Polemik Rencana Mendatangkan Rektor Asing

Oleh :
Ken Bimo Sultoni
Pemerhati pendidikan ; aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Rencana Menristekdikti Muh. Natsir untuk mendatangkan rektor asing menjadi pembahasan menarik. Perekrutan rektor asing ini direncanakan akan dimulai pada tahun 2020 mendatang dengan catatan menyesuaikan regulasi dan persiapan yang ada. Tujuannya, untuk menghindari kesalahan dan memaksimalkan dampaknya terhadap kemajuan kualitas Perguruan tinggi di Indonesia.
Meski niatannya baik, masih banyak kalangan yang mengganggap langkah ini dirasa kurang perlu untuk dapat merevolusi kualitas pendidikan di Indonesia. Alasannya, bahwa masih banyak kelemahan dalam segi sistem, kebijakan dan juga kesejahteraan tenaga pendidik di Indonesia.
Belajar dari Sejarah
Dikutip dari laman kemendikbud.go.id bahwa banyak kebijakan yang telah dihasilkan oleh para presiden pendahulu guna memaksimalkan potensi pendidikan indonesia sesuai dengan masalah dan tantangan zaman itu.
Di era Bung Karno pendidikan berfokus pada pendidikan sosialime yang bertujuan untuk membangkitkan semangat nasionalisme dan perlawanan terhadap sistem pendidikan kolonial yang dianggap sebagai suatu bentuk penjajahan akal budi. Dalam hal ini Soekarno berfokus untuk dapat mencetak generasi yang mempunyai identitas kebangsaan yang kuat dan juga jiwa patriotisme sehingga tak heran bila ia mengangkat pendidikan gaya sosisalisme sebagai elemen penunjangnya. Sosialisme Indonesia merupakan salah satu materi dalam mata pelajaran tersebut. Pendidikan sosialisme Indonesia didapat melewati akal dan pengalaman empiris.
Seokarno pun pernah berkata:
“…sungguh alangkah hebatnya kalau tiap-tiap guru di perguruan taman siswa itu satu persatu adalah Rasul Kebangunan! Hanya guru yang dadanya penuh dengan jiwa kebangunan dapat ‘menurunkan’ kebangunan ke dalam jiwa sang anak”
Dari perkataan Soekarno itu sangatlah jelas bahwa pemerintahan orde lama menaruh perhatian serius yang sangat tinggi untuk memajukan bangsanya melalui pendidikan.
Selanjutnya ada pada era kepemimpinan Soeharto, apabila kebijakan pendidikan soekarno terkenal dengan jiwa kebangsaan dan visi besar bangsa akan identitas patriotis beda halnya dengan Soeharto. Dalam hal ini Soeharto cenderung meningkatkan kualitas pendidikan lewat beberapa paket pembangunan secara umum. Sejak Pelita I hingga Pelita V mutu pendidikan terus-menerus dijadikan salah satu kebijakan pokok dan peningkatan mutu pendidikan di era Presiden Soeharto cenderung secara patuh melaksanakan kebijakan Bank Dunia. Meski begitu dalam hal ini soeharto fokus pada pengembangan kualitas pendidikan lewat perbaikan infrastruktur penunjang pendidikan dan pembenahan sistem agar dapat seragam dan rapi sehingga menghasilkan generasi yang dirasa cakap dan rata dalam segi pembangunan nasional.Kualitas guru yang ada saat ini sangatlah baik hingga dapat menghasilkan orang-orang pintar sekelas B.J Habibie yang menjadi ilmuwan ternama indonesia di mata dunia.
Di saat itu pula negara tetangga kita malaysia yang saat ini salah satu kampusnya duduk sebagai peringkat 100 besar universitas terbaik dunia Universiti Malayasia (70) menurut QS-WUR pernah berguru ke indonesia. seperti dikutip dari tirto. Id melihat kompetensi guru Indonesia yang cukup menarik di mata negara asing, khususnya Malaysia. Pemerintah Orde Baru mulai mengirim tenaga guru terdidik ke Malaysia sebagai bagian langkah normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia pada 1966. Ekspor guru ke Malaysia juga berasal dari permintaan langsung Pemerintah Malaysia sebagai tindak lanjut terbentuknya kembali lembaga persahabatan kedua negara.
Guru Indonesia di Malaysia kala itu umumnya ditugaskan selama tiga tahun di sekolah-sekolah menengah yang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Mereka bertugas memperbaiki tata bahasa Melayu pelajar-pelajar Malaysia yang terbiasa bercakap-cakap dalam bahasa Inggris. Selain itu, ada pula upaya memperbaiki kurikulum sains peninggalan Inggris yang dinilai sudah usang. Sampai Juni 1972, terdapat 175 guru Indonesia yang tinggal dan bekerja di Malaysia.
Merujuk pada laporan Kompas (31/5/1967), rencana Malaysia mengimpor guru dari Indonesia diutarakan langsung oleh Menteri Pendidikan Malaysia Mohamed Khir Johari melalui acara konferensi pers di Jakarta pada bulan Mei 1967. Diwakili Johari, Pemerintah Malaysia mengutarakan bahwa negerinya belum memiliki banyak lulusan perguruan tinggi sehingga membutuhkan banyak tenaga pengajar terdidik di bidang ilmu pengetahuan, teknik, dan sastra Melayu dari Indonesia.
Seperti yang dikutip pada laman kemendikbud.go.id masa pemerintahan Presiden Habibie, merupakan masa transisi reformasi. Isu otonomi pendidikan sebenarnya hak bagi setiap institusi untuk memutuskan apa yang baik bagi sebuah institusi tanpa ada gangguan dari pihak luar. Konsep ini jelas datang dari semangat kebebasan akademis, ketika hak-hak akademis individu untuk mengekspresikanopini mereka terjamin.
Yang menarik dari kebijakan B.J Habibie disini adalah ia menjunjung tinggi otonomi perguruan tinggi untuk dapat menentukan yang terbaik dari masing masing pola pendidikan yang ada, sehingga mengahsilkan generasi penerus yang dinamis dan beragam dan berlawanan dengan kebijakan soeharto yang cenderung menyamaratakan.
B.J Habibie mungkin saja apabila dibandingkan dengan kebanyakan presiden indonesia yang sudah ada merupakan presiden yang paling paham terkait dunia pendidikan dikarenakan latar belakangnya sebagai seorang ilmuwan dan akademisi, dan bukan tanpa alasan ia mendorong kampus kampus untuk dapat menjalankan konsep yang tertuang pada Magna Carta of European Universities. Karena ia sangat pahama bahwa lingkungan kampus adalah lingkungan akademis yang heteregon dn mempunyai keunikannya masing-masing.
Solusi yang ditawarkannya pun juga sangat menarik untuk dapat dikembangkan di era sekrang ini, kulitas pendidikan indonesia bukan hanya berasal dari segi ranking akan tetapi perbaikan lingkungan kampus dan inovasi yang dihasilkan para lulusannya merupakan suatu prestasi tersendiri yang diharap mampu digalakkan kembali di era modern ini.

——— *** ———-

Tags: