Pemdes Berharap SKK Migas Segera Turun Tangan

Warga Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Tuban saat melakukan aksi di depan pintu masuk JOB PPEJ Tuban. (Khoirul Huda/bhirawa)

Warga Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Tuban saat melakukan aksi di depan pintu masuk JOB PPEJ Tuban. (Khoirul Huda/bhirawa)

Tuban, Bhirawa
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Jabamanusa segera memberi keputusan kepada warga Desa Rahayu, Kecamatan Soko, terkait dengan kejelasan kompensasi dampak gas buang (flare) Tapak Sumur (Pad A) Lapangan Mudi, Blok Tuban.
Permintaan ini disampikan oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Rahayu, Kecamatan Soko, Tuban. dengan mengacu telah selesainya hasil kajian flare yang dilakukan lembaga independen Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya sejak tahun 2014 lalu.
“Beberapa kali warga kami unjuk rasa, akan tetepi pihak pihak operator Mudi, Joint Operating Body Pertamina Petrochina East Java (JOB P-PEJ) tidak dapat berbuat apapun, oleh karena itu SKK Migas harus turun tangan,” kata Sukisno Kepala Desa (Kades) Rahayu (27/7).
Sukisno berharap polemik terkait dengan kompensasi yang belum terbayarkan selama 7 bulan terakhir segera usai. Karena sudah banyak waktu, tenaga maupun materiil yang dikeluarkan warga Rahayu setiap kali aksi. Dia menegaskan desakan warga ring 1 bukan atas ego maupun asumsi semata, namun berdasar harapan yang diberikan manajemen JOB P-PEJ setiap kali bertemu.
Janji atau pemberian harapan harus dibayar sebagaimana mestinya, karena janji merupakan hutang yang harus dibayar. Pemdes tidak menyalahkan manajemen operator Mudi soal pemberian harapan tersebut, sebab alur pengajuan kompensasi memang sedikit berbelit, dan memakan waktu lama.
“Warga telah diminta tanda tangan bukti pengajuan kompensasi selam tujuh bulan, dan itu membuktikan ada jatah kompensasi dampak flare tahun ini, Kami minta problem ini segera ada jawaban pasti dari pihak yang berwenang memutuskan kompensasi,” imbuh Sukisno.
Sementara, Kepala Hubungan Masyarakat dan Pemerintahan SKK Migas Jabamanusa, Priandono Hernanto, meminta semua pihak tidak memaksakan kehendak pribadi. Sebagaimana diketahui operator hanya pihak pelaksana, dan tidak berani mengeluarkan serupiah pun atas persetujuan pusat. “Kami kasihan dengan operator maupun penerima dana kompensasi karena beresiko terjerat hukum,” kata Priandono Hernanto.
Hal dasar yang harus dipahami Pemdes maupun warga Rahayu, kata Priandono Hernanto bahwa pemberian kompensasi sejak tahun 2009 silam karena jumlah produksi gas buang (flare) saat itu mencapai 20 Juta Standar Kaki Kubik per Hari atau Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD).
Karena saat ini jumlah flare turun drastis hingga 2,6 ribu MMSCFD sehingga dampaknya hanya sekira 10 % bagi lingkungan. Inilah resiko industri Migas, semakin cepat Sumber Daya Alam (SDA) diekaploitasi, semakin kecil pula dampak yang terjadi di lingkungan.
“Kami minta pihak operator maupun penerima kompensasi memahami bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sejak tahun 2014 sudah mulai memantau program kompensasi dari operator Lapangan Mudi, Blok Tuban, JOB P-PEJ,” terang Kepala Hubungan Masyarakat dan Pemerintahan SKK Migas Jabamanusa, Priandono Hernanto. [hud]

Tags: