Menyingkap Kabut Birokrasi Indonesia

Oleh :
Andhini Nurinda Wardhani
Mahasiswi Program Studi Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

 
Birokrasi di Indonesia masih dihantui bayang-bayang karut-marut yang tak kunjung sirna. Praktik-praktik buruk seperti korupsi, nepotisme, dan pelayanan publik yang jauh dari harapan masih menjadi pekerjaan rumah besar bangsa ini. Sungguh ironis jika kita mencermati bahwa sistem birokrasi sejatinya dibangun untuk melayani dan mengabdi kepada rakyat.

Namun, realitanya justru sebaliknya. Salah satu akar permasalahan adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia di sektor publik. Proses rekrutmen aparatur sipil negara kerap kali tidak dilakukan secara objektif dan transparan. Koneksi dan kolusi lebih mendominasi daripada asas profesionalisme dan meritokrasi. Akibatnya, posisi-posisi strategis dipenuhi oleh orang-orang yang tidak memiliki kapasitas memadai.

Sudah seharusnya pemerintah merumuskan mekanisme rekrutmen yang ketat dan berbasis kompetensi agar hanya yang terbaik yang akan melayani rakyat. Selain itu, pola kepemimpinan yang sentralistik dan hierarkis turut membelenggu kreatifitas dan inovasi dalam birokrasi. Pemimpin dipandang sebagai aktor sentral dalam pengambilan keputusan sementara bawahan hanya bertugas mengeksekusi perintah.

Kondisi ini menghambat terciptanya iklim yang kondusif bagi pembaharuan sistem dan cara kerja birokrasi. Desentralisasi kewenangan dan pemberdayaan aparatur perlu diupayakan agar tercipta mekanisme cheeks and balances yang sehat.

Fenomena lain yang juga mengkhawatirkan adalah rendahnya integritas moral dan profesionalisme di kalangan aparatur sipil negara. Tidak sedikit dari mereka yang justru memperkaya diri sendiri dengan melakukan praktik-praktik koruptif. Mereka melupakan hakikat tugas mulia untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat.

Penegakan hukum dan pembudayaan nilai-nilai kejujuran, keadilan serta tanggung jawab menjadi keniscayaan agar birokrasi dapat terbebas dari kebobrokan moral. Terakhir, ketertinggalan dalam pemanfaatan teknologi informasi juga menjadi salah satu penyebab tidak efisiennya pelayanan publik di Indonesia.

Di era milenial seperti sekarang ini, digitalisasi telah merambah hampir semua lini kehidupan. Namun sayangnya, birokrasi kita masih berkutat dengan mekanisme pelayanan konvensional yang lamban dan tidak efisien. Optimalisasi e-government, big data, dan inovasi digital lainnya perlu digencarkan agar pelayanan publik dapat dinikmati semua lapisan masyarakat dengan cepat dan mudah.

Memang, jalan untuk memperbaiki birokrasi di Indonesia masih panjang dan terjal. Namun semangat untuk berbenah tidak boleh pernah padam. Pemerintah dan segenap komponen bangsa harus bersinergi demi mewujudkan tata kelola birokrasi yang efektif, efisien, transparan dan bersih dari korupsi. Hanya dengan cara itu, kabut keruhanlah yang selama ini meyelimuti birokrasi Indonesia dapat disingkapkan.

Meski demikian, perubahan tidak akan terjadi dalam semalam. Reformasi birokrasi membutuhkan waktu dan proses panjang yang harus diikuti dengan konsistensi dan kesabaran. Kepercayaan publik harus dibangun kembali dari akar rumput melalui contoh nyata perbaikan pelayanan. Hanya dengan kerja keras dan kemauan politik yang kuat dari semua pihak, impian Indonesia untuk memiliki birokrasi yang bersih dan melayani rakyat dengan baik dapat diwujudkan di masa mendatang.

———-*** ———-

Rate this article!
Tags: