Orde Kerakyatan, Momentum Mewujudkan Kemandirian

agus-samiadji-1Oleh :
Agus Samiadji
Wartawan Senior anggota PWI Jatim

Sejak berakhirnya orde baru dibawah pemerintah rezim presiden Soeharto selama 32 tahun yang belum membawa harapan dari masyarakat. Rakyat mendambakan pemerintahan yang bisa membawa masyarakat adil dan makmur, berdasarkan UUD 45 dan Pancasila. Rakyat ingin perubahan, sejak tahun 1998 dengan jatuhnya pemerintahan orde baru, bergantilah menjadi orde reformasi, yang diharapkan bisa membawa perubahan. Setelah orde reformasi berjalan selama kurang lebih 16 tahun, ternyata belum bisa membawa perubahan. Bahkan tujuan utama reformasi dengan bebas KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) masih merajalela.
Partai penguasa maupun para elit politik banyak yang berurusan dengan hukum dan masuk penjara karena korupsi. Tak ketinggalan para penegak hukum, serta beberapa oknum hakim yang diharapkan sebagai benteng terakhir larut dalam permainan dan ikut korupsi.
Dalam tahun politik tahun 2014 lalu, rakyat mendambakan tatanan baru yakni orde kerakyatan menuju perubahan dan mandiri di segala bidang untuk kemakmuran. Pemilihan umum Presiden tahun 2014 lalu yang diikuti hanya dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, Jokowi / JK dan Prabowo dan Hatta Rajasa. Akhirnya rakyat memilih Jokowidodo dan Yusuf Kalla sebagai Presiden RI tahun 2014 – 2019, dengan berbagai politik yang menarik perlu dikaji. Terpilih Jokowi sebagai presiden sangat mengejutkan elit politik, serta tokoh masyarakat di Indonesia. Bisa yang terpilih jadi presiden dan wakil presiden itu adalah para tokoh nasional ataupun para Ketua Umum Parpol.
Jokowidodo adalah rakyat biasa, bukan tokoh nasional maupun Ketua Umum Parpol dan elit politik. Namun yang menjadi daya tarik Jokowi adalah kesederhanaan, merakyat dan cara “blusukannya” sejak terpilih jadi walikota dan Gubernur DKI.
Dalam pemilu presiden tahun 2014 lalu, ternyata bukan partai yang sebagai kekuatan atau yang menjadi andalan. Tetapi yang menjadi andalan adalah masalah visi dan misi serta figur calon presidennya. Sebagai contoh dukungan relawan dan rakyat yang jumlahnya mencapai seribu lebih organisasi relawan.
Para relawan bertekad mendukung calon presiden dengan sukarela tanpa dukungan dana dari para calon presiden dan wakil presiden. Menurut data dari KPU, dari seribu lebih organisasi relawan tersebut ada sekitar 60.000 orang, dengan sumbangan dana sekitar Rp 42.744.462.048,- sumbangan dari relawan perorangan tersebut, sangat luar biasa dalam sejarah pemilu presiden maupun pemilu legislatif di Indonesia.
Pengalaman ini perlu menjadi masukan bagi elit politik serta para pimpinan parpol di tanah air, walaupun selama ini masih belum ada pendidikan politik bagi rakyat peserta pemilu. Kejadian yang spontan dari rakyat yang rela menjadi relawan serta mengorbankan dana yang besar walaupun mereka dalam situasi serba kekurangan. Partisipasi rakyat jadi relawan dalam pemilu presiden tahun 2014 lalu, adalah suatu catatan tinta emas bagi calon presiden dan wakil presiden terpilih.
Sementara itu, juga bagi catatan sejarah baru agar pemerintah dan parpol dalam waktu mendatang agar giat melakukan pendidikan politik bagi rakyat Indonesia. Apalagi, pemerintah berencana akan memberikan dana bagi parpol sebesar Rp 1 triliun pertama, bisa dimanfaatkan sebagai pendukung pendidikan politik bagi para parpol.
Tantangan Presiden
Presiden Jokowi / JK harus bertanggungjawab besar dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta membawa perubahan dalam orde kerakyatan untuk kemandirian di segala bidang. Untuk memenuhi harapan masyarakat dan para relawan pendukungnya tidak mudah. Tetapi perlu rencana dan perjuangan serta dukungan dana yang besar. Membangun dan membuat perubahan dalam tatanan pemerintahan baru sungguh berat sekali. Tidak bisa dengan cepat dengan “sim salabim”, namun memerlukan rencana yang tepat sasaran. Jokowi / JK membentuk kabinet profesional serta ada tenaga partai yang profesional dalam bidangnya dengan nama “Kabinet Kerja”. Sekarang rakyat dan para relawan menunggu “kerja nyata”dari pemerintahan Jokowi / KJ, untuk mewujudkan visi dan misinya bisa membawa perubahan agar rakyat bisa menikmati harga sembako yang murah dan terjangkau oleh masyarakat. Belum seratus harus, pemerintah Jokowi sudah menaikkan harga BBM dan membuat harga sembako naik. Utamanya beras dan gula pasir menjelang natal dan tahun baru lalu. Presiden blusukan ke gudang Bulog dan memerintahkan untuk operasi pasar beras, nyatanya hargapun belum bisa turun.
Indonesia adalah negara agraris dan kaya akan sumber daya alam, baik di darat maupun di lautan. Serta sumberdaya manusia yang besar, dan budaya gotong royong yang kuat, suatu modal besar untuk meningkatkan daya saing dalam bidang ekonomi. Kemajuan ekonomi suatu negara adalah disebabkan kelembagaan, aturan dan insentif yang dapat memotifikasi rakyat. Dengan meningkatkan bidang pendidikan serta wirausaha dan koperasi yang menjadi sokoguru perekonomian Indonesia.
Pemerintahan Jokowi/JK harus bertekad berdikari bidang pangan, utamanya beras. Mengapa beras? Karena beras merupakan komoditi politik serta makanan sebagian besar rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia mengatakan belum makan, kalau belum makan nasi dan dengan lauk pauknya tahu dan tempenya. Karena itu, pemerintahan Jokowi / JK harus bertekad bisa swasembada pangan beras dan mulai tahun depan harus tidak impor beras. Kita bisa swasembada pangan beras karena mulai tahun ini pemerintah dibantu dengan TNI khususnya angkatan darat. Peran TNI sangat besar dalam mewujudkan swasembada pangan beras, yang sudah dilakukan di Jawa Timur dengan turunnya Kepala Staff Angkatan Darat, Pangdam V Brawijaya serta Muspida turun ke lapangan bersama Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan Wagub Jatim Syaifullah Yusuf di daerah-daerah.
Selain itu, pemerintah yang kuat dan efektif adalah organisasi pemerintah pusat dan daerah yang dapat melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan. Pemerintah pusat harus selalu terus menerus memantau dan memberikan arahan, agar segala bidang pembangunan serta organisasi birokrasi berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan pembangunan dengan visi dan misinya. Jokowi dan JK jangan membuat kebijakan yang hanya mencari pencintraan, seperti kartu KIS, dll yang sebenarnya sudah ada dan telah berjalan dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya.
Rakyat Indonesia hanya meminta murah sandang pangan, papan serta pendidikan murah dan kesehatan yang murah bahkan sekarang sudah ada kesehatan yang gratis. Selamat berjuang dan bekerja untuk kemakmuran rakyat.

                                                                                               ————————- *** ————————-

Tags: