Mengurangi Nestapa Bencana

Karaikatur Ilustrasi

Masyarakat daerah “Pemenang,” lokasi terdekat pusat gempa di Lombok Utara, benar-benar telah memenangkan simpati dunia. Dua kali diguncang gempa tektonik ber-magnitude besar, telah memporak-porandakan Pemenang. Terasa sudah “kenyang” menghadapi dampak bencana, dengan berbagai kepedihan. Trauma moril, kehilangan harta dan hancurnya sarana nafkah, sudah kerap terjadi. Sampai korban jiwa anggota keluarga sudah sering dialami.
Dua kali gempa tektonik, telah menimbulkan korban jiwa lebih dari 105 orang, dan lebih 230 orang terluka, serta beberapa orang belum ditemukan. Karena itu tak boleh lena terhadap kemungkinan bencana. Terutama diperlukan pencegahan bencana lebih dini. Termasuk penataan ruang, dan pola pembangunan infrastruktur “ber-wawasan” gempa. Serta aspek ke-sipil-an kawasan permukiman yang disesuaikan dengan mitigasi bencana.
Kawasan pulau Lombok (yang sangat elok), memiliki potensi terdampak bencana dua jenis gempa sekaligus. Yakni, gempa vulkanik, yang bersumber dari magma gunung Rinjani. Sebagai gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia, Rinjani, memiliki “anak” (bernama gunung Barujari), akibat desakan lava di danau Segara Anak. Gunung Barujari, tergolong cukup aktif, sering meletus. Paling akhir pada 3 November 2015 (dan sepekan sebelumnya), tahun 2009, dan tahun 2004.
Serta sebelumnya juga kerap meletus, antaralain tahun 1966, dan tahun 1944 (awal munculnya menjadi gunung berapi baru). Begitu pula gunung induk, Rinjani, juga kerap meletus. Sejak tahun 1847, tercatat telah terjadi 7 kali letusan, dengan interval antara 1 tahun (paling singkat) hingga 37 tahun (paling lama). Dalam Babad Lombok, diceritakan gunung Rinjani memiliki “kembaran” yang berdampingan, bernama gunung Samalas.
Para ahli vulkanologi memperkirakan pada tahun 1275, Samalas meletus dahsyat. Melebihi letusan gunung Krakatau (tahun 1883), maupun gunung Tambora (tahun 1815). Gunung Samalas, sudah terburai, kini menjadi danau Segara Anak. Walau sering meletupkan gempa vulkanik, gunung Rinjani, gunung anak Barujari, maupun danau Segara Anak, memiliki potensi ekonomi cukup tinggi. Sebagai arena yang masyhur berkelas dunia.
Selain gempa vulkanik, pulau Lombok juga “menumpang” di atas lempeng gempa tektonik jalur Flores – Australia. Namun seluruh lingkar garis pantai Lombok juga sangat diminati wisatawan mancanegara. Misalnya, pantai Senggigi, pantai Mawun, Kuta Lombok (Lombok Tengah) sekaligus sebagai kampung Sasak, suku asli Lombok. Juga pantai Tangsi (Lombok Timur), dan pantai Bangko-bangko (Lombok Barat). Serta pantai Sekotong, dan kawasan Mandalika.
Seluruh tempat yang elok di Lombok, wajib di-aman-kan secara sistemik dari berbagai ancaman bencana gempa. BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), dan BPBD (di daerah) seyogianya telah memasukkan aspek tata-ruang antisipatif gempa. Begitu pula konstruksi gedung perkantoran, dan hotel, tidak lebih dari 4 lantai.
UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, telah mengatur penaggulangan bencana lebih sistemik. Pada pasal 9 huruf (b) diberikan kewenangan memasukkan penanggulangan bencana pada perencanaan pembangunan. Gubernur baru (2019) seyogianya juga memasukkan aspek penanggulangan dampak bencana dalam penyusunan RPJMD 2019-2024 Nusa Tenggara Barat (NTB).
UU Penanggulangan Bencana pada pasal 21 huruf (a) telah mengatur tugas BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), antaralain berupa rehabilitasi dan rekonstruksi. Secara tekstual dinyatakan: “… usaha penanggulangan bencana yang mencakup …, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara.” Beban ini diulang lagi pada pasal 57 dan pasal 58 (tentang rehabilitasi), terdapat sebelas item.
Rehabilitasi merupakan perbaikan sarana dan prasarana umum, pemulihan sosial psikologis sampai pemulihan pelayanan publik. Walau seluruh proposal rehabilitasi hanya mengurangi nestapa, tidak akan mampu menghapus trauma kehilangan sanak keluarga.

——— 000 ———

Rate this article!
Tags: