Petani Semangka Kabupaten Jombang Raup Untung di Tengah Pandemi

Panen Semangka di Desa Watudakon, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, Kamis sore (25/06). [arif yulianto/ bhirawa].

Jombang, Bhirawa
Meski di awal musim tanam ada kekhawatiran apakah hasil panennya bakal laku di pasaran akibat adanya pembatasan-pembatasan di daerah-daerah akibat Pandemi Covid-19, namun kini, petani Semangka di Desa Watudakon, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang bisa bernafas lega.

Hal ini karena musim panen Semangka seperti saat ini, banyak pembeli (bakul) dari dalam Jombang dan luar Jombang datang ke daerah ini untuk membeli Semangka. Rata-rata mereka membeli dengan sistem ‘Tebasan’. Puluhan hektar tanaman Semangka dibudidayakan petani Desa Watudakon tahun ini.

Selain di desa ini, di beberapa desa sekitar Desa Watudakon juga terdapat budidaya tanaman Semangka. Bahkan, di Desa Menturo, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang, juga terdapat hamparan tanaman Semangka yang saat ini juga mulai terlihat dipanen.

Ternyata harga jual Semangka hasil panen petani di Desa Watudakon mampu membuat untung para petani. Dengan modal untuk biaya produksi sebesar 17 Juta Rupiah per hektar, petani bisa menjual Semangka panennya sebesar 52 Juta Rupiah per hektar. Jika dihitung, rata-rata petani meraup untung sebesar 35 Juta Rupiah dengan luasan lahan 1 Hektar pada musim panen tahun ini dalam masa Pandemi Covid-19.

Seorang petani setempat, Wasis Eko Setyono (47) menuturkan, musim tanam Semangka tahun ini lebih bersahabat jika dibandingkan tahun lalu. Tahun ini, Wasis Eko menanam Semangka jenis Maduri.

“Tahun lalu tidak panen, kena banjir. Tahun lalu rugi total,” tutur Wasis Eko, sembari menunggu Semangkanya diangkut ke mobil pick up milik bakul di tepi sawahnya, Kamis sore (25/06).

Namun saat ini Eko dan petani Semangka lainnya di desanya bisa tersenyum. Eko yang tahun ini menanam Semangka seluas 1 hektar, setidaknya akan membawa uang 52 Juta Rupiah hasil dari panennya.

Namun usaha budidaya Semangka ini juga tidak lepas dari tantangan. Eko mengatakan, musim tanam kali ini, hama Tikus menjadi momok. Namun berkat usahanya melakukan pengendalian dengan cara pemasangan racun Tikus, hama itu tak sampai merusak tanaman Semangkanya.

Bagi Eko, kebiasaan petani setempat menanam Semangka setelah panen Padi musim penghujan, rupanya sudah menjadi kebiasaan petani selama kurang lebih 5 sampai 6 tahun belakangan. Padahal, dulunya daerah ini dikenal sebagai daerah yang sulit mendapatkan air irigasi. Sehingga dulu, setelah panen Padi, biasanya petani menanam Palawija.

Namun kata petani lainnya bernama Suradi (43), setelah petani setempat merasakan keuntungan dari menanam Semangka, rupanya mereka sudah kurang tertarik untuk menanam Palawija seperti Kedelai maupun lainnya.

“Dibandingkan menanam Padi juga lebih menguntungkan menanam Semangka. Kalau Padi, biaya produksi per Hektar minimal 10 Juta Rupiah, itupun belum dihitung untuk sewa lahannya. Paling hasil panennya 3,5 ton. 17, 5 Juta Rupiah. Jauh jika dibandingkan keuntungan menanam Semangka tahun ini,” papar Suradi.

Senada dengan Wasis Eko, Suradi bakal tetap menanam Semangka setelah panen Padi musim penghujan tahun depan. Hal ini karena Suradi tahun ini juga diuntungkan dari tanaman Semangka. Suradi sendiri mengaku menjual tanaman Semangka seluas 800 bata dengan harga tebasan sebesar 5 Juta Rupiah per 100 bata.

“Dengan biaya produksi 2 Juta Rupiah maksimal per 100 bata. Awal tanam memang sempat ada kekhawatiran petani jangan-jangan nanti tidak laku pas panen karena ada Corona. Tapi Alhamdulilah, sekarang dapat untung,” tutur Suradi.(rif)

Tags: