“Ndeso” Belum Tentu “Gaptek”

Oleh :
Dr Anindhyta Budiarti
Dosen tetap STIESIA Surabaya

Era Industri 4.0 membuat masyarakat Indonesia harus siap menerima segala perubahan. Kondisi pergerakan bisnis yang terjadi pada saat ini, karena dalam menghadapi era revolusi industri 4.0 kita dituntut memahami, mengerti dan mengaplikasikan tehnologi. Dengan teknologi bisa membuat perubahan dalam segala aktivitas yang kita lakukan bahkan sampai dengan level disrupsi, yaitu dengan mentransformasi cara pola hidup kita dan dalam melakukan aktivitas sehari-hari sekaligus menciptakan destruksi kreatif. Cara lama yang setiap hari kita gunakan yang tidak efisien seperti dilihat dari segi biaya, waktu dan effort akan tergeser dan tergantikan dengan cara-cara yang lebih kreatif, inovatif dan efisien terutama dengan mengandalkan peran tehnologi informasi. Khususnya di dunia manufacture dan jasa adalah perencanaan dan kontrol, yang bersifat strategis maupun operatif.
Mengutip tulisan Prof. Dr. Ing. Hendro Wicaksono dari Jacobs University Bremen of Jerman, menulis bahwa Industri 4.0 memungkinkan untuk setiap bangsa berperan aktif yang bisa disesuaikan dengan kekuatan bangsa masing-masing terlepas dari jarak dan waktu. Jerman sangat kuat pada industri manufactur otomotif, kimia dan elektronika sehingga perannya disektor tersebut di industri 4.0 juga sangat besar. Dan negara-negara lain tidak perlu mencontoh negara Jerman, cukup menjadi diri sendiri untuk bisa berperan aktif dalam revolusi industri 4.0. Indonesia bisa dikatakan negara yang cukup mampu untuk menghadapi era revolusi industri 4.0 tanpa harus mengadopsi sistem dan cara negara lain untuk aktif dalam pergerakan revolusi industri 4.0. Salah satu cara yang bisa digunakan oleh bangsa Indonesia adalah dengan cara menjadikan orang desa tetap menjadi orang desa tetapi tidak “ndeso”, yaitu hanya dengan tehnologi industri 4.0 seperti digitalisasi, interkoneksi dan kecerdasan buatan orang pedesaan bisa menjadi faktor pendukung era indutri 4.0 dan mampu berperan secara mendunia.
Dengan berbekal orang pedesaan tidak “ndeso” bangsa Indonesia sudah memiliki modal untuk berperan dalam era revolusi industri 4.0. Disini kita bisa ambil salah satu contoh di provinsi Jawa Timur UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang berjumlah kurang lebih 27.000 UMKM. Saat ini tahun 2019 yang bisa mendorong revolusi industri 4.0 adalah salah satunya para petani kopi di Jawa Timur, tepatnya petani di kopi di Jember, Pasuruan dan Dampit Malang. Karena untuk pangsa pasar kopi saat ini cukup diminati baik di dalam negeri maupun luar negeri. Terbukti banyaknya kedai kopi yang bermunculan saat ini, dari pangsa pasar menengah sampai dengan pangsa pasar level yang tertinggi.
Pemerintah Indonesia sangat support untuk menuju era revolusi industri 4.0 dengan adanya campur tangan dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan yang selalu melakukan sosialisasi dan pendampingan untuk membantu para UMKM mengenal tehnologi yang semakin berkembang. Dengan diberikannya bimtek dan workshop yang berkaitan digitalisasi bagi para pelaku UMKM.
Di kota Surabaya sendiri banyak UMKM yang sudah melakukan kegiatan bisnisnya dengan menggunakan bantuan tehnologi. Pahlawan Ekonomi sebutan bagi UMKM yang ada di kota Surabaya, karena pemiliknya semua adalah wanita. Mulai dari jenis bisnis handycraf sampai dengan makanan semua sudah melakukan bisnis kegiatan bisnisnya dengan digitalisasi. Dengan menggunakan bantuan digitalisasi proses produksi maunpun penjualan bisa berjalan secara efisiensi.
Kartini Bordir yang awalnya proses bisnisnya masih menggunakan cara tradisional dengan menitipkan produknya di outlet Surabaya Square Tunjungan City (Siola), Surabaya Square Merr, Surabaya Square ITC, Surabaya Square Park n Ride, Surabaya Square Pelindo, Surabaya Square Bandara Juanda, mengikuti event basar atau pameran tingkat lokal provinsi masupun nasional juga membuka outlet dirumah, sekarang sudah berani memasarkan produknya melalui media sosial di akun https://www.instagram.com/kartinibordirsbya/ dan toko online yang ada di Indonesia. Jadi dengan adanya akun media sosial dan website yang dimiliki Kartini Bordir para customer dengan lebih mudah dan jelas untuk melihat berbagai jenis produk yang dihasilkan, bila ingin mencari souvenir khas kota Surabaya.
Dari produk jenis makanan kota Surabaya memiliki UMKM yang cukup fenomenal khususnya produk kue kering, yaitu Diah Cookies. Produk Diah Cookies ini sudah tembus ke pangsa pasar nasional bahkan sampai dengan pangsa pasar internasional. Pemilik Diah Cookies awalnya adalah ibu rumah tangga yang mengawali usahanya dikarenakan permasalah perekonomian keluarga. Dengan bekal kemampuan dalam membuat kue kering ibu Diah memulai usahanya dengan berjualan kue kering. Awal usahanya Bu Diah masih melakukan dengan cara tradisional dengan menitipkan kue keringnya di toko swalayan sekitar rumahnya didaerah ketandan. Dengan berkembangnya sistem pemasaran dengan bantuan tehnologi Diah Cookies semakin bersemangat untuk memasarkan produk kue keringnya dengan cara digitalisasi. Diah Cookies sudah memasarkan produknya dengan segala media, baik melalui media cetak, media elektronik, media sosial dan pameran. Bahkan Bu Diah Arvianti sudah sering diundang TalkShow di TV lokal daerah sampai nasional.
Dari kisah perjuangan Ibu Kartini Hari Asih dan Ibu Diah Arvianti untuk membuat usahanya menjadi maju dan berkembang dengan memperoleh omzet jutaan rupiah, juga membantu pemerintah untuk memberantas pengangguran. Agar Indonesia bisa maju dalam menghadapi era revolusi industri 4.0 kita tidak boleh memandanng pelaku bisnis di daerah bahkan di pedesaan sebelah mata saja. Karena masyarakat di daerah rasa ingin maju dan berkembangnya sangat tinggi, dan mereka cukup mudah untuk diberikan arahan selama kita bisa melakukan pendampingan kepada masyarakat daerah dan pedesaan dengan benar sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Seperti perarturan tentang perdagangan internasional, kepabean & cukai dan pajak.
Di sini tidak hanya peran dari pemerintah saja, tetapi peran dari sisi akademisi sangat perlu. Peran akademisi sangat diperlukan, karena akademisi bisa membantu pemerintah dalam melakukan pendampingan dan sosialisasi mengenai peraturan undang-undang yang berlaku pada saat ini juga kemajuan keilmuan dan tehnologi informasi yang cukup cepat mengalami perubahan. Adanya campur tangan para akademisi masyarakat di daerah maupun pedesaan bisa lebih mudah melakukan konsultasi bila diperlukan dalam mempelajari sistem tehnologi digitalisasi dan perundang-undangan yang terbaru. Supaya masyarakat daerah dan pedesaan tidak mudah terbodohi dengan adanya tehnologi digitalisasi, selain itu juga kita tidak boleh meninggalkan sistem manual yang ada sepenuhnya.
Kita sebagai masyarakat Indonesia harus menjadi masyarakat yang smart menurut bidang masing-masing:
(1).Smart Farming ; (2) Smart Fishery; (3). Smart Mining ; (4). Smart Energy. Oleh karena itu jadilah masyarakat “Ndeso” tetapi tidak “Gaptek”. Yang bisa berperan serta dalam menghadapi era revolusi industri 4.0 di negara Indonesia dengan caranya sendiri dan kemampuan sendiri, tanpa mengadopsi dari negara lain.
———– *** ————

Rate this article!
Tags: