Perjuangan Siswa SDN 1 Campoan Situbondo untuk Kesekolah

Sejumlah siswa SDN 1 Campoan, Kecamatan Mlandingan, Situbondo setiap hari harus menerobos derasnya aliran sungai setempat untuk sampai ke sekolah tempat mereka menimba ilmu. [sawawi]

Jembatan Disapu Banjir, Tiap Hari Harus Berani Menembus Derasnya Air Sungai

Kabupaten Situbondo, Bhirawa
Harapan dan keinginan puluhan siswa SDN 1 Campoan, Kecamatan Mlandingan, Kabupaten Situbondo untuk berangkat ke sekolah dengan lancar masih jauh panggang dari api. Betapa tidak, generasi penerus ini setiap hari harus berjuang melawan derasnya aliran sungai desa setempat untuk sampai ke sekolah. Ironi inipun diperkirakan akan masih berlanjut, sebab hingga kini masih belum ada rencana pembangunan jembatan yang melintasi aliran sungai tersebut.
Tiap pagi mulai pukul 06.00-06.30, puluhan siswa SD harus berbaris rapi di pinggir sungai Campoan. Ini dilakukan karena mereka harus membuka sepatu, kaos kaki dan merapikan tas yang ia jinjing demi melintasi derasnya arus sungai. Para siswa SD ini tak pernah lelah meski tiap hari harus berjuang keras melawan derasnya sungai, demi menimba ilmu di sekolahnya. “Tiap hari ya begini. Anak saya harus menyeberangi aliran sungai Campoan, agar bisa sampai ke sekolah,” kata Hartono, orang tua siswa SDN 1 Campoan.
Kata Hartono, tidak hanya anaknya yang harus mampu melawan derasnya arus sungai, puluhan siswa SD lainnya bernasib serupa. Hartono tidak tahu sampai kapan puluhan siswa SDN 1 Campoan, harus menerobos derasnya aliran sungai untuk sampai ke sekolah. “Para siswa tidak memiliki pilihan lain, karena tidak ada akses jalan lagi untuk sampai kesekolah, lokasi mereka menimba ilmu,” paparnya.
Sama dengan Hartono, nasib serupa juga dirasakan Aris yang terus menerus meratapi nasib anaknya yang setiap hari menerobos derasnya arus sungai Campoan. Aris berharap pemerintah bisa secepatnya membangun akses jembatan penghubung yang melintasi sungai Campoan, agar puluhan siswa tidak terbebani saat menimba ilmu di sekolah yang berada di seberang sungai tersebut. “Kami bersama orang tua siswa lain berharap kepada pemerintah untuk merealisasikan pembangunan jembatan penghubung yang hilang disapu banjir belum lama ini,” pinta Aris.
Mohammad Fadli, salah satu siswa SDN 1 Campoan mengaku terus terang dengan tidak adanya jembatan penghubung, membuat para siswa harus bertaruh nyawa untuk sampai ke sekolah. Apalagi disaat musim penghujan seperti sekarang ini, lanjut Mohammad Fadli, para siswa terancam hanyut terbawa derasnya air sungai yang volumenya kian membesar. “Saya bersama teman lainnya terkadang takut, mengingat debit air sini sewaktu-waktu bisa membesar,” tuturnya.
Untuk menjaga keamanan siswa, ujar Fadli, para guru SDN 1 Campoan setiap harinya harus bergantian piket di pinggir sungai di saat pagi hari dan siang hari. Pun demikian, sambung Mohammad Fadli, saat memasuki jam pulang sekolah, para guru juga bergantian mengawasi para siswa menyeberangi sungai Campoan. “Hampir dipastikan, para siswa akan basah kuyub terkena air sungai saat menyeberang. Baik itu berangkat sekolah atau sebaliknya dikala pulang sekolah,” jelasnya.
Masih kata Mohammad Fadli, setiap hari dirinya dan temannya harus menerebos derasnya aliran sungai untuk bersekolah. Untuk menyeberang saja, lanjut Mohammad Fadli, para siswa berkumpul lebih dulu kemudian bergandengan tangan saat melewati bebatuan sungai yang permukaannya licin. “Jika ada siswa tergelincir tidak akan terjatuh, karena tangannya sudah berpegangan dengan siswa lainnya. Alhamdulillah tidak pernah terjadi hal yang parah seperti terhanyut arus sungai,” ungkapnya.
Siswa yang tercatat kelas VI ini menambahkan, untuk menyeberang sungai hingga sampai ke sekolah sudah lama ia lakukan bersama teman teman sekelasnya. Bahkan Mohammad Fadli masih ingat, kegiatan yang rutin ia jalani setiap pagi hari sudah berlangsung sejak masih kelas 1 SD. “Yang paling miris, jika terjadi hujan lebat saya bersama teman teman yang lain harus memilih tidak masuk sekolah. Sebab jika memaksa bersekolah maka taruhannya bisa hanyut terbawa arus sungai,” bebernya.
Disisi lain, salah seorang guru SDN 1 Campoan, Uswatun Hasanah mengatakan, di musim penghujan tahun ini aktifitas kegiatan belajar mengajar (KBM) memang agak sedikit terganggu. Ini terjadi, urai Uswatun Hasanah, karena dihadapkan pada sulitnya akses untuk sampai ke sekolah. “Sehingga mau tidak mau membuat seluruh siswa kadang datang terlambat untuk sampai ke sekolah,” ujarnya.
Uswatun menuturkan, tidak hanya sering terlambat ke sekolah yang rutin dialami para siswa, terkadang juga mereka tidak bisa pulang karena sedang turun hujan lebat. Sehingga, ulasnya, para guru harus setia menemani siswanya hingga sore hari di sekolah. Uswatun Hasanah menerangkan, sebanyak 24 siswanya hingga saat ini masih tetap giat bersekolah meski harus menyeberang sungai Campoan. “Saya selalu khawatir kepada para siswa, karena jika sedang turun hujan lebat mereka akan sangat sulit untuk menyeberangi sungai Campoan,” terangnya.
Dimata Uswatun, kondisi ini tidak hanya mengganggu aktifitas siswa yang akan pergi ke sekolah, tidak adanya jembatan juga dapat menggangu aktifitas warga di desa setempat. Bahkan warga yang memiliki sepeda motor pun, papar Uswatun Hasanah, harus memikul kendaraannya secara bersama-sama saat menyeberangi sungai.
Seingat Uswatun Hasanah, di sungai Campoan sebenarnya pernah di bangun sebuah jembatan penghubung dengan menggunakan dana PNPM Mandiri pada 2011 silam. “Namun jembatan tersebut tidak bertahan lama, karena ambrol terbawa arus sungai disaat banjir datang,” pungkas Uswatun Hasanah seraya mengakui jika memasuki musim kemarau, warga biasanya membangun jembatan dengan bergotong royong. [sawawi]

Tags: