Pentingnya Ruang Ketiga di Sekolah

Dunia pendidikan Indonesia saat ini masih terjebak dalam masyarakat formalistik karena budaya feodal yang masih mengakar meski telah dilakukan reformasi. Oleh sebab itu, berbagai upaya untuk terus mengkualitaskan mutu pendidikan di negeri ini meski terus dilakukan. Terlebih, tidak dapat dipungkiri kompetisi antarbangsa ke depan semakin ketat dan bangsa berdaya saing tinggilah yang berpeluang memenangkan persaingan.

Sebaliknya, daya saing terbatas atau rendahlah yang justru berpotensi menyebabkan bangsa tersebut tertinggal. Terlebih, saat ini kapitalisme dan ancaman AI di masa depan cenderung menutup lahirnya ruang ketiga atau ruang kesetaraan hidup. Membaca situasi yang demikian tentu tidak bisa dibiarkan. Pasalnya, kualitas pendidikan Indonesia masih stagnan meski sudah beberapa kali berganti kurikulum sejak kemerdekaan. Salah satu faktornya adalah pola feodal dalam masyarakat dan formalisme dunia pendidikan.

Masih rendahnya kualitas pendidikan inipun diperkuat lagi dari adanya hasil penelitian Program for International Student Assessment (PISA) 2022 yang diumumkan pada 5 Desember 2023, menyatakan bahwa Indonesia berada diperingkat 68 dengan skor; matematika (379), sains (398), dan membaca (371). Itu artinya, terjadi penurunan tajam kinerja siswa secara global pada ketiga disiplin ilmu yang diujikan; matematika, membaca, dan sains. Sedangkan dalam 20 tahun, nilai skor PISA negeri ini malah turun dari posisi di 620, (Republika, 24/2/2024)

Minimal melalui informasi yang dihasilkan oleh PISA tersebut memberikan landasan bagi pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan reformasi sistem pendidikan, demi menciptakan masa depan yang lebih cerah dan lebih berhasil secara finansial. Namun sejatinya lebih dari hasil PISA tersebut, pendidikan harusnya mampu merespon dan menghadapi realita kehidupan dan tantangan masa depan dengan lebih baik. Salah satunya dengan menghadirkan ruang-ruang kepemilikan, dialog, imajinasi, dan dialektika yang sama bagi seluruh individu, yakni ruang ketiga di sekolah. Sehingga, orientasi pendidikan tidak hanya menghasilkan lulusan yang hanya meningkatkan literasi sains matematika PISA, tetapi melalui ruang ketiga mampu mendorong interaksi bahagia antara guru dan siswa agar mereka bisa lebih produktif dan inovatif dalam menjawab tantangan zaman.

Asri Kusuma Dewanti
Dosen FKIP Univ. Muhammadiyah Malang.

Rate this article!
Tags: