Nasib Spin Off Bank Jatim Syariah

Oleh :
Irwan Setiawan
Anggota Komisi C DPRD Jatim dari PKS

Kinerja kebijakan penyertaan modal daerah di BUMD-BUMD diukur secara riil dengan seberapa besar kontribusi BUMD yang telah menerima dana penyertaan modal tersebut ke kantong APBD. Semakin besar kontribusi BUMD terhadap penerimaan daerah, maka dapat dikatakan kebijakan penyertaan modal ke BUMD berjalan dengan baik dan produktif. Selain, kinerja feedback financial, kebijakan penyertaan modal daerah ini juga dapat diukur dari kinerja stimulasi bagi pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih berkualitas yang berujung dan  peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Secara yuridis-normatif, dasar hukum penyertaan modal, secara jelas, Pasal 41 ayat (5) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa “Penyertaan Modal Pemerintah Daerah pada perusahaan negara/daerah/swasta ditetapkan dengan peraturan daerah”. Begitu pula, Pasal 75 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 menegaskan bahwa “Penyertaan modal pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam perda tentangpenyertaan modal daerah berkenaan”.
Ketentuan ini lebih dipertegas dalam ayat (7) Pasal 71 Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, bahwa “Investasi jangka panjang pemerintah daerah dapat dianggarkan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang penyertaan modaldengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Berbagai ketentuan yang termaktub dalam peraturan perundang-undangan tersebut memiliki konsekwensi bagi pemerintah daerah untuk segera menyesuaikan dalam melakukan pengelolaan investasi atapun penyertaan modal. Setiap kebijakan penyertaan modal harus dilakukan melalui Perda.
Selain untuk memberikan dasar pijakan hukum yang kuat terhadap kebijakan penyertaan modal kepada BUMD, juga dalam rangka untuk melakukan penguatan permodalan bagi pengembangan bisnis BUMD-BUMD, maka RaperdaPerubahan  Ketiga  Atas  Peraturan  Daerah Provinsi  Jawa  Timur  Nomor  8  Tahun  2013 Tentang  Penyertaan  Modal diajukan.
Pada awalnya, rencana penyertaan modal dengan total sebesar 795 milyar 724 juta rupiah akan diberikan kepada tiga BUMD, dengan rincian sebagai berikut ; PT. Bank Umum Syariah Jatim (PT. BUS) sebesar 525 milyar rupiah, Perusahaan Daerah Air Bersih Provinsi Jawa Timur sebesar 233 milyar 222 juta rupiah ; dan PT. Jatim Graha Utama sebesar 37 milyar 502 juta rupiah yang berasal dari pengalihan kepemilikan saham Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada PT. Jatim Marga Utama
Secara hukum, kebijakan penyertaan modal kepada BUMD-BUMD dapat dilakukan jika badan usaha daerah telah memiliki legalitas yang clear, artinya tidak ada persoalan dalam status hukumnya. Dari ketiga badan usaha yang rencannya akan diberikan suntikan modal tersebut, masih ada satu BUMD yang status hukumnya masih belum clear, yakni PT. BUSyang merupakan produk pemisahan atau spin off  Unit Usaha Syariah menjadi BUS, yang secara landasan hukum telah dijamin oleh ketentuan Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Agar penyertaan modal kepada PT. BUS aman secara hukum, status dan legalitas PT. BUS pun musti harus clear. Namun demikian, sampai pada pembahasan akhir Raperda perubahan ini, legalitas PT. BUS masih belum clear. Ada beberapa persyaratan untuk legalitas laiknya badan usaha yang belum terpenuhi (keluarnya Izin Prinsip, Izin Operasional, Akte Pendirian, serta pengesahan badan hukumnya oleh Kementerian Hukum dan HAM). Legalitas badan usaha harus clear (jelas) terlebih dahulu, baru kemudian kebijakan penyertaan modal dilakukan. Akan tetapi karena belum “aman secara hukum”, PT. BUS, belum dapat menerima suntikan dana sebagaimana yang direncanakan, yakni sebesar 525 milyar rupiah atau belum bisa diperdakan. Sehingga, penulis setuju dengan komisi C, agar kebijakan penyertaan modal khusus untuk PT. BUS ini tidak diikutsertakan dalam pengesahan Raperda Perubahan ini. Penjelasan Otoritas Jasa Keuangan terkait dengan masih belum bisa mengeluarkan Izin Prinsip mengingat adanya beberapa persyaratan tertentu yang belum terpenuhi, disertai saran untuk melakukan pembenahan aspek bisnisnya terlebih dahulu, harus mendapat perhatian agar tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.
Dengan demikian, Raperda perubahan dimaksud, hanya mengakomodir dua BUMD, yakni PDAB dan PT. Jatim Graha Utama, dengan masing-masing penyertaan modal sebesar 233 milyar 222 juta rupiah ; dan 37 milyar 502 juta rupiah. Kebijakanpenyertaan modal daerah harus didasarkan pada landasan hukum yang kuat dan aman sehingga tidak menimbulkan problem yuridis di kemudian hari. Semangat untuk meningkatkan pendapatan asli daerah melalui kebijakan penyertaan modal daerah, harus dibarengi dengan kebutuhan dan perlindungan hukum yang memadai dan aman.
Dalam Raperda ini secara eksplisit telah disebutkan jumlah rupiah penyertaan modal daerah yang akan diberikan kepada dua badan usaha jumlahnya cukup besar, yakni 270 milyar 724 juta rupiah. Sementara penyertaan modal khusus untuk PT. BUSsebesar 500 milyar rupiah ditunda pengesahannya sambil menunggu legalitasnya clear. Sekali lagi, pada prinsipnya, penyertaan modal dapat dilakukan jika Badan Usaha sudah memiliki legalitas hukum yang jelas.
Penyertaan Modal Yang Propduktif
Penyertaan modal daerah melalui APBD haruslah dapat memberi added value (nilai tambah) terhadap proses pembangunan Jawa Timur yang lebih baik dan berkualitas. Lebih khususnya, Kebijakan Penyertaan Modal Daerah untuk badan usaha daerah melalui instrument Raperda ini dapat meningkatkan kinerjanya, yakni yang paling riil adalah dapat menghasilkan laba, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan daerah, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kita semua berharap dan berkomitmen, kinerja BUMD-BUMD yang dimiliki daerah yang memperoleh suntikan dari APBD setiap tahun semakin meningkat. Namun demikian, penyertaan modal daerah yang cukup besar terhadap BUMD-BUMD, harus dapat dikompensasi dengan kinerja yang optimal dan prestatif; dengan ukuran kontribusi terhadap PAD juga harus semakin meningkat.
Untk mewujudkan optimalisasi kerja badan usaha daerah, selain suntikan dana, juga peningkatan kapasitas, integritas, dan kompetensi kelembagaan dan SDM. Dengan demikian, Kinerja BUMD yang sehat dan produktif yang didukung kelembagaan dan SDM yang handal dan profesional akan dapat memberikan kontribusi positif pada program pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

———- *** ———–

Rate this article!
Tags: