Pasar Domestik Solusi Hadapi Asean Open Sky

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Pasar domestik diyakini menjadi solusi terbaik untuk menghadapi “ASEAN Open Sky 2015”, karena besarnya kebutuhan masyarakat penerbangan di Tanah Air terhadap moda transportasi udara.
“Apalagi dengan diberlakukannya ASEAN Open Sky dan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun ini. Oleh sebab itu, maskapai penerbangan nasional harus segera berbenah mengingat 50 persen pergerakan penumpang ASEAN disumbang dari Indonesia,” kata Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Arif Wibowo, di Surabaya, Kamis (9/4).
Ditemui pada Seminar Nasional bertajuk “MEA Tahun 2015, Apakah Ancaman atau Peluang Bagi BUMN”, ia mencontohkan salah satu penguatan pasar domestik di lini bisnisnya adalah Citilink. Dengan 32 pesawat yang dioperasionalkan diharapkan dapat menjangkau kebutuhan pasar penerbangan di penjuru Nusantara. “Bahkan, dalam dua tahun terakhir perkembangan bisnis Citilink kian pesat,” ujarnya.
Hal itu, jelas dia, terlihat dari awal pengoperasian Citilink hanya mampu menerbangkan dua juta penumpang. Namun, kini sudah meningkat menjadi 7,5 juta penumpang atau hampir setara dengan volume penumpang maskapai lain yang sudah beroperasional sebelumnya.
“Penguasaan pasar domestik jelang ASEAN Open Sky juga dilakukan negara tetangga seperti Thailand. Khusus di Indonesia, dengan menguasai pasar domestik kami optimistis market share Citilink tahun 2015 meningkat menjadi 30 persen dibandingkan pencapaian sekarang 10 persen,” katanya.
Sementara, tambah dia, maskapai pelat merah Garuda Indonesia juga memiliki upaya mempersiapkan diri jelang ASEAN Open Sky dan MEA 2015, seperti menyiapkan kerangka kebijakan tertentu hingga mengembangkan infrastruktur yang dibutuhkan oleh pasar penerbangan global.
“Melalui cara itu, kami percaya bisnis penerbangan ini bisa bersaing secara kompetitif dengan maskapai penerbangan asing yang membidik Indonesia,” katanya.
Kalau secara umum, saran dia, kapasitas penumpang di sejumlah bandara internasional di Indonesia juga perlu ditingkatkan. Khususnya bandara internasional di Jakarta dan Denpasar Bali yang menjadi gerbang industri pariwisata di Tanah Air.
Misalnya di Bali, pelebaran bandara termasuk membangun landasan pacu menjadi double runway juga patut dilakukan karena kian meningkatnya arus penumpang. “Saat ini, jumlah penumpang di Bandara Ngurah Rai mencapai 8,5 juta penumpang per tahun sedangkan kapasitas penumpang delapan juta. Untuk itu, idealnya kapasitas penumpang itu bisa ditambah menjadi 20 juta penumpang,” katanya.
Pada kesempatan sama, Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Oskar Vitriyano, menyebutkan, terkait diberlakukannya MEA 2015 ada satu teori yang menjadi landasan. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan kesejahteraan sebuah negara maka dibutuhkan faktor persaingan.
“Akan tetapi, yang harus diingat ketika persaingan itu dibiarkan begitu saja mengakibatkan kesenjangan. Orang yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin terus miskin sehingga butuh intervensi dari pemerintah,” katanya.
Selain itu, pemerintah juga harus siap untuk bersaing. Penyebabnya, pada MEA 2015 tidak hanya masyarakat ataupun dunia usaha (BUMN) yang harus bersaing mengingat penandatanganan MEA tersebut dilakukan pemerintah. [wil,ant]

Tags: