Penghuni Liponsos Diajarkan Membikin Keset

Seorang-penderita-psikotik-kelainan-jiwa-menyelesaikan-pembuatan-keset-saat-pelatihan-keterampilan-bagi-penghuni-di-Lingkungan-Pondok-Sosial-Keputih-Selasa-103.-[Gegeh-Bagus/bhirawa].

Seorang-penderita-psikotik-kelainan-jiwa-menyelesaikan-pembuatan-keset-saat-pelatihan-keterampilan-bagi-penghuni-di-Lingkungan-Pondok-Sosial-Keputih-Selasa-103.-[Gegeh-Bagus/bhirawa].

Surabaya, Bhirawa
Menjadi seorang pengajar kerajinan memang bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, apalagi jika peserta yang diberi ketrampilan adalah sebuah kelompok psikotik atau yang masyarakt bilang “orang gila”.
Pelatihan ketrampilan bagi penderita psikotik yang diberikan oleh UPTD Liponsos Keputih ini sebagai terapi proses penyembuhan . Selain tentu saja akan menjadi bekal keterampilan saat keluar dari pondok sosial.
Psikotik pada umumnya adalah orang yang memiliki gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi atau melakukan perilaku kacau atau aneh.
Namun hal tersebut tidak menjadi sebuah halangan bagi pasangan suami istri Ibu Wiwid dan Bapak Supardi. Mereka telah menjadi seorang instruktur kerajinan bagi para penderita psikotik yang berada di Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih Surabaya.
Kedua pasangan yang sudah biasa membina keluarga miskin (gakin) dan mucikari ini telah menjadi seorang instruktur selama dua tahun lebih. “Awalnya ya ditawarin oleh Ibu Endah, beliau adalah Sekertaris Dinas Sosial”, jelas Ibu Wiwid pada Bhirawa saat ditanya mengenai awal mula menjadi seorang instruktur kerajinan di Liponsos, Selasa (10/3).
Setiap harinya kedua pasangan ini mengajar hampir sekitar 20 orang penderita psikotik dan sudah banyak kerajinan yang telah mereka ajarkan. Sebagian besar kerajinan yang mereka ajarkan adalah kerajinan sulaman seperti dompet, keset, tempat tisu, taplak meja, tutup galon, bros, dan lain-lain.
Sampai saat ini sendiri mereka telah banyak menjadikan penderita psikotik menjadi seorang yang kreatif. “Kebanyakan dari mereka memang ibu-ibu. Penderitanya keluar masuk, yang sudah dinilai baik, mereka sudah diambil oleh keluarganya atau disalurkan ke provinsi”, kata Wiwid disela mengajari membikin keset dengan berbagai motif.
Penderita psikotik yang mereka berikan ketrampilan tidak hanya dari Kota Surabaya, tetapi banyak yang berasal dari luar kota seperti Kediri, Jombang, bahkan ada yang berasal dari luar Jawa Timur.
Kerajinan mereka ini banyak dipasarkan kepada tamu-tamu yang sedang berkunjung ke Liponsos. Mereka juga memasarkan produk mereka di salah satu UKM(Usaha Kecil Menengah) di kawasan Merr milik Disperindagin Kota Surabaya, Balai Kota, dan juga pada stand-stand dinas lainnya. Selain itu, tidak jarang juga mereka menerima tawaran dari pihak luar seperti ibu-ibu pengajian, darma wanita, bahkan berbagai organisasi sosial. Dari semua kerajinan yang telah mereka buat, produk yang banyak diminati adalah keset rumah.
Satu buah taplak meja mereka hargai dengan Rp 40.000, sedangkan satu set peralatan yang terdiri dari taplak meja, tempat tisu, sarung bantal, dan sarung kursi mereka berikan harga sekitar Rp 120.000.
Saat ini mereka hampir tidak menemui kesulitan. Awalnya kedua pasangan istri ini mengalami kesulitan mencari jenis kerajinan yang dapat dicerna oleh para penghuni. “Paling kesulitan yang kita alami ya ketika penghuni sedang kumat. Kita memang membedakan perlakuan setiap orang dan juga harus extra sabar”, kata Bapak Supardi yang juga seorang ketua UMKM di Kecamatan Karang Pilang.
Mereka tidak hanya memposisikan sebagai instruktur saja, tetapi juga seorang mitra, orang tua, dan juga teman. Hal tersebut dilakukan agar tercipta sebuah komunikasi yang baik dengan para penghuni.
Hasil dari penjualan mereka selama ini mereka simpan untuk membeli bahan untuk memproduksi lagi. Terkadang mereka juga menggunakan hasil pemasaran mereka dengan mengadakan rekreasi ke berbagai tempat wisata di Surabaya.
Prestasi yang dihasilkan oleh para Psikotik tidak hanya itu saja, tetapu mereka juga pernah menjadi juara harapan satu dalam lomba merangkai bunga secara kelompok di BG Junction dua tahun lalu.
” Harapan kami agar mereka memiliki berkat untuk hidup dari kerajinan yang telah mereka ajarkan selama di Liponsos dan tidak keleleran lagi dijalanan nantinya,” pungkas Supardi suami dari Wiwid.  [geh.tim]

Tags: