Piutang RSUD dr Soetomo Rp53 M Nyatol di Kemenkes

Piutang RSUD dr Soetomo Rp53 M Nyatol di KemenkesSurabaya, Bhirawa
Setelah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) piutang jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soetomo Surabaya mencapai Rp 53 milliar. Piutang ini diklaimkan RSUD dr Soetomo ke Kemenkes sejak tahun 2013 hingga sampai ini belum dibayarkan.
Direktur RSUD dr Soetomo dr Dodo Anondo MPH mengatakan, tunggakan ke Kemenkes tersebut tidak membuat RS berhenti beroperasi akantetapi sangat mengganggu. Menuruntnya, tunggakan sebesar Rp 53 milliar sangat besar dan apabila tidak cair hingga akhir 2014 pelayanan di RS akan banyak terganggu.
”Imbasnya yang paling nampak pada jasa pelayanan medis, obat-obatan, dan ketersediaan alat rumah sakit yang kurang maksimal,” terangnya.
Selain itu ketidakcairan tunggakan Jamkesmas akan membuat pendapatan para dokter menurun. Bila dulu jasa dokter dihitung setiap kali melakukan tindakan medis (dan dibayarkan pada akhir bulan), kini tak lagi seperti itu.
Perhitungan untuk gaji para dokter tersebut makin rumit, yakni dengan mempertimbangkan faktor kinerja. Untuk obat-obatan, rumah sakit kini juga tidak bisa keluar dari daftar obat formularium nasional. Artinya, rumah sakit mengurangi pembelian obat-obatan yang tidak termasuk dalam paket BPJS.
Tak heran, apotek yang dikelola RSUD dr Soetomo tidak lagi menyediakan obat-obatan nongenerik.  ”Pendapatan RS tiap bulan kini sangat ngepres. Kalau tambah beli obat lain lagi, RS benar-benar harus mempunyai dana lebih,” katanya.
Lebih lanjut Mantan Kepala Dinas Kesehatan Jatim mengaku, dengan minimnya pemasukan, RS akan kehilangan kemampuan untuk mengembangkan diri, salah satu yang terimbas paling parah adalah peralatan medis. Menurutnya, lebih dari seteangah alat medis di RSUD dr Soetomo membutuhkan peremajaan. Di antaranya, alat X-ray di bagian radiologi.
”Ada alat yang bahkan sudah berusia sepuluh tahun, tapi tetap kami gunakan karena tak punya alternatif lain,” jelasnya.
Padahal, alat medis seperti X-ray dengan usia dan kemampuan yang sudah terbatas tidak bisa digunakan secara maksimal. Dibandingkan dengan tingkat kedatangan pasien di RSUD dr Soetomo yang tinggi, alat tersebut tentu tidak mampu melayani semua permintaan. ”Bila dipaksakan melakukan pemindaian lebih dari 100 pasien, hasilnya sudah tidak lagi akurat,” tuturnya.
Sementara itu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Jatim mengklaim telah membayar tunggakan biaya berobat pasien Jamkesmas tahun 2013 senilai Rp 27 miliar dari total tunggakan mencapai Rp 63 miliar kepada RSUD dr Soetomo Surabaya.
“Kami berkomitmen secara bertahap akan membayar sisa tunggakan tersebut,” kata Kepala Divisi Regional VII BPJS Jatim Kisworowati.
Menurutnya, dalam komitmen memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat maka BPJS memiliki empat prinsip dasar yang menjadi acuan. Masing-masing gotong-royong yakni yang sehat menolong yang sakit. Sementara prinsip kedua adalah ‘portability’, artinya semua anggota BPJS bisa melakukan pengobatan di semua wilayah.
“Lalu, prinsip ekuitas atau kesamaan layanan ini dimaksudkan bahwa standart layanan yang diberikan sama di semua wilayah serta prinsip akuntabilitas karena kami sebagai badan akan diaudit oleh BPK dan intansi lain,” ujarnya.
Perlu diketahui sejak enam bulan lalu, sejumlah rumah sakit di Jatim harus main akrobat anggaran. Biaya operasional RS terpaksa mengandalkan pendapatan dari premi peserta BPJS, pasien umum, dan subsidi dari pemerintah daerah. Sebab, tagihan jamkesmas RS hingga kemarin belum dibayar pemerintah pusat. Janji pencairan tersebut sebenarnya muncul Maret lalu hingga sekarang belum jelas.
Ketika itu Kementerian Kesehatan menyatakan siap mencairkan anggaran tersebut, asalkan sudah diaudit dan disetujui Kementerian Keuangan. Namun, hingga audit itu tetap saja tidak ada kejelasan pencairan. Dikirim surat berkali-kali, juga tidak ada jawaban dari Kementerian Kesehatan. Apalagi tiap datang ke Jatim dalam sejumlah kesempatan sebelumnya, Menkes Nafsiah Mboi menjanjikan pencairan antara April – Mei. Namun, tetap saja perkataannya masih jauh dari harapan banyak rumah sakit. Yang paling merasakan dampaknya adalah RS provinsi. Yakni, RSUD dr Soetomo, RS Haji, dan RS Syaiful Anwar, Malang. [dna]

Tags: