Pilkada, ASN Sulit Bersikap Netral

Agus Pramusinto

KASN, Bhirawa
Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pilkada masih menjadi perhatian serius. Hal ini lantaran tingginya fenomena politisasi birokrasi oleh calon kepala daerah yang menjadikan ASN sulit bersikap netral. Tak ayal, mayoritas ASN berharap hak politiknya dicabut.
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Agus Pramusinto mengungkapkan, fenomena politisasi birokrasi oleh pasangan calon kepala daerah muncul pada Pilkada serentak 2020 lalu. Hal itu didasarkan pada survei nasional netralitas ASN.
Berdasarkan hasil survei, diketahui faktor dominan penyebab pelanggaran netralitas ASN adalah ikatan persaudaraan (50,76 persen) dan motif ASN untuk mendapatkan karier yang lebih baik (49,72 persen).
“Ikatan persaudaraan menjadi penyebab utama pelanggaran netralitas ASN, khususnya di wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Sumatra, dan Kalimantan,” ungkap Agus dalam webinar Potret Netralitas Birokrasi Menyongsong Tahun Politik 2024, Kamis (16/12).
Selain itu, beberapa pihak yang paling mempengaruhi ASN untuk melanggar netralitas, di antaranya tim sukses (32 persen), atasan ASN (28 persen), dan pasangan calon (24 persen). Agus juga menambahkan, 62,7 persen responden menyatakan kedudukan kepala daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) menyebabkan ASN sulit bersikap netral.
Sebab, kedudukan kepala daerah sebagai PPK melekat kewenangan untuk mengangkat, memindah, memberhentikan, serta pembinaan Manajemen ASN. Maka dari itu, pada hasil survei menemukan sebanyak 51,16 persen responden menginginkan hak politik ASN dicabut.
Data menunjukan pada Pilkada tahun 2020 terjadi pelanggaran netralitas ASN pada 109 daerah dari total 137 daerah yang dipimpin oleh penjabat/pelaksana tugas kepala daerah. Sementara pada Pilkada 2024, terdapat sebanyak 271 daerah yang akan dipimpin oleh penjabat/pelaksana tugas seiring dengan berakhirnya masa jabatan para kepala daerah. “Data ini menunjukkan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan integritas dan komitmen calon penjabat/pelaksana tugas kepala daerah dalam menegakkan netralitas ASN” tegas Agus.
Agus mengemukakan, pemerintah perlu lebih serius mengantisipasi politisasi birokrasi dalam menyambut tahun politik 2024. “Visi reformasi birokrasi Indonesia menuju birokrasi kelas dunia sulit untuk diwujudkan apabila ASN tidak profesional dan birokrasi tidak independen,” jelas Agus.
Terpisah, Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga Dr Suko Widodo sepakat dengan wacana pencabutan hak politik ASN. Menurutnya, untuk menjaga netralitas ASN, maka mereka harus dibebaskan dari ruang politik. Sebab, dalam proses pemilihan kepala daerah mereka berada di lingkaran yang sangat dekat dengan berbagai kepentingan politik.
“Apalagi jika ada calon incumbent yang berkompetisi. Jika ASN tidak mendukung, pasti akan menjadi catatan kepala daerah. Tetapi jika mendukung pun, belum tentu mereka aman. Sebab, hasil demokrasi bisa jadi tidak sesuai dengan prediksi,” ujar Suko.
Lebih lanjut Suko mengatakan, seperti halnya Polisi dan TNI yang harus berposisi sebagai aparatur negara. Seperti itulah semestinya ASN dapat lebih aman dalam posisi netral. “Keberadaan mereka tidak lagi terombang-ambing dengan kepentingan politik. Begitu juga karir mereka juga lebih aman tanpa intervensi politik” pungkas Suko. [tam]

Rate this article!
Tags: