Ombudsman dan Layanan Publik Daerah

novi puji lestariOleh :
Novi Puji Lestari
Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang

Terwujudnya pelayanan publik yang prima, mampu memberdayakan, menyejahterakan dan meningkatkan kecerdasan bangsa adalah cita-cita bangsa Indonesia. Hal tersebut juga merupakan tujuan negara Indonesia yang tertera jelas pada Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia alinea ke empat yang dinyatakan bahwa untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahtetaan umum, dan ikut serta dalam perdamaian dunia.
Realita di lapangan, pelayanan publik masih jauh dari katagori baik. Penyelenggara belum memiliki kesadaran moral dengan memosisikan diri sebagai pelayan dan publik sebagai pihak yang harus dilayani. Hal itu bisa diartikan upaya menyejahterakan rakyat masih jauh untuk dicapai, khususnya dalam kesejahteraan dan perlindungan. Saat ini penyelenggara pelayanan publik yaitu pemerintah mulai menghilangkan dan melupakan keadilan dalam bekerja untuk rakyat. Namun, meski demikian di sisi lain patut disyukuri pula, Indonesia mulai membangun bangsa demi mencapai tujuan negara sebagaimana terlihat bahwa adanya perbaikan terhadap Peraturan Pemerintahan Daerah yang sebelumnya mengacu pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan digantikan dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang membuat perubahan dan pembaharuan khususnya memuat kewenangan Ombudsman diperkuat.
Persoalan pelayanan publik
Berdasarkan jumlah laporan yang masuk ke Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman Republik Indonesia, mencapai 6.180 aduan. Jumlah aduan tersebut meningkat 1.007 aduan dari tahun 2013. Pemerintah Daerah tersebar pada Pemerintahan Kabupaten/Kota sebanyak 77,7 persen dan pemerintah Provinsi 12,1 persen. Sedangkan di kepolisian yakni kepolisian resort sebanyak 36,5 persen dan Polda 25,2 persen. Lima substansi pengaduan terbanyak adalah kepegawaian sebanyak 16 persen, pertanahan 12,9 persen, kepolisian sebanyak 11,8 persen, pendidikan 11,1 persen dan perhubungan/infra struktur 4,4 persen.
Hal tersebut menunjukkan bahwa persoalan pelayanan publik menunjukkan hasil yang sangat tidak memuaskan untuk penyelenggara negara dalam memberikan nilai keadilan dalam melayani rakyat Indonesia. Pemerintah yang seharusnya melayani masyarakat dengan sepenuh hati, ternyata memelihara mental untuk dilayani sehingga menimbulkan terjadinya mal-administrasi dalam kewenangannya sebagai bagian dari pemerintah. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik, lembaga negara yang dahulu bernama Komisi Ombudsman Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 dan diganti dengan UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Peran Ombudsman di daerah
Ombudsman Republik Indonesia merupakan lembaga yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintah lain. Dalam melaksanakan tugasnya, Ombudsman bebas dari campur tangan kekuasaan. Ombudsman senantiasa menegaskan pelaksanaan tugasnya pada delapan asas kepatuhan, keadilan, nondiskriminasi, tidak memihak, akuntabilitas, keseimbangan, keterbukaan, dan kerahasiaan.
Hadirnya Ombudsman bertujuan untuk mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil dan sejahtera. Selain itu pula hadirnya Ombudsman juga memiliki tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman dan kesejahteraan yang semakin baik. Ombudsman sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk ayang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negar dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Sesuai dengan Pasal 37 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman dinyatakan bahwa Ombudsman menerima laporan dan memberikan rekomendasi. Rekomendasi adalah kesimpulan, pendapat, dan atau saran yang disusun berdasarkan hasil investigasi Ombudsman, kepada atasan terlapor untuk dilaksanakan dan/atau ditindaklanjuti dalam rangka peningkatan mutu penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang baik. Di mana rekomendsi sekurang-kurangnya memuat uraian tentang laporan yang disampaikan kepada Ombudsman, urai­an tentang hasil pemeriksaan, bentuk Maladministrasi yang telah telah terjadi dan kesimpulan dan pendapat Ombudsman mengenai hal-hal yang perlu dialaksanakan Terlapor dan atsan Terlapor. Rekomendasi diberikan kepada Pelapor, Terlapor dan atasan Terlapor dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Rekomendsi ditandatangani oleh Ketua Ombudsman.
Pasal 38 UU No. 37 Tahun 2008 menyatakan bahwa terlapor dan atasan terlapor wajib melaksanakan Rekomendasi Ombudsman. Atasan terlapor wajib menyampaikan laporan kepada Ombudsman tentang pelaksanaan rekomendasi yang telah dilakukannya disertai hasil pemeriksaannya dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya rekomendasi. Ombudsman dapat meminta keterangan Terlapor dan atau atasannya dan melakukan pemeriksaan lapangan untuk memastikan pelaksanaan rekomendasi. Dalam hal terlapor dan atasan terlapor tidak melaksanakan rekomendasai atau hanya melaksanakan sebagian rekomendasi dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Ombudsman.
Ombudsman dapat mempublikasikan atasan terlapor yang tidak melaksanakan rekomendsi dan menyampaikan laporan kepada DPR dan Presiden dan apabila kekuatan rekomendasi Ombudsman tidak dilaksanakan maka ditindaklanjuti ke DPR dan Presiden. Namun saat ini dalam UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah Ombudsman diberikan atau didukung suatu kekuatan dalam bagian kedua mengenai Manajemen Pelayanan Publik dalam Pasal 351 UU No. 23/2014 dinyatakan bahwa masyarakat berhak mengadukan penyelenggara pelayanan publik kepada pemerintah daerah, Ombudsman, dan/atau DPRD. Pada Pasal 351 ayat(4) dinyatakan bahwa kepala daerah wajib melaksanakan rekomendasi Ombudsman sebagai tindak lanjut pengaduan masyarakat.
Sedangkan pada Pasal 351 ayat (5) dinyatakan bahwa kepala daerah yang tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman sebagai tindak lanjut pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 351 ayat (4) diberikan sanksi berupa pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan yang dilaksanakan oleh Kementerian serta tugas dan kewenangannya dilaksanakan oleh Wakil Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.
Hal ini harus menjadi perhatian bersama bagi Pemerintah Daerah untuk memperhatikan akan kewenangan Ombudsman yang diperkuat dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sungguh patut disyukuri hadirnya UU No. 23/2014 memberikan semagat dan kekuatan baru bagi Ombudsman Republik Indonesia dalam mengantarkan Negara Indonesia pada tujuan negara Indonesia dengan meningkatkan kualitas pelayanan publik bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk mencapai tujuan pemerintahan. Semakin rendah implementasi standar pelayanan publik, semakin rendah kualitas pelayanan publik, maka akan semakin tinggi pula potensi terjadinya pungutan liar dan korupsi. Semua itu perlu diupayakan supaya rakyat Indonesia bisa merasakan keadilan dan kesejahteraan yang sebenarnya.

                                                                                  ———————– *** ————————-

Rate this article!
Tags: