Merealisasi Berkah G-20

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20, bukan sekadar orasi basa-basi jajaran pemimpin negara. Seperti “cek kosong,” politik branding (pencitraan). Melainkan komitmen Kepala Negara terhadap kemajuan pertumbuhan ekonomi global. Setiap pembicaraan bilateral antar-negara, dan komitmen multilateral wajib bisa direalisasi. Maka wajar Presiden Jokowi membentuk task force (Satuan Tugas Khusus), segera mengeksekusi semua program dan inisiatif yang telah disepakati.

Terdapat 226 proyek multilateral senilai US$ 238 miliar. Serta 140 proyek yang bersifat bilateral dengan nilai US$ 71,4 miliar. Semuanya harus dipastikan segera dapat dieksekusi dengan cepat. Sejumlah komitmen investasi tersebut, antara lain, pendanaan infrastruktur melalui skema Partnership for Global Infrastructure and Investment (PGII). Juga terdapat pendanaan pengembangan kendaraan listrik melalui Just Energy Transition Partnership (JETP) yang dipimpin Amerika Serikat (AS).

Selain itu, terdapat juga komitmen investasi dari Jepang, Inggris, dan Korea Selatan untuk MRT Jakarta. Serta kerjasama dengan Turki untuk pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra. Pembentukan Satgassus, niscaya memerlukan kompetensi perfoma tingkat tinggi. Sehingga bisa jadi akan terdapat “direktur-direktur” tingkat bidang, dan teritorial (mengurus kawasan). Misalnya akan terdapat Satgassus yang mengurus komitmen G-20 untuk Kawasan Amerika, Kawasan UEA, Asia Selatan (Korsel, dan Jepang).

Seluruh komitmen dalam G-20, merupakan upaya me-rekonstruksi geo-politik, dan perekonomian global. Semua mendorong maju, dan tidak meninggalkan siapapun di belakang. Persaingan menjadi keniscayaan, dengan tetap berpegang teguh pada hak asasi manusia (HAM). Pada masa krisis global saat ini (akibat perang, dan persaingan antar-blok) telah menyebabkan ke-kacau-an sosial, dan ekonomi. Bahkan di Inggris sampai berganti 3 kali Perdana Menteri dalam dua bulan.

Komitmen yang akan “dikejar” Satgas, termasuk janji Presiden AS Joe Biden. Bersama negara-negara maju dalam G-7, berkomitmen meng-ongkosi percepatan transisi energi di Inonesia. Anggaran yang disanggupi sebesar US$ 20 miliar (saat ini setara Rp 311 triliun). Syaratnya, harus menghentikan energi kelistrikan (PLTU) berbasis batubara. Seluruh pembangkit tenaga listrik, harus bersifat re-newable (terbarukan).

Indonesia pasti sepakat. Karena terdapat energi bersifat terbarukan yang sangat melimpah. Terutama energi panas bumi (ge-termal), terbesar kedua di dunia. Bahkan di beberapa daerah (gunung Patuha di Jawa Barat, dan Dieng di Jawa Tengah) telah terdapat PLTPB (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi). Di Jawa Tengah (kawasan Dieng), telah beroperasi sejak 40 tahun lalu. Konon, di Jawa Timur juga akan segera dimulai. Berlokasi di Tahura R Soerjo, Mojokerto.

Telah dibentuk BUMN khusus PLTPB, dibawah Kementerian Keuangan (PT Geo Dipa). Proyek PLTPB telah memperoleh izin dari Ditjen Kehutanan, disediakan lokasi PLTPB di punggung gunung Arjuno, Mojokerto. Di atas areal seluas 74,8 hektar, termasuk untuk pembanguna infratsruktur jalan, dan perkantoran. Namun diperlukan “ganti lahan,” berupa penghutanan, karena menyasar kawasan perlindungan seluas 23 hektar. Selebihnya menggunakan areal pemanfaatan Tahura.

Kajian dampak lingkungan (termasuk sosial, dan ekonomi) telah dilakukan sejak tahun 2018, menggandeng Perguruan Tinggi Negeri. Juga telah dilakukan Community Development, berupa kajian dan sosialisasi PLTPB, sebagai sumber energi masa depan. Energi Panas Bumi diatur melalui UU Nomor 21 Tahun 2014 Tentang Panas Bumi. Pada pasal 5 ayat (1) huruf a, dinyatakan, “Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung … termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan Hutan lindung.”

Kesertaan Indonesia (sampai menjadi Presidensi) dalam G-20, merupakan mandatory Pembukaan UUD RI alenia ke-empat. Ketertiban dunia bisa diwujudkan manakala terjadi keseimbangan politik dan ekonomi yang lebih adil.

——— 000 ———

Rate this article!
Merealisasi Berkah G-20,5 / 5 ( 1votes )
Tags: