Pelaku Industri Tahu di Kabupaten Jombang Terancam Bangkrut

Industri tahu milik Sugiat (61), di Desa Sambirejo, Kecamatan Jogoroto, Jombang, Jumat (07/09/2018). [Arif Yulianto/ Bhirawa]

Jombang, Bhirawa
Melemahnya nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dolar Amerika pada akhir-akhir ini yang mendekati 15 ribu rupiah per satu Dolar Amerika mengancam keberadaan sejumlah pelaku industri tahu di beberapa wilayah, salah satunya yang ada di Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Sugiat (61), salah seorang pelaku industri tahu di Desa Sambirejo, Kecamatan Jogoroto, Kabupaten Jombang mengatakan, usahanya terancam bangkrut dengan naiknya harga kedelai sebagai bahan baku utama pembuatan tahu yang diakibatkan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika.
“Kita hanya bertahan ini, belum tahu sampai kapan. Namun lama-lama pastinya kita ‘ndak’ bisa produksi,” ujar Sugiat saat diwawancarai sejumlah wartawan di lokasi produksi tahu miliknya, Jumat (07/09/2018).
Sugiat mengatakan, tahu yang diproduksi di tempatnya menggunakan kedelai impor dari Amerika. Karena menurutnya, ia mengaku kesulitan mendapatkan kedelai lokal yang jumlahnya sangat terbatas pada musim-musim tertentu saja.
“Kita seadanya mas. Kalau (ada) panen (kedelai lokal), kita pakek kedelai lokal. Tapi di Indonesia panennya paling lama tiga bulan, setelah tiga bulan sudah habis. Terpaksa kita pakai kedelai Amerika,” terangnya.
Dikatakan Sugiat, saat ini, harga kedelai mulai merangkak naik hingga mencapai harga 7.500 rupiah per kilogram yang sebelumnya hanya pada harga 6.700 per kilogram.
Harga kedelai yang merangkak naik tersebut, lanjut Sugiat, dapat mencekik para pelaku industri tahu di Jombang. Saat ini, industri tahu miliknya hanya mampu memproduksi tahu dengan bahan baku kedelai sekitar 700 kwintal saja.
“Kalau dulu bisa mencapai satu ton lebih mas, sekarang hanya 700 kwintal,” tandas Sugiat. Untuk menyikapi mahalnya hargai kedelai tersebut, pelaku industri tahu seperti Sugiat hanya bisa menyikapi dengan mengurangi ukuran tahu. Sugiat menyampaikan, dirinya tidak berani menaikan harga jual karena ketatnya persaingan pasar.
“Kita mengurangi potongannya. Yang biasanya besar jadi kecil. Biasanya potongan jadi delapan, sekarang diperkecil jadi tujuh,” terangnya.
Sugiat berharap kepada pemerintah agar segera mencarikan solusi untuk menurunkan nilai tukar rupiah. Sehingga, harga kedelai tidak lagi menyulitkan para pelaku industri tahu dan dapat bekerja kembali secara normal. [rif]

Tags: