Mewaspadai Sumbangan Fiktif di Bulan Ramadan

Oleh :
M. Ramadhana Alfaris
Tenaga Pengajar di Fakultas Hukum, Universitas Widyagama Malang

Bulan suci Ramadhan setiap tahunnya tak henti menjadi penghibur hati orang mukmin. Bagaimana tidak, beribu keutamaan, pelipat gandaan pahala, dan pengampunan yang ditawarkan di bulan yang suci ini. Seorang yang menyadari kurangnya bekal yang dimiliki untuk menghadapi hari penghitungan kelak, tak ada rasa kecuali sumringah menyambut Ramadhan. Insan yang menyadari betapa dosa melumuri dirinya, tidak ada rasa kecuali bahagia akan kedatangan bulan Ramadhan. Salah satu pintu pahala umat muslim untuk meraih keuntungan besar dari bulan Ramadhan adalah melalui sedekah. Islam kerap menganjurkan umatnya untuk banyak bersedekah. Amalan ini menjadi lebih dianjurkan lagi untuk umat islam yang memiliki harta lebih dari cukup. Demikianlah sepatutnya akhlak seorang mukmin dalam mengamalkan segala yang diperintahkan dan dianjurkan oleh Agama.
Kendati demikian, momentum yang sangat berkah di bulan Ramadhan ini tidak sedikit orang-orang yang memanfaatkan momentum tersebut dengan mengatasnamakan kebajikan dalam keburukan. Seperti halnya para peminta sumbangan yang bertebaran di sepanjang jalan dan di sudut-sudut kota atau di tempat pemukiman elite. Secara kasat mata memang terlihat baik dalam melihat aksi peminta sumbangan tersebut, kemudian ditambah lagi dari sisi perspektif penyumbang merupakan salah satu momentum untuk bersedekah guna mendapatkan pahala yang berlipat ganda di bulan yang suci ini.
Berangkat dari hal tersebut, sangat disayangkan sekali jika bulan yang suci ini masih saja banyak yang menodai oleh aksi penipuan dengan modus meminta sumbangan dengan atas nama yayasan atau pembangunan masjid. Dengan kata lain, bermodal kotak amal dan surat jalan dari panitia pembangunan masjid abal-abal, mereka mampu menipu banyak orang untuk memberikan uang dengan alasan beramal untuk pembangunan masjid atau untuk yayasan fakir miskin. Namun demikian uang sumbangan yang terkumpul ternyata fiktif untuk kepentingan pribadi.
Adanya para peminta sumbangan yang datang dari satu rumah ke rumah lainnya merupakan fenomena yang umum dan kerap kita jumpai. Pasalnya, di bulan Ramadhan ini para peminta sumbangan pun sejatinya meningkat drastis. Namun meski adanya niat yang mulia untuk memberikan sumbangan, akan tetapi juga harus berhati-hati karena realitasnya acap kali terjadi sumbangan fiktif belaka. Insiden tersebut memang bukan merupakan hal yang baru, akan tetapi seiring dengan perjalanan waktu akan selalu diperbarui dengan diversifikasi aksi modus bahkan sampai dijadikan sebagai peluang bisnis baru yang sekiranya sangat menguntungkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Konteks bisnis dalam aksi tersebut karena pada dasarnya dapat menimbulkan profit yang cukup menjanjikan dan dalam aksi peminta sumbangan fiktif tersebut dapat dikatakan teroganisir dan tersistem.
Para peminta sumbangan dikategorikan teroganisir karena dalam menjalankan aksinya, tentu saja peminta sumbangan tersebut tidak menjalankan aksi seorang diri. Dengan kata lain, terdapat koordinator sumbangan yang memiliki beberapa petugas lapangan untuk meminta sumbangan. Mirisnya adalah, koordinator tersebut memanfaatkan anak-anak yang putus sekolah atau orang tua yang tidak memiliki pekerjaan dengan iming-iming imbalan uang. Pemilihan orang-orang tersebut tentu saja tidak sembarangan karena dari segi fisik harus terlihat lusuh agar banyak masyarakat merasa empati dan banyak yang menyumbang. Sisi lainnya lagi ialah kostum yang digunakan para peminta sumbangan tersebut disesuaikan dengan label yang dibawanya, seperti misalnya jika atas nama masjid maka berpakaian menggunakan baju taqwa dan peci, kemudian jika atas nama yayasan maka berpakaian formal taqwa atau sejenisnya.
Senada dengan hal tersebut, dalam kategori tersistem yakni sebelum menjalankan aksinya para sumbangan fiktif tersebut melakukan sejumlah persiapan. Salah satunya adalah membuat properti yang akan digunakan dalam meminta sumbangan ke masyarakat luas, seperti, menyiapkan proposal dan surat jalan yang berstempel basah agar terlihat resmi, kemudian dimasukkan ke dalam map. Properti lainnya lagi ialah berupa kotak amal sebagai wadah penyimpanan uang. Kemudian sebelum para petugas lapangan terjun ke jalan atau ke rumah-rumah tentu saja ada briefing terlebih dahulu. Dalam artian dapat ditengarai para petugas lapangan mengetahui bahwa aksi tersebut untuk menipu masyarakat.
Dalam aksinya tersebut, para peminta sumbangan fiktif ini tentu saja akan berada jauh dari lokasi asalnya dengan tujuan agar terlihat meyakinkan dan tidak mudah terlacak. Target lokasi-lokasi yang kerap disinggahi biasanya masuk ke perumahan elite atau lingkup perniagaan, bahkan sampai berada di jalanan. Kemudian ketika para petugas lapangan tersebut berhasil mengumpulkan uang yang cukup, mereka kembali memberikan uang tersebut kepada koordinatornya dan para petugas lapangan tersebut diberikan upah dari hasil sumbangan yang terkumpul.
Perlu disinyalir bahwa fenomena tersebut perlu diwaspadai oleh masyarakat luas agar jeli melihat mana yang fiktif dan yang tidak. Seperti dengan cara melakukan check and recheck terhadap suratnya karena kerap terjadi di dalam suratnya tercantum nomor handphone bukan nomor yayasan terkait atau lainnya. Karena pada dasarnya jika yayasan tersebut valid, yang dilakukan oleh yayasan terkait adalah surat menyurat kepada lembaga lain untuk meminta sumbangan bukan melalui perantara yang datang ke rumah-rumah. Di samping itu, jika berniat untuk bersedekah alangkah baik mendatangi langsung ke tempat yang layak untuk menerima, karena dengan mendatangi langsung merupakan etika yang baik dan memiliki estetis yang khidmat dalam beramal shaleh.
Kendati demikian, hal tersebut merupakan PR bagi pemerintah setempat dalam menanggulangi dan memperbaiki sistem sosial notabene moral sosial masyarakat yang berada di level bawah yang biasa disebut sebagai penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dengan intensnya pemberdayaan (empowerment) beserta pendampingannya dengan tujuan yang efektif dan konkret untuk dijadikan sebagai motor penggerak dalam pembangunan. Sungguh sangat disayangkan sekali jika mereka diperalat hanya untuk melakukan penipuan meskipun berstereotip “banyaknya tindakan menyimpang merupakan indikator dari ketidaksejahteraan suatu bangsa”.

                                                                                                            ————- *** —————

Tags: