Pertumbuhan Jumlah SMK Belum Signifikan

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Dindik Fokus Peminat, Target Kurang 302.861 Siswa
Dindik Jatim, Bhirawa
Pemprov Jatim telah menetapkan target persentase SMK dan SMA sebesar 70 : 30. Namun sayang, pertumbuhan SMK justru tak terlihat signifikan beberapa tahun terakhir. Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim yang mengklaim telah memenuhi target 60 : 40 juga belum terbukti.
Hingga saat ini, jumlah lembaga SMK menurut data Dindik Jatim baru 1.808 lembaga. Sedangkan jumlah lembaga SMA sebanyak 1.347 sekolah. Untuk mencapai target rasio 70: 30, Jatim mau tidak mau harus menambah SMK sebanyak 1.335. Jelas saja, itu tidak mungkin. Mengingat target 70 : 30 SMK dan SMA harus tercapai pada tahun ajaran 2016/2017 yang tinggal beberapa bulan lagi. Sementara melihat pertumbuhan SMK di Jatim dua tahun terakhir cukup melambat.
Pada tahun ajaran 2013/2014 jumlah SMK di Jatim telah mencapai 1.614 SMK. Jumlah tersebut bertambah menjadi 1.808 lembaga SMK pada tahun ajaran 2014/2015. Namun sayang, pertumbuhan justru tidak tampak menginjak tahun ajaran 2015/2016 ini. Jumlah SMK di Jatim tetap 1.808 lembaga. Dengan begitu jumlah kenaikan selama dua tahun terakhir baru 194 lembaga SMK.
Rendahnya capaian target ini kembali dibantah Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim. Kepala Dikbud Jatim Saiful Rachman menegaskan, target perbandingan yang dimaksud adalah fokus ke peminat SMK. Karena jika melihat perbandingan peminat SMK dengan SMA, capaian target tinggal sedikit lagi.  “Jumlah lembaga iya, tapi lebih utama kepada jumlah siswa,” kata Saiful, Rabu (30/9).
Data statistik Dindik Jatim mencatat, pada tahun ajaran 2013/2014, jumlah siswa SMK terdapat 631.819 siswa. Sedangkan, SMA terdiri dari 463.790 siswa. Dengan jumlah tersebut, perbandingan siswa SMK dan SMK adalah 57,7 : 42,3. Lalu, pada tahun ajaran 2014/2015 jumlah siswa SMK naik menjadi 706.140 dan siswa SMA 432.429. Perbandingan jumlah siswa pada tahun ajaran ini sudah naik mendekati target menjadi 62 : 38. Sementara untuk mendekati target 70 : 30, jumlah penambahan siswa harus mencapai 302.861. Itupun jika proporsi jumlah SMA tetap, yakni 432.429 siswa.
Sementara jika mengejar target penambahan lembaga, dibutuhkan waktu sekitar enam tahun lagi. Namun sekali lagi Saiful mengelak, proporsi yang dimaksud adalah jumlah siswa. Penambahan jumlah siswa itu dilakukan, salah satunya, menambah rombel di sekolah. “Tapi tentunya tidak semua sekolah bisa menambah dengan mudah. Sarana dan prasarana juga harus diperhatikan,” terang Mantan Kepala Badan Diklat Jatim itu.
Penambahan jumlah rombel itu, lanjutnya, harus diikuti pula menambah jenis keahlian dan guru. Saiful melanjutkan penambahan fasilitas itu ditekankan kepada lembaga swasta. Dia mengatakan dana yang dikucurkan untuk sekolah swasta dalam perbaikan itu mencapai Rp 500 miliar pada tahun ini. “Dana itu seharusnya bisa untuk mencapai target jumlah siswa. Percuma juga kalau lembaga baik, tapi sarana dan prasarana tidak diperbaiki,” tegas mantan Kepala SMKN 4 Malang itu.
Saiful juga menegaskan data yang dipaparkan Data Pokok Pendidikan (dapodik) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendkbud) belum sesuai dengan data di lapangan. “Karena itu kita perlu kroscek ke lapangan,” katanya. Hal tersebut terlihat saat penyaluran dana BOS, misalnya. Setiap tahun, Saiful menjelaskan Dinas Pendidikan Jatim sering melakukan pengembalian dana BOS. Sebab, jumlah lembaga yang tercantum di Dapodik lebih banyak dibandingkan data di lapangan.
Sementara itu, Manajer BOS Jatim Dr Sucipto mengakui bahwa anggaran BOS kerap terjadi sisa. Bahkan tahun lalu, anggaran BOS yang tersisa mencapai sekitar Rp 15 miliar. Namun demikian, anggaran yang tersisa itu tidak termasuk anggaran utama, tetapi hanya dana cadangan (buffer). “Kebetulan tahun-tahun sebelumnya selalu ada buffer. Ini anggaran dari pusat untuk mengantisipasi jika ada sekolah yang belum menerima BOS karena masalah administratif. Tapi buffer itu sudah tidak ada lagi tahun ini,” ungkap Sucipto yang juga Sekretaris Dindik Jatim.
Sucipto mengakui, data dari Dapodik kerap menjadi pemicu masalah dalam pencairan BOS di lapangan. Ini karena keterbatasan SDM di sekolah saat melakukan pengisian Dapodik. Misalnya, pada pertanyaan apakah sekolah menerima BOS? Sekolah memilih jawaban tidak. “Dengan begitu, Kemendikbud tidak akan mencantumkan sekolah tersebut dalam SK (Surat Keputusan) pencairan dana BOS,” tutur dia.
Selanjutnya, ketika  ada sekolah melapor belum menerima BOS, maka Dindik Jatim baru mengusulkan lagi untuk mendapatkan SK dari pusat. “Acuannya mencairkan BOS ya SK itu. SK mengacu ke Dapodik. Jadi kalau ada sekolah yang salah mengisinya, kita baru susulkan dan akan dibayar menggunakan dana buffer itu,” pungkas Sucipto. [tam]

Tags: