Mitigasi Krisis Air Dampak El Nino

Air merupakan sumber daya alam yang sangat vital dan diperlukan untuk menentukan keberlanjutan kehidupan seluruh makhluk hidup di muka bumi ini, logis jika keberadaan air inipun selalu menjadi perhatian banyak pihak. Terlebih disaat musim kemarau atau El Nino yang terjadi sejak Juli 2023. El Nino membawa ancaman serius seluruh negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Itu menandakan bahwa perubahan iklim memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah semakin langka. Oleh sebab itu, upaya mitigasi kekeringan atau krisis air perlu tetap diwaspadai.

Berdasarkan data World Meteorological Organization (WMO) yang dikumpulkan dari pengamatan di 193 negara memproyeksikan beberapa tahun ke depan akan terjadi kekeringan di berbagai negara. Proyeksi dan prospek data tersebut, selaras dengan Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa kekeringan yang terjadi saat ini telah menyebabkan penurunan debit air di beberapa sungai dan waduk di Indonesia.

Begitupun, laporan Proyeksi Ketersediaan Air oleh BPS menyebutkan, ketersediaan air per kapita di Indonesia diprediksi pada 2035 tersisa 181.498 meter kubik per kapita per tahun, berkurang jauh dari ketersediaan pada tahun 2010 yang mencapai 265.420 meter kubik perkapita per tahun. Realitas tersebut, selaras dengan tutupan hutan yang diproyeksi hanya sekitar 38% di tahun 2045. Dan bertambahnya populasi juga menjadi beban baru dalam penyediaan air bagi masyarakat Tanah Air. Dilanjut, menurut laporan Bappenas, ketersediaan air disebagian besar wilayah Pulau Jawa dan Bali saat ini sudah tergolong langka hingga kritis. Sementara itu, ketersediaan air di Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan diproyeksikan menjadi langka atau kritis pada tahun 2045.

Melihat kenyataan yang demikian, maka sudah semestinya pemerintah perlu terus sigap melakukan langkah mitigasi untuk mengantisipasi dampak kekeringan berupa krisis air. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menyiapkan waduk, embung, dan pengeboran sumur air dalam. Selain itu, diperlukan sinergi dari berbagai pihak untuk mengatasi krisis air, baik pemerintah, swasta, masyarakat, hingga organisasi internasional.

Gumoyo Mumpuni Ningsih
Dosen FPP, Univ. Muhammadiyah Malang.

Rate this article!
Tags: