Pluralisme di Indonesia

Judul Buku : Merawat Keberagaman dalam Keragaman
Penulis : Dr. H.M. Zainuddin, MA
Penerbit : Magnum Pustaka Utama
Edisi Terbit : Cetakan Pertama, Februari 2019
Kota Terbit : Yogyakarta
ISBN : 978-602-5789-45-8
Tebal : xi + 242 hlm.
Peresensi : Afifah Rafidatikna

Dalam hidup bermasyarakat kita akan selalu menjumpai perbedaan, yang dari perbedaan inilah nantinya akan berkembang menjadi keberagaman ataupun keragaman. Salah satu keragaman yang sedang diperbincangkan di kalangan masyarakat saat ini adalah keragaman agama (pluralisme agama). Hal ini tidak dapat kita hindari dan akan berdampak bagi kehidupan kita sehari-hari, entah itu dampak positif maupun dampak negatif.
Contoh dampak negatif dari pluralisme agama ialah munculnya perpecahan antarmanusia yang bersumber dari agama serta adanya konflik antarumat beragama. Meskipun seluruh agama mengajarkan kebaikan, cinta, dan kasih sayang. Tetapi kenyataan pada praktik lapangan bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh agamanya. Dalam buku ini disebutkan konflik antarumat beragama tidak lepas dari doktrin atau ajaran. Oleh sebab itu, salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam rangka menciptakan kerukunan umat beragama di tengan pluralitas adalah dengan memahami ajaran agama masing-masing secara utuh. Buku ini bertujuan untuk mengurangi problematika yang terjadi di masyarakat beserta dengan solusi penyelesaiannya.
Buku ini dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama membahas antara filsafat, ilmu, dan agama. Bagian kedua berisi tentang sejarah dalam Islam, sedangkan bagian ketiga membahas merawat keberagaman dalam keragaman.
Pada bagian pertama, pembahasan diawali dengan selamat tinggal mitos dan selamat datang logos. Praktik mitos memang terjadi di berbagai kalangan masyarakat tanpa memandang strata individunya. Hal tersebut seimbang dengan terus berkembangnya ilmu pengetahuan yang mengharuskan pemikiran manusia ikut berkembang pula dengan pola pikir deduktif-induktif. Ilmu, filsafat, dan agama memiliki keterkaitan dan saling menunjang untuk kehidupan manusia. Saat ini, segala sesuatunya ada alasan atau penjelasan ilmiahnya dan rasional, atau dapat diterima oleh akal sehat manusia.
Dalam perspektif Islam, pahlawan dapat dimaknai sebagai orang Islam yang berjuang menegakkan kebenaran demi memperoleh ridha Allah semata. Perjuangan yang ditegakkan atas nama Islam tidak dimonopili oleh sekelompok Islam itu sendiri. Perjuangan Islam tidak akan merugikan siapapun, entah itu manusia maupun alam. Nabi selalu memberikan contoh dan memerintahkan umatnya untuk selalu menegakkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal, seperti keadilan, memperhitungkan hak-hak orang lain. Umat Islam dianjurkan untuk mendahulukan kepentingan kelompok atau kepentingan orang lain diatas kepentingan dirinya sendiri. Selain keadilan dan memperhitungkan hak orang lain, Islam juga mengedepankan toleransi antar individu.
Contoh riil toleransi antarumat beragama dari buku ini adalah relasi antarumat beragama di Kota Malang. Pada Rbu, 5 Agustus 2015 diadakan forus silaturrahim antar tokoh agama se-Malang Raya yang bertempat di Politeknik Negeri Malang (Polinema). Bertemakan “Deklarasi Damai” dengan enam tokoh sebagai pembicaranya. Berkat kerjasama antar tokoh di Malang Raya selama ini, kondisi kerukunan antarumat beragama dapat diatasi, dan hampir bisa dikatakan tidak adanya konflik yang terjadi antarumat beragama di Kota Malang. Apabila masih ditemukan adanya konflik, hal tersebut masih dapat dikondisikan dan diatasi. Sehingga tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
Pluralitas agama di satu sisi memiliki potensi harmoni, tetapi pada saat yang sama juga memiliki potensi konflik. Dalam konteks ini sedikitnya terdapat dua masalah yang dihadapi oleh pemeluk agama dalam menghadapi tantangan agama ke depan, yang pertama ialah problem pemahaman ajaran agama, dan yang kedua adalah problem politisasi agama.
Dalam konteks pemahaman ajaran, agama harus dipahami secara benar dan digali makna substansialnya. Isu-isu kontemporer mengenai keadilan, hak asasi manusia (HAM), demokratisasi, dan segala macam jenis pemihakan masyarakat harus menjadi indicator keberhasilan dakwah agama. Bersamaan dengan itu, reorientasi pendidikan agama di sekolah bagi terciptanya kesadaran sosial juga sangat mendesak dilakukan.
Dalam konteks perspektif sosial, pluralisme menangkal dominasi dan hegemoni kelompok atau aliran keagamaan, serta menegasikan pemusatan kekuatan sosial pada satu kelompok atau aliran. Sedangkan perspektif pluralisme budaya mencegah hilangnya satu aliran karena dilenyapkan oleh aliran keagamaan arus utama yang hegemonis, dan di sisi lain menangkal arogansi aliran keagamaan arus utama yang seringkali tergoda atau secara historis-empiris melakukan peecehan dan penindasan aliran agama lain. Sementara pluralisme politik dapat menjadi dasar bagi jaminan kebebasan untuk berkeyakinan dan berekspresi tanpa rasa takut akan ancaman kekerasan, karena adanya lembaga pengelola konflik kepentingan antaraliran keagamaan.
Dalam praktiknya, kebebasan beragama di Indonesia belum berjalan dengan baik, terbukti masih ada tindak kekerasan oleh suatu agama atau aliran terhadap agama maupun aliran yang lainnya.sperti sekelompok umat yang melakukan tindak kekerasan dan perusakan tempat ibadah terhadap agama atau aliran yang lain juga merupakan bukti empiric akan adanya pelanggaran HAM tersebut.
Selain itu, terorisme dan radikalisme yang masih dapat dijumpai di Indonesia dapat diantisipasi dan dibendung dengan usaha. Pertama, menegakkan supremasi hukum secara serius. Kedua, melakukan reorientasi pemahaman agama di lembaga pendidikan. Penegakan supremasi hokum dengan cara memperketat keluar masuknya kelompok-kelompok asing, menegakkan keadilan dan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam pendidikan, alangkah baiknya ditanamkan doktrin agama moderat, inklusif, dan toleran yang penuh kedamaian, ketenangan, dan ketentraman.
Pluralitas agama di Indonesia seharusnya menjadi kekuatan konstruktif-transformatif, bukan sebaliknya menjadi kekuatan destruktif. Potensi pertama, yaitu kekuatan konstruktif-transformatif akan berkembang jika masing-masing komunitas agama memahami dan menjunjung tinggi nilai toleransi dan kerukunan. Sebaliknya potensi destruktif akan dominan jika masing-masing komunitas agama tidak memiliki sikap toleran, bahkan memandang inferior agama lain.
Oleh karena itu, salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam menciptakan harmonisme umat beragama di Indonesia dengan pendidikan agama yang mampu membentuk watak peserta didik bahwa agama merupakan kebutuhan rohani bagi penciptaan kerukunan dan kedamaian, pemupuk persaudaraan dan ketentraman sesuai dengan misinya. Dengan kata lain, perlu ada reorientasi pendidikan agama yang berwawasan kemanusiaan universal dan keramahan. Upaya peningkatan kualitas pendidikan pada masing-masing umat. Pendidikan dimaksud adalah pendidikan humanis yang toleran, dan cinta kasih antar sesame. Bukan pendidikan eksklusif yang melahirkan manusia-manusia keras dan absolut.

———- *** ———-

Rate this article!
Pluralisme di Indonesia,4.43 / 5 ( 7votes )
Tags: