu, pengalaman itu terekam dalam pikiran bawah sadar. Pada kesempatan yang sama otomatis pengalaman tersebut akan dimunculkan kembali.
Diyakini dalam teori sukses belajar bahwa siswa akan memperoleh 10 persen dari apa yang siswa baca, 20 persen dari apa yang siswa dengar, 30 persen dari yang siswa lihat, 50 persen dari yang siswa lihat dan dengar, 70 persen dari yang siswa katakan dan 90 persen dari apa yang siswa katakan dan lakukan. Proses belajar dan interaksi mengajar dengan pengalaman langsung akan memberikan informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu (diharapkan 90 persen). Oleh karena itulah pembelajaran di kelas seharusnya menciptakan kepribadian positif pada diri pembelajar, diantaranya menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan.
Sebuah cerita yang guru sampaikan pada awal pembelajaran akan memiliki kesan yang mendalam bagi siswa. Kondisi ini akan memudahkan siswa dan guru dalam membangun interaksi pembelajaran. Interaksi dalam proses pembelajaran merupakan interaksi dimana guru mempengaruhi siswa siswi agar mereka dapat berkembang secara optimal.
Langkah strategis dalam pengembangan pendidikan kepribadian dapat terintegrasikan dalam proses pembelajaran di kelas. Misalnya dalam pembelajaran matematika, kecakapan memecahkan masalah dan juga nilai kejujuran perlu dikembangkan. Pendidikan kepribadian ini juga dikembangkan melalui belajar kelompok sehingga siswa mempunyai unsur latihan keterampilan sosial (social skill) yang mencakup sikap bekerja sama, tanggung jawab sebagai tim, keterampilan memimpin, musyawarah, pengelolaan konflik, mempercayai orang lain dan memunculkan partisipasi. Diskusi juga dapat menjadi pola muatan kepribadian yang mampu berkomunikasi secara publik, berani berpendapat, menghargai pendapat orang lain dan toleransi atas perbedaan. Penguatan pendidikan kepribadian juga hadir melalui pemodelan oleh guru. Misalnya mengucapkan salam, memberikan senyuman, kerapian dan sebagainya.
Langkah akhir adalah mewujudkan pola pembelajaran pendidikan kepribadian secara efektif melalui perbuatan, pembiasaan, interaksi, komunikasi dan refleksi. Pemahaman yang baik tentang kepribadian mengakibatkan terjadinya interaksi yang edukatif. Jika interaksi tersebut terjalin dengan baik maka akan mewujudkan kelas yang menyenangkan dan melahirkan generasi emas yang berpikir kritis, kreatif, komunikatif, berkolaborasi dan percaya diri.
Potret siswa siswi dan kepribadiannya berada dalam suatu konteks kebudayaan. Sehingga hubungan antara pendidikan kepribadian dan kebudayaan berkaitan erat dengan nilai-nilai. Dalam perkembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan kebudayaan akan maju melalui kepribadian. Usaha menguatkan pendidikan kepribadian secara langsung membentuk pola pikir yang terakumulasi dalam kebudayaan. Akumulasi yang terbentuk mampu membentuk pribadi yang andal sehingga mampu menyaring kebudayaan yang senantiasa dinamis dalam perkembangannya.
Wacana tentang pendidikan kepribadian patut menjadi renungan para guru dan pengambil kebijakan pendidikan agar dapat berjalan seiring dengan penguasaan sains, teknologi, ketrampilan serta keahlian. Pendidikan kepribadian juga dapat sebagai acuan dalam pengembangan berbagai potensi siswa dan membimbing siswa ke arah pendewasaan. Dengan pembiasaan dan pembudayaan pendidikan kepribadian di kelas yang terformulasi pada setiap nilai karakteristiknya diharapkan mampu menguatkan pendidikan, memajukan kebudayaan sebagai jati diri bangsa Indonesia.

———— *** ————–

Tags: