Pemimpin Penerabas dan Penerobos

pemimpin-penerabas-dan-penerobos-rdYJudul : 10 Tokoh Transformatif Indonesia
Penulis : Dr Gun Gun Heryanto, MSi.  Dr Iding Rasyidin MSi.
Peresensi : Dirga Maulana, Peneliti Junior Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta
Penerbit : Erlangga

Lepas dari belenggu rezim otoritarian, bangsa kita sangat mendambakan pemimpin yang benar bekerja untuk rakyat. Laku politiknya didasarkan pada kepentingan rakyat banyak, yang memiliki empati dan sanggup memberikan contoh dari apa yang telah dikatakan.
Hampir gejala pesimistis merenggut bangsa kita akibat nihilnya pemimpin transformatif Pemimpin transformatif menjadi pembicaraan hangat di tengah konsolidasi demokrasi, saat mesin kaderisasi partai tidak berjalan dengan baik.
Keadaan ini diperparah dengan banyaknya kasus korupsi yang menimpa pejabat negara. Politik yang suci dinodai oleh perilaku politisi predatoris yang kerap memenuhi berahi ekonomisnya. Gejala anomali ini terus berlangsung dan sangat nampak di layar televisi maupun di media cetak. Sehingga sikap apolitis terhadap politik terus mencuat, kepercayaan terhadap pemimpin menurun.
Boleh dikata kita butuh pemimpin penerabas dan penerobos. Seperti yang dikatakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bahwa pemimpin itu penerabas dan penerobos. Pemimpin harus menerabas ancaman dan kepentingan sempit untuk membela kaum tertindas, dan menerobos tembok pikiran, tembok budaya, serta tembok perilaku yang menghalangi manusia untuk menjadi manusia yang utuh dan sesungguhnya.
Buku yang ditulis oleh Gun Gun Heryanto dan Iding R Hasan mengulas 10 tokoh transformatif Indonesia yang lahir pasca-reformasi. Tidak menutup kemungkinan tokoh-tokoh yang ditulis ini merupakan contoh nyata dari apa yang disebut sebagai “pemimpin transformatif”. Buku ini mengajak kita untuk melihat kesepuluh tokoh ini dari perspektif “kerja nyata”.
Apa yang mereka katakan, itu pula yang dilakukan. Mereka bekerja, melayani, mempelajari masalah, dan menawarkan solusi bagi persoalan bangsa. Komunikasi yang dibangun bukan instruksi gaya “birokrat lama” melainkan memberikan teladan untuk menggerakkan orang. Misalnya, Anies Baswedan konsen dalam dunia pendidikan, sehingga ia menggagas dan menggerakkan anak-anak muda terbaik bangsa untuk terjun ke pelosok Nusantara, tujuannya untuk mengajar di sekolahsekolah terpencil.
Gerakan ini yang kemudian diberi nama Gerakan Indonesia Mengajar. Ahok yang lahir dari kalangan minoritas memiliki integritas tinggi memerangi korupsi, loncatan politiknya dari bupati Belitung Timur, ke Senayan, Wakil Gubernur DKI Jakarta, dan sekarang menjadi Gubernur DKI Jakarta. Ahok dikenal orang yang ceplas-ceplos, berani dan terbuka pada rakyatnya. Sedangkan, ada Ignasius Jonan yang mampu mengubah wajah kereta api Indonesia.
Dengan begitu, ke depan Indonesia tidak perlu khawatir akan mandeknya calon pemimpin. Paling tidak kita bisa menyebut hal paling utama lahirnya pemimpin transformatif; pertama, mereka itu adalah sosok yang memiliki kemampuan refleksi memadai. Artinya pemimpin harus memiliki dua kesadaran sekaligus dalam proses refleksivitas, yakni kesadaran diskursif (discursive consciousness) dan kesadaran praktis (practical consiousness ).
Kedua, memiliki basis asketisme dalam laku kepemimpinannya. Artinya, pemimpin harus mampu mempraktikkan kesederhanaan, kejujuran dan kerelaan berkorban. Tindak-tanduknya bukan menjual massa tapi memproyeksikan tindakannya demi kamaslahatan rakyat banyak. Ketiga, harus memiliki performa kerja dan komunikasi memadai. Performa kerja dilihat dari reputasi dan agenda kerja, keduanya tak bisa dipisahkan.
Misalnya, reputasi terkait dengan cara pandang masyarakat atas sosok pemimpin dengan segala macam atributnya. Sementara agenda kerja terkait dengan program nyata saat ini dan ke depan. Performa pemimpin sudah seharusnya mengacu pada jati diri pemimpin yang menginsiprasi banyak orang. Jika pemimpin secara dominan terjebak dalam politik pencitraan saja, maka akan selalu menciptakan hiperealitas.
Hiperealitas politik citra itu menghadirkan reality by proxy yang lahir dari ketidakmampuan kesadaran dalam membedakan antara realitas dan fantasi. Akhirnya, buku ini perlu dan penting untuk dibaca oleh semua kalangan sebagai pemantik inspirasi untuk melihat tokoh yang berkontribusi nyata untuk Indonesia bermartabat.

                                                                                                   ———————– *** ———————–

Rate this article!
Tags: