Paslon Tunggal dan Kegagalan Parpol

Umar-Sholahudin (1)Oleh :
Umar Sholahudin
Direktur Parliament Wacth Jatim, Dosen Sisiologi Univ. Muhammadiya Surabaya

Jika tidak ada halangan, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak untuk pertama kalinya akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2015. Pilkada serentak akan dilaksanakan di 269 daerah kabbupaten/kota dan propinsi. Berdasarkan rilis data Komisi Pemilihan Umum, sampai sehari pasca penutupan pada 28 Juli, sebanyak 705 pasangan calon akan meramaikan Pilkada serentak di 269 daerah. Dari jumlah tersebut terdapat satu daerah yang belum sama sekali ada pasangan calon (Paslon) yang mendaftar hingga penutupan hari terakhir pendaftaran di KPU setempat, yakni Kabupaten Bolaang Mongondo Timur, Sulawesi Utara. Sementara itu, dari hasil rekapitulasi data, diketahui juga ada 14 daerah yang memiliki calon tunggal.
Dari 810 pasangan calon itu rinciannya; 20 pasangan calon gubernur/wakil gubernur, 676 pasangan calon bupati/wakil bupati, dan 114 pasangan calon wali kota/ wakil wali kota. Dari 20 pasangan calon gubernur/wakil gubernur, dua di antaranya merupakan calon perseorangan, 18 lainnya merupakan pasangan yang diusung partai politik.
Fenomena Paslon Tunggal.
Selain masalah belum ada satupun pasangan calon (Paslon) yang mendaftar ke KPUD, fenomena politik lain yang menjadi perhatian publik adalah munculnya Paslon tunggal.Dari 14 daerah yang masih memiliki Paslon tunggal, 3 diantaranya di Jawa Timur, yakni Kota Surabaya yang bertahan dengan satu pasangan; Risma-Wisnu (PDI-P), Kabupaten Pacaitan; Pasangan Indarto-Yudi Sumbogo (Partai Demokrat), dan Kabupaten Blitar dengan pasangan Rijanto-Marhaenis (PDI-P dan Gerindra). Sementara 16 kabupaten lainnya sudah lebih dari satu pasangan, meskinpun ada beberapa daerah yang pasangan petahananya sangat kuat, pasangan pesaingnya cenderung dipaksakan.
Saat ini KPUD masih memberi kesempatan kepada parpol atau perseorangan untuk ikut berpartisipasi dalam Pilkada serentak dengan mengajukan Paslonya. Masa 29-31 Juli adalah masa sosialisasi KPUD kepada masyarakat, termasuk kepada Parpol. Dan tiga hari berikutnya, 1-3 Agustus 2015, KPUD akan membuka pendaftaran kembali untuk memenuhi syarat pelaksanaan Pilkada Serentak, yakni lebih dari satu Paslon. Secara aturan, jika dibuka pendaftaran kembali sampai 3 Agutsus, tetap tidak ada Paslon baruatau pendaftarnya tetap satu Paslon,maka konsekwensinya Pilkadanya ditunda sampai Pilkada serentak selanjutnya, yakni 2017.
Fenomena munculnya Paslon tunggal banyak terjadi di daerah kabupaten/kota yang Paslon petahananya sangat kuat. Kuatnya Paslon Petahana ini dijadikan alasan kuat bagi parpol lain berfikir dua kali untuk mengusun “jagonya”.Paslon petahana tersebut, tidak saja memiliki tingkat popularitas yang sangat tinggi, tapi juga elektabilitas. Sebut saja misalnya pasangan Petahana Risma-Wisnu. Dalam beberapa kali survey lokal, pasangan petahana ini, elektabilitasnya mencapai di atas 70%. Begitu juga dengan daerah lain, tingkat elektabilitasnya cukup tinggi. Kondisi ini yang menjadikan sulit memunculkan Paslon pesaing.
Parpol yang tidak mau mendaftarkan “jagonya”, sangat khawatir “jangonya” kalah bersaing dengan Paslon petahana. Mencalonkan dan mendaftarkan Paslon sama saja dengan “bunuh diri” atau mengalami kerugian ganda. Bagi parpol atau perseorangan, tidak saja rugi secara immateriil (baca: kalah), tapi juga yang lebih terasa lagi adalah kerugian materiil. Kalkulasi politik dan ekonomi berlaku; ratusan bahkan milyaran rupiah akan hangus begitu saja, harapan kemenangan yang sangat tipis dan memberi “karpet merah” kepada petahana.
Namun demikian, munculnya Paslon tunggal juga berpotensi memunculkan Paslon abal-abal atau boneka. Pasangan ini sengaja dipaksakan muncul dan didaftarkan ke KPUD untuk menghindari Pilkada ditunda dan memberi “karpet merah” kepada Paslon Petahana. Pasangan ini, dapat saja dimunculkan oleh pihak pengusung Paslon tunggal/petahana dengan melalui tangan parpol lain atau melalui jalur perseorangan. Sehingga Pilkada tidak saja memuluskan menguntungkan Paslon Petahana(minusnya parpol pengusung Paslon hanya pada kerugian materi; harus membiayai ongkos politik Paslon boneka itu), tapi juga sekaligus pasangan boneka. Karena patut diduga kuat, Paslon boneka akan mendapatkan imbalan materil yang lumayan besar.
Kondisi dilema tersebut sama-sama ada kelebihan dan kekurangannya; jika Pilkada tetap dilaksanakan, dengan catatan patut diduga pesaingnya adalah Paslon boneka. Dan munculnya pasangan boneka dalam Pilkada serentak ini adalah sebuah preseden buruk dalam demokrasi kita. Ini adalah sebuah tragedi demokrasi yang memalukan yang menguntungkan segelintir orang dan pada saat yang sama membodohi rakyat. Karena itu, ada pemikiran, lebih baik Pilkada ditunda daripada tetap dilaksanakan dengan hanya sekedar “seremonial” saja dan menghabiskan uang rakyat yang cukup besar.
Pilkada ditundapun bukannya tak resiko; apakah dijamin pada 2017 kondisinya akan berubah atau muncul lebih dari satu Paslon? Jangan-jangan kondisinya tetap sama seperti saat ini, plus meskipun ditunda, tetap aja ada kerugian materiil dan immaterial. Anggaran pilkada sebagian sudah terserap meskipun belum seluruhnya. Selain itu, bagamana dengan para petugas KPUD, yakni Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS)?. Konsekwensinya KPUD akan membubarkan petugas KPUD tersebut dan membentuk kembali pada tahun 2017 mendatang.
Kegagalan Parpol
Munculnya Paslon tunggal yang mengancam pelaksanaan Pilkada serentak ini, mestinya tidak terjadi, jika Parpol memiliki tanggung jawab moral dan politik yang tinggi. Ini menunjukkan kegagalan Parpol dalam menyedikan dan mempersiapkan kader-kadernya (iron stock)untuk menjadi pemimpin daerah. Saya yakin Parpol sudah tahu dan faham bahwa Sang Petanaha akan maju kembali. Karena itu, mestinya Parpol sedini mungkin mempersiapkan kader-kadernya yang berkualitas untuk bersaing secara kompetitif dengan sang petahana. Dan jika ini dilakukan secara serius, maka tidak akan muncul Paslon tunggal dan bukan tidak mungkin sang petahana dapat dikalahkan.
Demokrasai tidak hanya persiangan politik menang-kalah dan mengejar kursi kekuasaan, tapi bagaimana demokrasi dengan seluruh instrumennya mampu memberikan pendidikan politik yang lebih mencerahkan dan mencerdaskan. Pilkada serentak dapat melahirkan kualitas demokrasi yang lebih baik, mulai dari proses sampai hasilnya. Dan parpol sebagai salah pilar demokrasi yang utama memiliki tanggung jawab penuh untuk menghadirkan pilkada serentak ini berjalan secara demokratis, salah satunya dengan menghadirkan kader-kadernya yang berkualitas sebagai calon kelapala daerah yang bebas dari praktik trasaksional yang sarat dengan politik uang.

                                                                                                   ——————- *** ——————-

Rate this article!
Tags: