Membangun Moderasi Keagamaan Melalui Pendidikan Multikultural

Judul Buku : Pendidikan Agama Multikultural
Penyunting : Prof Dr Tobroni, MSi
Penerbit : UMM Press, Malang
Cetakan : Pertama, 2023
Tebal : 250 halaman
ISBN : 978-979-796-793-2
Peresensi : Ahmad Fatoni, Pengajar Fakultas Agama Islam UMM

Manusia secara kodrati merupakan makhluk dengan keterbatasan pengetahuan dalam memahami pengetahuan Tuhan Yang Maha Luas. Keterbatasan itulah yang mengakibatkan munculnya ragam tafsir manusia dalam memahami kebenaran. Kebenaran satu tafsir buatan manusia pun menjadi relatif, sebab kebenaran hakiki hanya milik Tuhan.

Sebagai makhluk dengan pengetahuan terbatas, manusia sangat mungkin terperosok dalam bentuk pemahaman yang ekstrem dan berlebih-lebihan dalam mempraktikkan kebenaran ajaran agama. Terlebih, seiring perkembangan teknologi komunikasi, ajaran agama yang berlebih-lebihan itu semakin mudah tersebar luas, lalu berdampak pada rusaknya tatanan hidup damai.

Jangankan ekstrem atau berlebihan terhadap sesuatu yang jelas-jelas buruk seperti sifat sombong, bahkan terhadap sesuatu yang dianggap baik pun, jika itu dilakukan berlebih-lebihan, implikasinya bisa menjadi buruk. Ambil missal, sifat kedermawanan. Sifat ini sudah pasti baik sebab ia berada di antara sifat boros dan sifat kikir. Tetapi, jika seseorang melakukan kedermawanannya secara berlebihan, ia bisa terjatuh dalam sikap pemborosan.

Tak pelak, moderasi merupakan kata kunci yang penting dipahami agar setiap orang bisa mempraktikkannya dalam kehidupan. Sekadar contoh, seseorang yang bersembahyang terus-menerus dari pagi hingga malam tanpa mempedulikan problem sosial di sekitarnya bisa disebut berlebihan dalam praktik keagamaan.

Seseorang juga bisa disebut berlebihan dalam beragama ketika ia sengaja merendahkan agama orang lain, gemar menghina figur atau simbol kesucian agama tertentu. Dalam kasus seperti ini ia sudah terjebak dalam ekstremitas yang tidak sesuai dengan prinsip- prinsip moderasi beragama.

Buku yang ditulis Prof. Tobroni dengan tajuk Pendidikan Agama Multikultural ini sangat aktual dalam merespon kehidupan keagamaan yang kerap diwarnai ketegangan, konflik, ujaran kebencian, intoleransi, dan bahkan tindak kekerasan. Buku ini cukup komprehensif karena diawali dari pembahasan etika religius yang merupakan persoalan yang mendasar sebagai landasan moral etis kehidupan beragama.

Buku ini hadir berangkat dari keprihatinan yang mendalam terhadap fenomena tren keberagamaan yang melahirkan energi negatif. Agama memang baik di tangan orang baik, tetapi akan menjadi alat kejahatan di tangan orang jahat. Melalui pendidikan multikultural yang mengedepankan etika sosial, diharapkan agama akan melahirkan kekuatan peradaban. Namun, misi normatif agama sebagai rahmat akan gagal jika beragama hanya berdasarkan sentimen dan kebencian.

Mengingat keberagaman yang paling berpotensi memicu konflik, maka pembentukan nilai-nilai karakter seperti toleransi, peduli sosial, cinta damai, dan semangat kebangsaan adalah hal yang perlu ditanamkan sejak dini untuk membangun karakter generasi bangsa melalui pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai berbagai perbedaan yang memberikan kesempatan serta perlakuan yang adil terhadap setiap individu tanpa adanya diskriminasi.

Karya Guru Besar Fakultas Agama Islam UMM ini berhasil menyuguhkan data empiris tentang berbagai persoalan kehidupan beragama, akar-akar dan problema konflik dan kekerasan antarumat beragama serta solusinya. Buku dengan subtitel “Dari Etika Religius, Kajian Empiris hingga Praksis lmplementatif Toleransi Beragama” ini juga memuat praksis pendidikan toleransi di lingkungan sekolah yang dapat memperkaya wawasan atau alternatif pendidikan multikultural dalam rangka toleransi beragama.

Dalam konteks pendidikan keagamaan di Indonesia, Tobroni menyorti dua hal; pertama kualitas lembaga pendidikan keagamaan yang meliputi madrasah, pesantren dan perguruan tinggi keagamaan. Lembaga pendidikan tersebut senyatanya menjadi pusat keunggulan (center for excellence) yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan, dan seni yang bernuansa religius dan keindonesiaan. Kedua, pendidikan agama di sekolah. Dalam rangka membangun harmoni kehidupan beragama, pendidikan sekolah diharapkan dapat mencetak lulusan yang moderat dalam memahami dan mempraktikkan doktrin agama.

Pada bagian pengantar, Menteri Agama Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas mengungkap, moderasi beragama adalah cara beragama yang berkeadaban, efektif dan bertanggungjawab. Menurutnya, moderasi beragama merupakan bagian dari nilai-nilai adiluhung bangsa yang harus terus diwariskan kepada segenap warga bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (hal. v-vi)

Mengutip pengantar lainnya dari Prof. Dr. FX Eko Armada Riyanto, buku ini bagaikan embun yang dirindukan tatkala hidup kebersamaan kita sedang berada di padang gurun kering. Menurut Pengajar Filsafat dan Ketua STFT Widya Sasana Malang tersebut, persaudaraan antarumat beragama yang berbeda harus kita perjuangkan bersama. Dalam buku ini, Tobroni mengurai berbagai tema persaudaraan dalam alur berpikir edukatif yang runtut, kaya, sekaligus kompak (hal. ix).

Walhasil, buku ini layak sebagai referensi dalam implementasi kebijakan pembangunan bidang keagamaan untuk jangka menengah maupun jangka Panjang, serta sangat relevan untuk dijadikan bacaan di lingkungan Kementerian Agama, para guru atau dosen agama, penyuluh agama serta para kyai, ulama, rohaniawan, cerdik cendekia serta siapa saja yang menaruh minat tentang kehidupan keagamaan di Indonesia.

——— *** ———–

Tags: