Menstabilkan Beras

Pemerintah tidak bisa berbohong lagi tentang surplus beras hasil panen. Karena realitanya setiap tahun impor masih beras. Bahkan diakui impor beras tahun 2023 menjadi sebanyak 3,06 juta ton. Terbesar selama lima tahun terakhir. Maka pemerintah wajib mengupayakan swa-sembada beras secara sistemik. Terutama modernisasi alsintan. Serta menghapus kendala ke-pertani-an, melalui perbaikan penggunaan pupuk unggul organik yang bisa dibuat mandiri petani.

Pemerintah dan produsen puluk juga masih sering berbohong, dengan pernyataan tidak kekurangan pupuk. Bahkan pengadaan pupuk pupuk tidak pernah terserap 100%. Padahal realitanya, petani mengeluhkan kelangkaan pupuk, setiap waktu dibutuhkan (pada musim tanam). Di berbagai daerah, kelangkaan pupuk disuarakan melalui DPRD. Tetapi kalangan Dinas Pertanian (propinsi serat akbupaten dan kota), menyatakan surplus pupuk. Klop, kelangkaan pupuk disebabkan peredaran tersendat (surplus di gudang).

Kelangkaan pupuk (bersubsidi), bukan disebabkan produksi yang kurang. Melainkan permasalahan distribusi. Serta realisasi pupuk subsidi hanya sekitar 34% dari total ajuan yang tertuang dalam RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok). Sebagai contoh, pada tahun 2020 ada sekitar 13,9 juta petani yang mengusulkan kebutuhan pupuk dalam RDKK. Pada saat itu, kebutuhan yang diusulkan mencapai 26,2 juta ton. Tetapi pemerintah hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan sebesar 8,9 juta ton.

Begitu pula kalkulasi anggaran, sangat minimalis. Yang diusulkan sebesar Rp 69,2 triliun, hanya disepakati sebesar Rp 29,7 triliun. Selama 4 terakhir, anggaran subsidi pupuk semakin menyusut. Pada tahun 2023 menjadi sebesar Rp 25,3 trulyun. Sedangkan tahun 2024, rencana anggaran subsidi pupuk hanya sebesar 26,68 trilyun. Seolah-olah makin naik, padahal harga pupuk dan areal tanam makin naik. Berdaasar nominal subsidi, akan diperoleh pupuk sebanyak 4,8 juta ton.

Padahal kebutuhan pupuk nasional mencapai 10,7 juta untuk dua jenis pupuk (urea dan NPK). Belum mencapai separuh porsi RDKK. Maka pupuk subsidi menjadi rebutan. Maka wajar menjadi keprihatinan lembaga pengawas. Termasuk temuan Kepolisian yang menangkap peredaran illegal pupuk subsidi (dan dioplos). Lebih ironis (berdasar situs resmi Ombudsman RI), terdapat “Temuan.” Sehingga diterbitkan pula Saran. Yakni Perbaikan Tata Kelola Pupuk Bersubsidi.

Pupuk subsidi saat ini dibanderol seharga Rp 125 ribu per-kuintal. Tetapi pada pasar gelap bisa mencapai Rp 400 ribu. Terdapat UU Nomor 7 Tahun 2014, yang meng-amanat-kan pembentukan Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3). Karena dianggap barang sangat penting, dan strategis. Di Jawa Timur, kinerja pengawasan tidak mudah, karena meliputi 91 gudang, tersebar di 28 kabupaten dan kota. Serta masih harus “menyidik” 200 distributor.

Petani juga masih bermasalah dengan alsintan (alat dan mesin pertanian). Modernisasi alat mesin pertanian, layak segera di-masif-kan. Sekaligus mengurangi faktor kehilangan yang biasa terjadi saat panen, karena alat manual tidak efisien. Pemerintah dapat menyokong pengadaan alsintan modern melalui KUR (Kredit Usaha Rakyat). Namun ironis, alsintan yang sederhana ternyata masih harus di-impor. Sehingga pemerintah (melalui BUMN) wajib memproduksi penggunaan alsintan dalam negeri.

Harga beras di pasar tradisional tetap tinggi, jauh di atas HET yang ditetapkan pemerintah (seharga Rp 10.900,- per-kilogram). Seolah-olah menafikan Operasi Pasar, dan Bansos beras. Namun Pemerintah telah lega setelah mengakui terjadinya penurunan produksi beras tahun 2023 sebanyak 650 ribu ton. Pengurangan ini “dibalas” dengan tambahan impor.

Tetapi pemerintah masih harus memperbaiki tata produksi beras dalam negeri, secara sistemik. Terutama modernisasi alsintan. Juga perbaikan penggunaan pupuk unggul organik yang bisa dibuat mandiri petani.

——— 000 ———

Rate this article!
Menstabilkan Beras,5 / 5 ( 1votes )
Tags: