Perpaduan Kiai dan Tokoh Bangsa

Soekarno dan SoehartoJudul  : Soekarno dan Soeharto di Mata Para Kiai
Penulis  : Putra Poser Alam
Penerbit  : Ircisod, Yogyakarta
Cetakan  : I, Februari 2015
Tebal  : 196 Halaman
Peresensi  : Anton Prasetyo
Alumnus UIN Yogyakarta

Presiden pertama Soekarno dan kedua Soeharto merupakan tokoh yang tak dapat dipisahkan dari para kiai. Terhadap Buya Hamka, Soekarno pernah menjebloskan dirinya ke dalam penjara pada tanggal 28 agustus 1964. Tanpa melalui hukum yang resmi, ia dijerat dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Anti Subversif Pempres No. 11. Selain itu, bukunya dilarang untuk diedarkan. Hanya saja, di akhir hayatnya, Soekarno berwasiat agar ketika dirinya wafat, ia meminta agar Buya Hamka menjadi imam shalat jenazahnya. Dan, Buya Hamka pun memenuhi permintaan ini tanpa adanya rasa dendam.
Selain itu, hubungan Soekarno dengan para kiai Nahdlatul Ulama (NU) sangat dekat. Soekarno yang besar di dunia pergerakan nasional, dan para kiai NU yang merupakan ulama pesantren dan dibesarkan dari tradisi Islam, mampu berkolaborasi menjadi perpaduan sempurna dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Soekarno dikenal sudah memperjuangkan kemerdekaan tidak hanya di kalangan para aktivis, tetapi juga merambah kalangan pesantren. Hal ini terbukti dari akrabnya dunia pesantren dengan wacana kemerdekaan yang digelorakannya. Tercatat pada 1930-an, tulisan-tulisannya tentang kebangsaan sudah dibaca dan dikagumi di kalangan pesantren. Khusunya tulisan berjudul “Mencapai Indonesia Merdeka”, yang mampu memberi semangat nasionalisme kepada para santri (halaman 65-66).
Dalam upaya membebaskan negara Indonesia dari penjajahan, tak jarang Soekarno meminta pendapat dan dukungan dari para kiai. Bahkan, suatu ketika, ia meminta fatwa kepada Kiai Hasyim Asy’ari (pendiri NU) terkait memperjuangkan tanah air. Mendapat kehormatan dari Soekarno, Kiai Hasyim Asy’ari pun memberikan fatwa bahwa berjihad hukumnya fardlu ain. Artinya, setiap muslim wajib membela tanah air.
Fatwa ini sangatlah besar pengaruhnya terhadap perjuangan Soekarno dalam memperjuangkan kebebasan negara Indonesia dari cengkeraman penjajah. Terbukti, pada tanggal 10 November 1945, yang sampai kini diperingati sebagai Hari Pahlawan, arek-arek Surabaya mempertaruhkan nyawanya demi membela tanah air. Kenyataan ini tak akan mungkin terjadi jika sebelumnya Kiai Hasyim Asy’ari tidak mengeluarkan fatwa yang dikenal dengan sebutan resolusi jihad.
Sebagaimana Soekarno, Soeharto juga memiliki kedekatan yang sangat lekat dengan para kiai. Menurut kiai As’ad Syamsul Arifin, Soeharto adalah presiden yang harus ditaati oleh umat Islam. Terutama karena Soeharto masih mengakomodasi dan peduli terhadap kepentingan agama Islam. Sekalipun bukan tokoh agama, ia tidak anti agama. Bahkan, karena sikap Soeharto yang sangat mengkrompomikan antara kepentingan nasional yang multiagama, ras, dan golongan, Kiai As’ad sempat mengeluarkan fatwa bahwa seluruh umat Islam wajib mendukung dan menjaga ideologi negara, yakni Pancasila (halaman 103).
Pada tahun 1982, Kiai As’ad sebagai wakil dari para kiai mengungkapkan keberatan dengan teks buku Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang dinilai tidak sesuai dengan akidah Islam. Dalam teks tersebut tertulis “bahwa semua agama pada hakikatnya sama baiknya atau sama benarnya”. Setelah mendengar pemaparan Kiai As’ad, Soeharto pun merevisi teks yang diajarkan di sekolah-sekolah ini dengan kalimat “bahwa semua agama pada hakikatnya sama baiknya menurut keyakinan pemeluk agama masing-masing”.
Sekitar dekade 1990-an, isu pergantian kepemimpinan kerap menjadi kabar yang diangkat oleh para generasi muda bangsa Indonesia. Terutama yang dimotori oleh Amien Rais dari kalangan Muhammadiyah, dan Gus Dur yang merupakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Namun, pendapat para kiai Jawa Timur kembali menguatkan Soeharto sebagai calon tunggal Presiden Indonesia yang ketujuh untuk periode 1998-2003.
Salah satu hal yang membuat para kiai mendukung Soeharto adalah kedekatan tokoh ini dengan pengembangan dan pembangunan pesantren (halaman 106). Selama menjabat sebagai pemimpin, pesantren merupakan salah satu aspek yang diperhatikan Soeharto.
Paparan kedekatan Soekarno dan Soeharto dengan para kiai di atas hanyalah gambaran singkat dari isi buku setebal 196 halaman ini. Selain kedekatan keduanya pada kiai, buku ini juga menyuguhkan biografi singkat kedua tokoh bangsa tersebut. Dengan begitu, pembaca akan mendapatkan informasi yang dapat dujadikan referensi meneruskan perjuangan keduanya.

                                                                                           ———————— *** ———————–

Rate this article!
Tags: