Pem/kot Harus Dekati Pemilik Cagar Budaya

IMG_2207Pemprov Jatim, Bhirawa
Cagar budaya acapkali selalu terlepas dari pengawasan Pemkab/kota. Contohnya, cagar budaya yang ada di Surabaya baru-baru ini terbongkar keseluruhan, padahal status cagar budaya tipe B. Meskipun bangunan tersebut dibongkar seharusnya tidak keseluruhan, namun sebagian saja.
Untuk itu, Kadisbudpar Jatim melalui Kabid Sejarah, Museum, dan Purbakala, Dra Endang Prasanti MM mengatakan, Pemkab/kota seharusnya terus mendekati pemilik atau pengelola bangunan cagar budaya agar bangunan tersebut terus dalam pengawasan.
“Semua pemilik dan pengelola bangunan cagar budaya dikumpulkan dan diberikan pandangan untuk bebas pemanfaatan namun seizin dari pemerintah setempat. Sosialisasi harus gencar diberikan pada pemilik atau pengelola cagar budaya,” kata Endang, Kamis (12/5).
Untuk itu, lanjutnya, pemilik atau pengelola cagar budaya harus diajak dan selalu disosialisasikan mengenai kebijakan berkaitan dengan cagar budaya. “Jangan aturan kebijakan dilempar begitu saja ke masyarakat, Sebab tidak semua dari mereka yang mengerti dan kalau mentranslate sendiri aturan malah berakibat salah,” katanya.
Melihat permasalahan cagar budaya yang ada di Pemkot Surabaya, Endang mengatakan, langkah Disparta Kota Surabaya sudah benar dengan melaporkan pelanggaran tersebut pada kepolisian untuk ditindaklanjuti. Ia juga mencontohkan beberapa kab/kota yang mempunyai kepedulian pelestarian cagar budaya diantaranya seperti Bojonegoro.
Menurutnya, ke depan setidaknya pemerintah secara bertahap juga membeli bangunan cagar budaya untuk bisa tetap melestarikannya. Bangunan tersebut bisa dijadikan museum pendidikan atau perkantoran pemerintahan.
Selain itu, ia juga mengharapkan, Pemkab/kota bisa menggandeng masyarakat pemerhati cagar budaya dan pihak akademisi bekerjasama untuk bisa melangsungkan pengawasan terhadap cagar budaya yang ada diwilayahnya masing-masing.
“Jika berbicara pemanfaatan maka peran masyarakat sangat tinggi. Mungkin selama ini ada yang salah dalam bersosialisasi, dan lebih banyak ke arah pelestarian, konservasi, ataupun mempertahankan. Pemilik atau pengelola bangunan tidak pada pemanfaatan tanpa mengurangi nilai pada suatu bangunan, atau hidup berdampingan dengan cagar budaya,” katanya.
Dikatakannya juga memelihara dan melestarikan cagar budaya tidak mudah. Untuk itu, pemerintah juga bisa memberikan perhatian pada pemilik atau pengelola cagar budaya. “Entah itu bentuknya seperti apa, namun pemilik atau pengelola cagar budaya juga bisa diberikan stimulan atau hadiah pada hari tertentu, misalkan pada Hari Purbakala,” ujarnya.
Pemkot Bingung Rekontruksinya
Sementara, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, pembangunan ulang bangunan Radio Barisan Pemberontakan Republik Indonesia (RBPRI) Bung Tomo di Jalan Mawar Nomor 10 masih perlu berkoordinasi dengan Tim Cagar Budaya dan Sejarawan.
“Karena bangunannya ternyata kan, sudah berubah. Sudah tidak sama dengan zamannya Bung Tomo dulu. Kita mengembalikannya seperti apa?,” Katanya kepada wartawan di Polrestabes Surabaya, Kamis (12/5) kemarin.
Tidak hanya bangunan yang berubah, Risma menjelaskan, ada penyusutan luas tanah dan bangunan di rumah tersebut. Yang awalnya memiliki lahan 26 meter, kini menjadi 15 meter.
“Itu bagaimana mengembalikannya. Kan kita harus bicara juga. Harus disepakati dulu, apakah nanti dikembalikan seperti di zaman Bung Tomo dulu, atau seperti bangunan kemarin, IMB 1975 itu,” ujar Risma.
Risma juga meragukan, apakah di Indonesia memang sudah bisa rekonstruksi pengembalian bangunan sejarah seperti bentuk aslinya sebagaimana yang bisa dilakukan di negara lain.
“Kalau di luar negeri sudah ada. Di sini bagaimana? Makanya perlu kita bahas dulu. Yang jelas, pihak swastanya sudah menyadari kesalahannya, dan sudah mau mengembalikan,” katanya. Rac. [geh]

Tags: