Pemdes Rahayu Tuban Bingung Susun APBDes

Warga Desa Rayahu Kecamatan Soko Kabupaten Tuban saat melakukan Aksi di Operator Lapangan Mudi, Blok Tuban, Joint Operating Body Pertamina-Petrochina East Java (JOB P-PEJ). (Khoirul Huda/bhirawa)

Tuban, Bhirawa.
Belum selesainya persoalan kompensasi dampak flare operator Lapangan Mudi, Blok Tuban, Joint Operating Body Pertamina-Petrochina East Java (JOB P-PEJ) hingga saat ini, membuat Pemerintah Desa (Pemdes) Rahayu, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, meminta hal tersebut segera diselesaikan sebelum kontraknya habis pada bulan Februari 2018 mendatang.
Kompensasi senilai miliaran rupiah tersebut, menjadi hak warga terdampak flare di sekitar Control Processing Area (CPA) Pad A Mudi. “Kami akan terus berjuang meminta kompensasi flare karena jelas aturannya,” kata Kepala Desa Rahayu, Sukisno (6/2).
Bagi masyarakat Ring 1 dan Pemdes setempat, sebelum ada revisi perjanjian kompensasi yang disepakati beberapa pihak termasuk SKK Migas Jabanusa, dan perwakilan JOB P-PEJ pada tahun 2009 silam, pencairan kompensasi harga mati.
Apabila operator maupun SKK Migas tidak bisa mengabulkan kompensasi karena ada regulasi baru, tentu semua pihak yang terlibat perjanjian 2009 harus duduk kembali. “Tanpa skema itu, Pemdes tidak bisa menerimanya karena kompensasi berurusan dengan warga langsung,” kata Sukisno.
Pihaknya dalam waktu dekat, juga akan berkordinasi dengan Camat Soko untuk menggelar pertemuan kembali. Hal itu menindaklanjuti intruksi Wakil Bupati (Wabup) Noor Nahar Hussein, pada tanggal 14 Desember 2016 di hadapan karang taruna dan Pamong Desa Rahayu.
Dia beraharap adanya intruksi dari pimpinan daerah, Muspika Soko dapat bergerak cepat. Kekhawatirannya ketika kompensasi ini berlarut-larut tanpa kejelasan, operator dengan mudah mengabaikannya karena mendekati kontrak habis. Karena berlaurt-larutnya kasus tersebut, Pemdes Rahayu mengaku belum mengetahui total nilai tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility /CSR) dari JOB P-PEJ.
Akibatnya, Pemdes setempat kesulitan menyusun program pemberdayaan masyarakat. Karena penerimaan CSR tersebut akan disesuaikan dengan rencana APBDes untuk bidang pendidikan, lingkungan, kesehatan, infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat. “Belum tau berapa jumlah CSR tahun ini, apalagi saat ini memasuki bulan kedua tahun 2017,” terang Sukisno.
Diterangkan, selama dua tahun terakhir jumlah CSR yang diterimanya berkurang. Catatannya, CSR tahun 2015 sebesar Rp 540 juta, dan di tahun 2016 turun menjadi Rp 421 juta lebih. Sedangkan untuk tahun ini diprediksi menerima CSR lebih sedikit yakni di kisaran Rp 400 juta. Karena jumlah produksi Migas dari Lapangan Mudi, maupun Sukowati Bojonegoro turun. “Kami harapkan segera ada kepastian jumlah CSR dari operator,” imbuhnya.
Sementara, Camat Soko, Suwito, juga berharap ada solusi atas polemik yang mendera warganya sejak awal tahun 2016. Idealnya polemik sosial di sekitar Industri Migas tidak berlarut-larut, karena jelas merusak hubungan JOB P-PEJ dengan masyarakat sekitar. “Kami akan komunikasi dengan JOB P-PEJ untuk diadakan pertemuan mencari titik temunya,” kata mantan Camat Grabagan ini.
Perlu diketahui, awal mula dihentikannya kompensasi karena jumlah produksi Migas yang diolah di CPA Pad A Mudi berkurang. Berkurangnya produksi ini langsung dibuktikan dengan adanya riset tim ITS Surabaya.
Selama penilitian laju gas buang paling rendah 2,1 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD) dan paling tinggi 2,6 MMSCFD. Suhu hanya 35 derajat Celcius terasa di radius 50 meter, sedangkan di titik 100 meter diklaim tidak berdampak. [hud]

Tags: