Kebahagiaan Sejati, Ekonomi atau Kemampuan Intelektual

Oleh :
Riyan Hamidi
Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Hampir semua manusia sejagat raya sepakat, bahwa kebahagiaan adalah tujuan hidup. Tetapi, kebahagiaan acap kali disalahpersepsikan oleh subjeknya sendiri. Apabila kebahagiaan adalah kesejahteraan ekonomi, maka 10 orang terkaya di dunia adalah orang yang paling bahagia. Nyatanya, orang paling bahagia jika dicari melalui mesin pencari, nama yang keluar pertama adalah Matthieu Ricard, pria Prancis atau seorang biksu Budha yang tinggal di Dataran tinggi Tibet, Tiongkok.

Selain itu, dalam World Happiness Report 2022, Finlandia dinobatkan sebagai negara yang penduduknya paling bahagia di dunia. Laporan ini sama sekali tidak menyebut faktor kakayaan sebagai indikator kebahagiaan. Pasalnya, “tidak membandingkan diri dengan orang lain” “tidak mengabaikan manfaat alam” dan “mengutamakan kejujuran” yang justru menjadi indikator kebahagiaan bagi penduduk Finlandia.

Sedangkan, World Happiness Report 2023 melaporkan indeks kebahagiaan Indonesia menempati peringkat 84 dari 137 negara yang terlibat dalam penelitian ini. Adapun di level Asia Tenggara, tingkat kebahagiaan masyarakat Indonesia berada di peringkat keenam dari sembilan negara yang diteliti. Kepuasan hidup masyarakat Indonesia hanya lebih tinggi dari Laos, Kamboja, dan Myanmar. Singapura menjadi negara paling bahagia di Asia Tenggara, sekaligus Asia, dan berada di peringkat 25 di level dunia.

Kendati demikian, secara umum, pendapatan per kapita tinggi memang menjadi cerminan dari tingkat kebahagiaan yang tinggi di suatu negara. Sebagai contoh, Mauritius menjadi negara dengan tingkat kebahagiaan tertinggi di Afrika, setara dengan Yunani. Mauritius tergolong dalam kelompok pendapatan per kapita menengah ke atas. Selain itu, keamanan di suatu negara juga menjadi salah satu faktor pemengaruh tingkat kebahagiaan.

Namun, riset terkait indeks kebahagiaan ini mendapat kritik terkait pengukuran kepuasan hidup berdasarkan kondisi sosial ekonomi, yang berlawanan dengan kebahagiaan emosional tiap individu. Selain itu, juga terdapat perbedaan kultur tiap negara yang mempengaruhi kebahagiaan dan kepuasan hidup seseorang. Tak hanya itu, ketimpangan tingkat kebahagiaan yang mencolok antar kelompok di suatu negara yang menghasilkan nilai rata-rata skor juga mendapat sorotan.

Dengan demikian, pendahuluan ini memunculkan keraguan terhadap kondisi sosial ekonomi, dalam arti kekayaan dan pekerjaan, sebagai sumber kebahagiaan semata. Sebab, media sosial semakin hari sangat sering menampilkan konten-konten pamer kekayaan. Untuk itu, fenomena ini dapat diasumsikan sebagai penyebab kecilnya angka kebahagiaan di Indonesia kendati bergelimang budaya, tata krama, norma sosial, sumber daya alam dan sebagainya, yang justru menjadi faktor kebahagiaan bagi penduduk di Finlandia.

Ekonomi
Ekonomi adalah suatu studi tentang kekayaan dan merupakan suatu bagian penting dari pada studi tentang manusia. Hal ini karena ekonomi adalah salah satu kegiatan yang membentuk sifat manusia. Kerja sehari-hari dan sumber-sumber material yang mereka dapatkan adalah bagian dari ekonomi yang akan membentuk sifat manusia tersebut (Rosyidi, 2009: 27).

Dengan demikian, ekonomi sekurang-kurangnya dapat menghasilkan dua kemampuan penting dalam hidup manusia, yakni kemampuan akses dan kemampuan pemenuhan kebutuhan. Oleh karena itu, ekonomi menjadi kebutuhan bagi setiap individu dan masyarakat atau kelompok. Tingkat kebutuhan dan keinginan setiap manusia mengacu dari kemakmuran individu atau kelompok tersebut. Sedangkan, kemampuan akses cenderung hanya akan dapat diwujudkan melalui pendapatan dan kekayaan.

Berdasarkan asumsi ini, maka pendapatan ekonomi merupakan variabel utama yang menentukan harkat dan martabat seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karenanya, seseorang acap melakukan cara-cara di luar nalar guna memenuhi berbagai kebutuhannya. Maka dari itu, manusia dituntut untuk memiliki pendapatan ekonomi, atau penghasilan yang dapat menunjang kebutuhan itu sendiri melalui kegiatan yang distilahkan dengan “bekerja bagaikan kuda”.

Adam Smith, atau nenek moyang penggagas ideologi kapitalisme pernah berkata, “manusia harus selalu hidup dengan pekerjaan dan upah yang mencukupi untuk menunjang hidupnya. Mereka bahkan harus memiliki peluang untuk mendapatkan lebih dari itu, jika tidak adalah suatu hal yang tidak mungkin bagi seseorang untuk membangun sebuah keluarga dan ras pekerjaan seperti itu tidak akan dapat melampaui generasi yang pertama” (Smith, 1904: 46).

Perkataan nenek moyang kapitalisme di atas, dapat dicurigai sebagai indikator masalah dari pandangan masyarakat tentang “hidup layak”. Kecurigaan ini singkat, dan tidak meletakkan otoritas empiris semata, melainkan konsep-konsep ekonomi sebagaimana dikatakan Smith. Kutipan “…jika tidak adalah suatu hal yang tidak mungkin bagi seseorang untuk membangun sebuah keluarga dan ras…” adalah kalimat larangan yang menghantui masyarakat untuk cenderung merelakan hidup sebagai pekerja. Sejarah panjang kapitalisme sudah barang tentu membuat cara pandang masyarakat, bahwa kemakmuran yang sebenarnya hanyalah pemenuhan kebutuhan atas suatu barang, sedangkan dalam memenuhi kebutuhan tersebut bekerja adalah kuncinya.

Kemampuan Intelektual
Ibn Miskawaih mendefiniskan bahwa kebahagiaan manusia itu bersifat jasmani dan rohani. Seseorang yang merasakan kebahagiaan artinya telah memiliki dua sifat tersebut. Merasa puas melihat keadaan sekitar dan mengambil pelajaran dengan tujuan tunduk dan pasrah atas kekuasan-kekuasaan Tuhan dalam mencapai berbagai kebaikan. Itu sebabnya, kebahagian merupakan suatu kesempurnaan kebaikan yang dapat dimiliki oleh setiap orang dengan cara melepaskan diri dari tuntutan dunia.

Dalam konsep Ibn Miskawaih kebahagiaan bisa diartikan sebagai sesuatu yang paling nikmat, paling utama, paling baik, dan paling sejati. Kenikmatan yang diartikan dalam kebahagiaan terbagi menjadi dua, yakni kenikmatan pasif dan kenikmatan aktif. Kenikmatan pasif dimiliki oleh manusia dan hewan tak berakal yang diaplikasikan dalam bentuk hawa nafsu dan emosi. Kenikmatan seperti ini merupakan kenikmatan eksidental yang biasanya cepat hilang dan musnah, bahkan bisa menjadi sebuah penderitaan. Sedangkan, kenikmatan aktif merupakan kemampuan intelektual yang bersumber dari pancaran Tuhan. Kenikmatan dalam bentuk ini bersifat abadi, dan statis. Inilah kebahagiaan manusia yang juga ditegaskan oleh Aristoleles, yaitu filsafat dan renungan abadi yang Ilahi.

Di dalam kitab sang Bapak pembaharuan ” Imam Al-Ghazali” yang berjudul “Assa’adah ” (kimia kebahagian) . Menjelaskan bahwasanya kebahagian itu adalah merasakan kelezatan atau kenikmatan pada suatu kecenderungan yang menjadi tabiat segala sesuatu yang berdasarkan tujuan penciptanya. Dengan kata lain bahwa Allah dengan segala penciptanya menjadikan apapun yang diciptakannya adalah alat untuk mendapatkan kebahagian. Dengan diciptakannya mata untuk memandang hal-hal yang indah dan dengan diciptakannhya mulut untuk merasakan makanan yang nikmat. Namun dapat dirasakan kebahgian sejati hanya dapat dirasakan pada manusia yang mencintai Allah , Karena puncaknya kebahagian tersebut bisa diraih oleh seseorang Ketika telah sampai pada titik ma’rifat Sang Ilahi.

Kebahagian adalah sesuatu yang dicapai dengan perubhaan kimiawi didalam diri manusia dan bukan perubahan fisikawi. Dengan maksud perubahan kimiawi berarti bukan perubahan fisik, bukan perubahan bentuk jasad,namun perubahan yang pada taraf non fisik,non materi,perubahan batin,jiwa,pikiran dan perasaan yang dapat memberikan jalan seseorang kepada kebahagia sejati, jadi yang dijelaskan dalam kitab Assa’adah (Kimia kebahagian) adalah konsep yang meberikan jalan transformasi ruhani seseorang agar dapat menggapai kebahagian sejati.

———– *** ————

Tags: