Narkoba dan Direktorat Pendidikan Keluarga

Oleh :
Janu Arlinwibowo, MPd
Pemerhati Pendidikan

Hari anti narkoba sedunia diperingati setiap tanggal 26 Juni. Namun, peringatan kali ini disambut dengan berbagai kasus yang tidak mengenakan. Awal tahun 2017 penyalahgunaan narkoba dirasa sudah pada level sangan mengkhawatirkan, bahkan Kepala BIN, Budi Waseso sampai menyatakan ingin berguru kepada Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang menindak tegas khususnya penjahat narkoba. Hingga saat ini lebih dari 7000 pelaku kriminal meregang nyawa dibawah kepemimpinan Duterte.
Infeksi Narkoba
Separah apakah negara ini terinfeksi oleh narkoba? Data Direktorat IV Bareskrim, semester pertama 2015 tercatat ada 9.412 kasus dan jumlah meningkat pada semester pertama 2016 yaitu 13.851 kasus.Semakin prihatin dari bulan Januari 2017 hingga Maret 2017, berita penyalahgunaan zat terlarang semakin riuh, banyak sekali kasus mulai dosen, pegawai pemkot, anggota DPRD, hingga yang terbaru adalah pelaku seni.
Satu menit pertama yang terfikir setelah membaca berita tersebut adalah selamatkan generasi muda. Setelah dirunut, kondisi gawat darurat memang terjadi pada remaja sehingga BNN menyelenggarakan tes urine bagi pelajar dan mahasiswa di kota Malang, Cirebon, Kolaka, dan berbagai kota lain yang dicurigai akrab dengan nerkoba. Data Badan Narkotika Nasional (BNN) terkait pengguna narkotika dan obat-obatan terlarang di 2014 menyebutkan bahwa 22 persen pengguna narkoba di Indonesia merupakan pelajar dan mahasiswa. Padahal mereka adalah investasi bangsa ini, bahkan banyak yang mengiyakan jika kondisi pemuda-pemudi saat ini adalah cerminan kondisi bangsa di masa mendatang. Sahihlah bahwa remaja merupakan segmen yang harus sekuat tenaga dilindungi.
Narkoba sudah sangat populer sebagai barang haram maka wajarlah jika digunakan secara diam-diam. Setiap kasus penyalahgunaan zat terlarang di kalangan pelajar dan mahasiswa selalu berlabel “kecolongan”. Dengan demikian asumsinya adalah mereka terlampau cerdik mengelabuhi orangtua dan pihak sekolah sehingga baru terdeteksi setelahkesekian kali “memakai”.
Melibatkan Setiap Lini
Tampaknya narkoba memang sudah menginfeksi bangsa ini hingga menderita kesakitan dalam stadium tinggi. Muncul pertanyaan strategi tepat untuk menyembuhkannya, apakah harus mengadopsi cara Presiden Filipina Rodrigo Duterte atau ada cara lain?
Masyarakat merupakan kekuatan hebat yang masih minim konstribusi dalam penanggulangan narkoba. Logikanya sederhana, jika satu keluarga menjaga anggotanya masing-masing maka tertekanlah ruang gerak narkoba dalam berkreasi merusak negeri. Dalam skala lebih luas, dapat saling menjaga, melaporkan pada yang berwajib jika terdapat indikasi mecurigakan, dan saling mengingatan. Jika semua masyarakat kompak memusuhi narkotika tampaknya keberadaanya di Indonesia dapat dilenyapkan. Namun sayangnya, dalih “kecolongan” mengindikasikan peran serta masyarakat dalam menjaga tetangganya, anaknya, saudaranya, siswanya, temanya, ataupun warganya dari narkoba masih belum dioptimalkan.
Sekolah merupakan satu lembaga strategis yang dapat memberikan pengaruh ke masyarakat melalui siswa, orangtua, dan lingkungan. Disinyalir penyebab “kecolongan” adalah masih lemahnya sinergi antara wali murid, lingkungan masyarakat, dan pihak sekolah. Menurut Kemdikbud dalam Pelatihan untuk Pelatih Pendidikan Keluarga, Bogor, 19-23 Oktober 2015, saat ini nuansa kebersamaan dalam mendidik siswa antara pihak sekolah dan orangtua masih lemah sehingga nampak jelas kesan parsial yaitu guru bertanggungjawab di sekolah dan orangtua di rumah. Pemisahan mengakibatkan lemahnya koneksi sehingga menimbulkan celah bagi anak untuk berperilaku menyimpang. Dengan demikian, anak yang tidak terlalu cerdas tampak sangat cerdik mengelabuhi kedua pihak.
Fakta tersebut mengerucutkan pada suatu kesimpulan bahwa sebelum luapan amarah Budi Waseso untuk berguru ke Filipina dilaksanakan, masih ada jalan lain untuk menanggulangi narkoba. Menurut Ki Hajar Dewantoro mengemukakan sistem Tri Centra dengan menyatakan didalam hidupnya anak- anak ada tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang amat penting baginya yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda. Menguatkan sinergi antar centra pendidikan untuk memerangi narkoba merupakan solusi jitu. Disamping pemerintah terus melakukan evaluasi diri dan meningkatkan kinerja,dilakukan pencegahan yang masif dari segala lini. Langkah preventif menjadi sangat krusial karena dapat dilaksanakan oleh semua individu, sehingga dapat menjadi suatu gerakan masal yang sangat masif.
Namun, untuk mewujudkannya memang dibutuhkan energi besar. Dibutuhkan kapal besar yang dinahkodai oleh pemerintah sebagai pemangku kebijakan untuk mengomandoi semua lini agar kompak.
Kapal Itu …
Tahun 2015, Kemdikbud telah melahirkan sub divisi baru yaitu Direktorat PembinaanPendidikan Keluargadengan tujuan membangun sinergi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Nampak dalam visinya bahwa sekat antar sekolah dan wali murid akan dibongkar sehingga terjalin koneksi yang berkualitas. Dengan demikian maka lembaga ini mempunyai potensi yang sangat luarbiasa sebagai kendaraan untuk melawan narkoba.
Asumsi Direktorat Pendidikan Keluarga dapat menjadi perantara untuk menghubungkan antar lini semakin kuat karena memiliki prinsip kemitraan yaitu menekankan unsur kesamaan, gotong-royong dalam mendidik, saling melengkapi dan menguatkan, dan saling asah, asih, asuh sehingga terjalin hubungan yang harmonis. Nuansa tersebutlah yang dapat menjadi modal utama untuk menjalankan misi pemberantasan narkoba secara solid.
Optimalkan!
Pada impelentasi program, harus diakui bahwa implementasi program Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga yang ideal masih belum terwujud. Salah satu contoh adalah komunikasi hanya intens dilakukan sekolah dengan orangtua siswa bermasalah. Menjadi pertanyaan besar apakah anak yang dianggap baik pasti tidak punya potensi menyimpang? Berakar dari masalah inilah kata “kecolongan” sering lahir. Memang benar remaja yang terbukti kurang baik harus mendapatkan perlakuan khusus, namun bukan berarti yang dianggap “baik-baik saja”tidak perlu pantauan mendalam.
Pemerintah harus melakukan sosialisasi lebih gencar pada semua lini sehingga program yang disediakan oleh Direktorat Pembinaan Keluarga dapat diketahui oleh ketiga pilar pendidikan yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat. Populernya program akan membuat setiap pilar tidak canggung saling mengingatkan mengenai hak dan kewajiban. Dengan desain ikatan kuat antar sekolah, orangtua, dan masyarakat seharusnya perilaku dan kegiatan siswa terpantau lebih detail sehingga kasus “kecolongan” penyalahgunaan narkoba oleh remaja dapat ditekan bahkan hingga titik nol.
Maksimalkan program direktorat untuk gerakan cekal narkoba.Semua Terlibat, Semua Hebat.

                                                                                                       ———— *** ————–

Tags: